Thursday, February 15, 2018

Anak batuk pilek boleh diuap pakai air panas?

“Kata Dokter, batuk pilek alias selesma nggak perlu obat kan. Terus, boleh nggak kalau saya uap pakai air panas aja? Supaya dahaknya encer dan ingusnya mudah dikeluarkan?” tanya seorang Ibu.
“Ibu boleh-boleh aja melakukan hal itu. Tapi saya tidak merekomendasikan. Bayangkan aja kalau pas anaknya diuap dengan posisi wajah menghadap ke baskom berisi air panas. Pas Ibunya lagi mengantuk, bagaimana? Anak sakit kan biasanya rewel. Orangtua ikutan lelah menjaga anaknya. Pas lagi ngantuk, anaknya dipaksakan untuk “diterapi uap”, eehh, bisa kecebur ke air panas kan! Malah jadi luka bakar. Awalnya anaknya cuma batuk-pilek aja, malah berakhir jadi luka bakar. Lagipula, kalaupun diuap dengan air panas, apakah anaknya kemudian akan segera membaik? Kan penyebabnya virus. Mungkin bisa aja nyaman sesaat. Trus kemudian hidungnya mampet lagi dan batuknya tetap berdahak. Apakah dahaknya kemudian lebih encer dan anaknya bisa “hoek-cuih” buang dahak seperti orang dewasa? Enggak kan. Mau kental ataupun encer, dahak akan ditelan juga. Nggak masuk saluran napas kok. Kan obat terbaiknya ada dua: #SABAR dan #GENDONG 😊. Nggak perlu diuap pake minyak kayu putih juga. Pernah merasakan tidak? Malah makin perih matanya. Anak bisa jadi makin nggak nyaman, padahal niat orangtuanya baik.”
Udah jelas ya jadinya? 😊
(Posisi menggendong tegak menguntungkan bayi bisa menelan dahak dan ingus lebih mudah dengan bantuan gravitasi, dibandingkan dengan posisi telentang. Makanya tidak ada yang mengalahkan sabar dan gendong 😁.




(Sumber gambar: https://i.ytimg.com/vi/mBcPzD6B7Fw/hqdefault.jpg)

Apa saja kandungan vaksin difteri (vaksin Td)?

Tulisan ini khusus membahas kandungan vaksin Td seperti dalam gambar, yaitu yg isinya kombinasi antara vaksin tetanus dan vaksin difteri dalam satu sediaan. Adapun vaksin difteri tersedia dalam beberapa sediaan, seperti vaksin kombo DPT, DPT+Hib+HepB, DPaT, DPaT+Hib+polio, dll.

Saya jelaskan komposisi vaksin Td produksi salah satu BUMN kita: Bio Farma. 

Secara umum, vaksin terdiri atas dua kandungan: bahan aktif dan bahan tambahan. Bahan aktif vaksin Td adalah: vaksin tetanus dan vaksin difteri. Tujuan bahan aktif tentunya menciptakan kekebalan terhadap penyakit tetanus dan difteri. Jadi orang yang mendapatkan imunisasi Td diharapkan tidak akan pernah mengalami sakit tetanus dan difteri sama sekali.
Bahan tambahan yang terkandung dalam vaksin Td sesuai informasi dalam kemasan adalah: aluminium fosfat dan timerosal. Apakah itu?

Sebelumnya saya jelaskan dulu bahwa kandungan aktif vaksin Td bukanlah bakteri tetanus dan difteri secara utuh, tetapi toksin (racun)nya, yaitu “toksoid difteri yang dimurnikan” dan “toksoid tetanus yang dimurnikan”. Penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani, dan penyakit difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Tepatnya: yang membuat penyakit pada tubuh manusia bukanlah bakterinya langsung, tetapi toksin (racun) yang dihasilkannya. Untuk itu, ilmuwan sejak abad ke-19 sudah mengembangkan vaksin difteri dan tetanus menggunakan toksin yang dilemahkan (toksoid), dan di awal abad ke-20 terciptalah vaksin difteri dan tetanus yang terbukti efektif dan menyelamatkan jutaan nyawa di seluruh dunia.

