Sunday, January 24, 2021

Vitamin Penambah Nafsu Makan

“Dok, anak saya susah makan. Ada vitamin penambah nafsu makan buat anak saya?”

Ini adalah pertanyaan yang (sejujurnya) saya hindari. Kenapa? Karena memang nggak ada yang namanya “vitamin penambah nafsu makan”. Anak-anak yang susah makan ya dievaluasi dan dianalisis: kenapa susah makan? Jadi harus BERPIKIR. Silakan tanya kepada para konsultan nutrisi anak, tidak ada yang meresepkan “vitamin” penambah nafsu makan. Tapi kalau mau tetap dikasih “resep” untuk penambah nafsu makan anak, boleh juga. Ini saya kasih.

Resepnya dari guru saya, dr. Purnamawati, Sp.A(K):

1. Lapar.
2. Enak.

Iya, supaya anak mau makan dan nafsunya tinggi, maka berikan makan ketika ia lapar, dan makanannya harus enak! Setuju kan? Ini pun sejalan dengan Sunnah Rasulullah. 
Makanya dalam konsep “properly fed” dalam pemberian MPASI dari WHO, bayi/anak harus dikenalkan rasa lapar dan kenyang sesuai prinsip #responsivefeeding
Makanan juga harus enak. Enak menurut si bayi/anak lho ya. Kadang sang pembuat masakan sudah merasa masakan yang dibuatnya enak, karena selalu variatif. Tapi bagi si bayi: kok dicampur terus sih 😢 Kok bentuknya tim campur “gado-gado” 😓 Aku kan bosan. 
Ngomong ngomong, vitamin itu sebenarnya apa? Memangnya nggak penting. Nah, wajib baca ya di http://milissehatyop.org/caping-16-obat-nafsu-makan-apa-ya/
Tulisan guru saya. Singkat kok. Jangan lupa baca seluruh artikel di web-nya @milissehatyop

Vaksin Bikin Autis?

Hoax lama bersemi kembali.

Pesan berantai “Vaksin Penyebab Autis” ini berulang kali muncul. Membaca sekilas pesannya, ternyata sama persis dengan “broadcast” bertahun-tahun lalu yang sudah saya tanggapi. Ternyata pesan dengan narasi hoaks ini terus berputar-putar di masyarakat, dan selalu ada yang baru pertama kali membacanya. Diawali dengan kalimat “Buat para Pasangan MUDA. Oom dan Tante yg punya keponakan... atau bahkan calon ibu ... perlu nih dibaca ttg autisme..“ Bla bla bla dst. Benarkah pesan yang terkandung di dalamnya? Singkat saja tanggapan saya: tidak benar. Vaksin tidak menyebabkan autisme. Tidak ada hubungan antara vaksin MR/MMR dengan autisme. Silakan geser semua gambar di feed ini agar lebih jelas. Karena terlalu banyak kalimat tanggapan saya, maka semua sudah terangkum di buku saya yang insya Allah akan tersedia pekan depan “Yakin Dengan Vaksin dan Imunisasi?”. 
@tirtoid juga sudah merangkum tanggapan saya dalam bentuk infografis menarik.
Mari cerdaskan diri dari banyaknya hoax tekait #vaksin dan #imunisasi.









Pemesanan buku "Yakin dengan Vaksin dan Imunisasi?" ke Admin buku di Whatsapp 081315453731.

Bayi Mulai Susah Makan? Bayangkan: Seandainya Kita Menjadi Dia, Mengapa Mulai Susah Makan?

Kapan bayi mulai susah makan? Padahal awal awal #MPASImasih semangat makannya. Disuguhkan apa saja mau. Biasanya, pada usia 8-10 bulan, mulailah si bayi susah makan. Alias tidak makan seperti biasanya. Entah porsi makannya yang berkurang, hanya beberapa suap saja. Atau makannya tidak semangat, jadi sering diemut. Atau tidak mau makan nasi. Maunya makan “cemilan”. Padahal karbohidrat kan nggak melulu nasi ya? Hehe.