Apakah aluminium fosfat itu? Dengar kata aluminium, apa yang terlintas di pikiran Anda? Ya, bahan pembuat panci kok dimasukkan ke dalam tubuh manusia? 😅 Bahan ini adalah ajuvan vaksin, yaitu zat yang dapat meningkatkan respons imun tanpa harus menyuntikkan vaksin dalam volume banyak ke tubuh. Bayangkan saja, kok dosis vaksin difteri bayi dan dewasa yang disuntikkan ke tubuh sama-sama 0,5 ml saja? Ini karena adanya ajuvan. Dan tidak semua vaksin mengandung aluminium sebagai ajuvan, hanya beberapa saja. Aluminium sebagai ajuvan sudah digunakan selama 80 tahun terakhir dan terbukti aman. Di sisi lain, aluminium ternyata ada di mana-mana, dan merupakan unsur ketiga terbanyak di bumi! Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan menelan 10 miligram aluminium. Susu formula mengandung sampai 30 miligram aluminium. Aluminium dalam vaksin yang disuntikkan sampai bayi berusia 6 bulan sebanyak 4 miligram, jauh lebih sedikit daripada yang terkandung dalam ASI! 

Jadi cukup jelas ya. Vaksin itu harus aman dan efektif (mencegah penyakit). Ajuvan menunjang efektivitas vaksin dalam membentuk respon imun, dan terbukti aman selama puluhan tahun.

Terakhir, kandungan timerosal yang dikenal sebagai merkuri atau raksa sebagai logam berat. Serem ya dengernya? Logam berat disuntikkan ke dalam tubuh! 😱
Timerosal dalam vaksin ini (tidak semua vaksin mengandung timerosal) berfungsi sebagai pengawet yang bermanfaat mencegah kontaminasi bakteri dan jamur. Satu botol/vial vaksin Td kan bisa diberikan untuk 10 orang (10 dosis), maka ketika jarum steril baru masuk menembus karet penutup botol vaksin, lebih dari sekali (ingat, jarumnya pasti selalu jarum baru sekali pakai yang dijamin steril), maka adanya risiko kontaminasi kuman sekecil apapun dari luar terkurangi dengan adanya timerosal dalam vaksin. Penggunaan timerosal sudah dilakukan selama puluhan tahun dan terbukti aman.

Tapi kan ini merkuri. Merkuri! Berbahaya lho... 🤔 Ada yang menghubungkannya dengan autis bahkan! 😓
Ternyata tidak, timerosal sudah dibuktikan tidak berhubungan dengan autism. Lalu ada lagi pembagian etil merkuri dan metil merkuri. Timerosal adalah etil merkuri yang berbeda dengan metil merkuri yang terdapat dalam ikan-ikan laut yang tercemar logam berat.
Selengkapnya tentang timerosal sudah saya bahas di fanpage @bukuprokontraimunisasi





Apakah vaksin efektif dalam mencegah penyakit? Bagaimana membuktikannya?



Tahu foto apa ini? Ini adalah hasil pemeriksaan darah seorang anak yang diperiksakan:
- apakah ia memiliki virus hepatitis B di dalam tubuhnya (terinfeksi)? Yaitu dengan pemeriksaan HBsAg.
- apakah ia memiliki kekebalan terhadap virus hepatitis B? Yaitu dengan pemeriksaan Anti HBs. 

Apa hasilnya? HBsAg-nya negatif, artinya ia tidak punya virus dalam tubuhnya. Dan Anti HBs-nya positif, artinya anak ini punya kekebalan untuk TIDAK terinfeksi virus hepatitis B sepanjang hidupnya! Dan tahukah Anda, apa yang membuat Anti HBs anak ini positif? Ya, vaksin hepatitis B sejak beberapa jam kelahirannya!

Mengapa saya periksakan dua hal ini ke pasien saya? Karena anak ini terlahir dari ibu yang positif terinfeksi virus hepatitis B. Maka tugas saya selalu dokter adalah: MENGUPAYAKAN bayinya tidak terinfeksi hepatitis B, yang berpotensi menjadi kanker hati dan sirosis di usia dewasanya. Saya memberikan DUA upaya perlindungan: imunisasi hepatitis B (vaksin) dan pemberian imunoglobulin hepatitis B (HBIg). 

Apa sebenarnya penyakit hepatitis B? Sepenting apa sampai harus diberikan dalam 12 jam setelah lahir? Belajar yuk 😊

Virus hepatitis B (VHB)—seperti namanya—spesifik menyerang organ hati. Sebagian besar orang yang terinfeksi virus hepatitis B tidak mengalami gejala penyakit sampai bertahun-tahun setelah pertama kali virus masuk ke dalam tubuh orang tersebut. Mayoritas orang terdiagnosis hepatitis B dalam bentuk sakit kuning (hepatitis), sirosis hati, atau kanker hati (karsinoma hepatoselular). Penyakit hepatitis B ditularkan melalui kontak dengan darah orang yang terinfeksi hepatitis B sebelumnya, misalnya melalui transfusi darah, penggunaan obat suntik (narkoba), pemakaian tato di kulit, bayi baru lahir yang tertular ibunya, dan hubungan seks. Kadang penularan bisa melalui cara yang tak terduga seperti penggunaan bersama pisau cukur, sikat gigi, atau handuk. Satu milliliter darah seseorang yang terinfeksi virus hepatitis B bisa mengandung satu milyar virus. Virus ini juga dapat berada pada suatu benda (objek) selama 7 hari, meskipun tidak berada di dalam darah. Akibat risiko penularan yang kadang tidak terduga dan mayoritas penderitanya tidak menunjukkan gejala awal, maka vaksin hepatitis B penting diberikan di Indonesia.

Awalnya vaksin hepatitis B hanya diberikan pada kelompok masyarakat yang berisiko tinggi tertular virus hepatitis B, misalnya tenaga kesehatan di RS, pasien cuci darah (dialisis), dan pengguna narkoba suntik. Tetapi karena penularan juga terjadi pada kelompok masyarakat tidak berisiko, maka strategi yang digunakan di AS pada tahun 1980-an ini tidak berhasil. Insidens (angka kejadian) hepatitis B tidak berubah meskipun imunisasi sudah 10 tahun berjalan. Maka strategi diganti menjadi memberikan imunisasi hepatitis B pada bayi sejak baru lahir. Apabila program imunisasi ini berjalan baik dan cakupannya tinggi, maka diharapkan hepatitis B musnah dalam satu sampai dua generasi mendatang.

Bagaimanakah gejalanya?
Pada bayi dan anak-anak, infeksi hepatitis B tidak bergejala, tetapi pada 7 dari 10 remaja dan dewasa yang mengalaminya, terdapat gejala-gejala seperti: demam, nyeri sendi dan perut, mual, muntah, tidak nafsu makan, air seni berwarna gelap, dan kulit serta mata berwarna kuning.

Bagaimana vaksin hepatitis B dibuat?
Upaya menemukan HBsAg memiliki sejarah berliku. Perkembangan bioteknologi mengantarkan pada pembuatan vaksin hepatitis B yang digunakan saat ini, yaitu menggunakan teknologi DNA rekombinan. Rekayasa genetika ini diawali oleh penemuan enzim yang dapat "memotong" DNA yang dihasilkan oleh bakteri Eschericia coli, oleh Herbert Boyer. Di sisi lain, Stanley Cohen menemukan "plasmid", yaitu DNA berbentuk lingkaran (sirkular) yang membawa gen untuk resistensi antibiotik. Plasmid ternyata mudah dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lainya, trrmasuk untuk memimdahkan gen resistensi antibiotik. Cohen kemudian menggunakan enzim temuan Boyer untuk memotong plasmid yang berisi gen resisten antibiotik dan memasukkan gen yang berisi resistensi terhadap antibitoik lain, lalu menyambung kembali DNA plasmid sehingga utuh seperti sebelumnya. Plasmid kini berisi gen yang resisten terhadap dua jenis antibiotik. Cohen memasukkan plasmid tersebut ke dalam bakteri lainnya dan berhasil menciptakan bakteri baru yang resisten terhadap dua jenis antibiotik. Hasil eksperimen ini membuat Boyer dan Cohen menyimpulkan bahwa gen apapun, termasuk gen manusia, dapat dimasukkan ke dalam plasmid bakteri. Ketika bakteri memperbanyak dirinya, maka protein yang dibawanya, termasuk protein manusia, akan ikut diperbanyak juga. Bakteri dapat mejadi pabrik mini yang memproduksi berbagai jenis komponen tubuh manusia. Inilah cikal bakal rekayasa genetik yang ikut digunakan dalam pembuatan vaksin hepatitis B.

Mengapa bayi saya segera harus mendapatkan imunisasi hepatitis B setelah lahir, meskipun saya jelas tidak terinfeksi virus hepatitis B?

Data statistik di AS menunjukkan tiap tahun 18.000 anak terinfeksi hepatitis B sebelum usia 10 tahun. Makin muda usia seseorang terkena hepatitis B, maka makin besar risiko mengalami kanker hati atau sirosis hati di kemudian hari. Apakah sebagian besar anak ini terinfeksi dari ibunya saat proses persalinan? Ternyata separuhnya terinfeksi dari ibunya, tetapi selebihnya dapat terinfeksi dari orang lain atau anggota keluarga lain, dengan cara tidak terduga seperti yang sudah dijelaskan. Orang-orang yang menularkan ini pun mayoritas tidak menunjukkan gejala. Fakta ini menekankan pentingnya imunisasi hepatitis B dan waktunya adalah segera (dalam 12 jam) setelah bayi lahir.

Sekitar 95% infeksi VHB di Asia ditransmisikan secara vertikal dari ibu hamil ke bayi yang dilahirkannya, sedangkan 5% sisanya ditularkan pada masa kehamilan (sebelum proses persalinan). Proses penularan ini harus segera diputusdengan pemberian imunisasi hepatitis B pada usia kurang dari 12 jam sejakbayi dilahirkan (didahului dengan suntikan vitamin K untuk mencegah komplikasi perdarahan).Pemberian imunisasi dini ini juga dapat mencegah bayi dari terinfeksi oleh orang-orang yang tidak diketahui statusinfeksinya kelak setelah pulang ke rumah. Imunisasi hepatitis B kedua diberikan saat bayi berusia 1 bulan, dilanjutkan dengan imunisasi ketiga saat berusia 6 bulan. Sekitar 95 dari 100 orang yang mendapatkan imunisasi hepatitis B lengkap akan terhindar dari infeksi VHB. Apabila sebelum persalinan ibu sudah diketahui terinfeksi VHB, maka saat bayi lahir juga diberikan imunoglobulin G (HBIg).

Data WHO mencatat 240 juta penduduk di seluruh dunia hidup dengan hepatitis B kronik dan 600.000 orang meninggal akibat komplikasinya setiap tahun. Di Amerika Serikat, mayoritas penderita mendapatkan infeksi VHB saat masih anak-anak. Sekitar 90% anak-anak ini akan mengalami infeksi kronik, dan 1 dari 4 akan mengalami komplikasi termasuk kanker.

Pengobatan terhadap anak yang terinfeksi VHB juga masih kurang efektif, misalnya dengan interferon atau analog nukleotida. Di Indonesia, salah satu masalah terbesar adalah pemberian imunisasi hepatitis B pertama pada usia kurang dari 12 jam sering ditunda. Misalnya karenaalasan tidak siap atau HBsAg ibu negatif. Padahal ibu dengan HBsAg negatif belum tentu tidak mengidap hepatitis B. Bisa terjadi occult hepatitis B, yaitu orang dengan HBsAg negatif, dapat menunjukkan anti HBc positif pada pemeriksaan lanjut.Pada kondisi ini, sebenarnya orang tersebut telah mengidap penyakit hepatitis B. Inilah alasan pentingnya imunisasi hepatitis B pada usia kurang dari 12 jam pertama, tanpa melihat status HBsAg ibu.

Pada anak yang dilahirkandari ibu hamil dengan HBsAg positif dan mendapatkan imunoglobulin dalam waktu kurang dari 12 jam, dilanjutkan/dibarengi dengan imunisasi hepatitis B, maka tingkat keberhasilan pencegahan infeksi VHB dapat mencapai 95-97%. Satu hal yang harus diingat adalah kurang dari 5% penularan dapat terjadi dalam kandungan (sebelum persalinan), sehingga idealnya semua ibu hamil diperiksa status HBsAg-nya.

Seberapa menularkah hepatitis B?
Apabila 10 orang sehat (belum pernah diimunisasi hepatitis B dan tidak terinfeksi VHB) tinggal satu rumah dengan orang yang terinfeksi VHB, maka diperkirakan 4 dari 10 orang sehat ini akan terinfeksi.

Apakah vaksin hepatitis B efektif?

Efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi VHB adalah 90-95%. Memori sistem imun menetap minimal sampai 15 tahun pasca imunisasi, namun secara teoritis bisa sampai seumur hidup, sehingga pada anak secara umum tidak dianjurkan untuk imunisasi booster setelah berusia lebih dari 6 bulan. 

Manfaat Imunisasi Hepatitis B
1. Mengurangi kematian akibat komplikasi VHB
2. Mencegah kanker hati dan sirosis (gagal) hati
3. Mencegah penularan terhadap orang lain

Selengkapnya di buku Pro Kontra Imunisasi yang saya tulis.

Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?

 (tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...