Susah makan saya amati ada 2: pada anak sakit, dan anak sehat. Anak sakit wajar saja makannya susah. Tapi begitu sehat, nafsu makan kembali seperti semula. Tapi kalau anak sehat, kok bisa susah makan ya? Perlu ke dokter? Jawabannya: pada sebagian besar kasus, tidak perlu. Maka amati bagaimana pertumbuhannya di 
#grafikpertumbuhan alias #growthchart. Kalau masih bagus, anak masih tumbuh, meskipun #pickyeater, maka tidak perlu khawatir. Tapi tetap ANALISIS: kenapa anaknya jadi picky eater. Pastinya bukan karena tumbuh gigi lho ya. Pahami juga prinsip responsive feeding WHO, yaitu salah satu dalam empat prinsip pemberian #MPASI pada anak, sesuai panduan @who , salah satunya adalah “properly fed”, yaitu dengan metode #responsivefeeding. Dari 5 poin yang ada, kita bisa lihat poin pertama dan terakhir mengharuskan “pendamping” makan ikut terlibat aktif dalam memberikan makan bayi/anak. Maka konsep “makan berjamaah” yang saya tuliskan dalam feed 2 hari lalu, cukup relevan dengan prinsip responsive feeding ini. 
Maka jadikan saat makan bayi/anak menyenangkan, karena pendamping ikut terlihat makan, berada dalam posisi “sejajar” dengan bayi/anak, sama-sama duduk dan memegang sendok, bahkan dengan menu yang relatif sama apabila bayi sudah lebih besar, dan ajak bicara dengan ekspresi wajah dan suara menyenangkan dan bersemangat.

Tapi, kadang, namanya orangtua, ada aja yang nggak puas. Pokoknya: anak saya harus mau makan seperti dulu lagi. Gampang makannya.

Andaikan bayi-bayi yang umurnya belum 1 tahun ini bisa bicara, mereka pasti akan ngomong: “Bu, aku maunya makan ini. Aku nggak mau makan itu. Aku bosan!” Atau: “aku maunya pegang sendok sendiri. Aku nggak mau disuapi!” Atau: “Aku nggak mau makan dicampur semua jadi satu. Rasanya sama saja bagiku. Meskipun aku tahu masakannya selalu berganti dan enak. Aku maunya dipisah-pisah. Kan aku bosaaann.”. Atau, “aku maunya makanan persis sama dengan Ayah dan Ibu. Aku nggak mau dibedakan! Aku nggak mau bubur tim. Memangnya nggak boleh ya?”. Atau ia akan mengambil HP, membuka aplikasi, dan memesan menu di G*-food atau G**b-food sesuai keinginannya 😁

“Dok, anak saya susah makan. Ada vitamin penambah nafsu makan buat anak saya?”
Ini adalah pertanyaan yang (sejujurnya) saya hindari. Kenapa? Karena memang nggak ada yang namanya “vitamin penambah nafsu makan”. Anak-anak yang susah makan ya dievaluasi dan dianalisis: kenapa susah makan? Jadi harus BERPIKIR. Silakan tanya kepada para konsultan nutrisi anak, tidak ada yang meresepkan “vitamin” penambah nafsu makan. Tapi kalau mau tetap dikasih “resep” untuk penambah nafsu makan anak, boleh juga. Ini saya kasih.

Resepnya dari guru saya, dr. Purnamawati, Sp.A(K):
1. Lapar.
2. Enak.

Iya, supaya anak mau makan dan nafsunya tinggi, maka berikan makan ketika ia lapar, dan makanannya harus enak! Setuju kan? Ini pun sejalan dengan Sunnah Rasulullah. 
Makanya dalam konsep “properly fed” dalam pemberian MPASI dari WHO, bayi/anak harus dikenalkan rasa lapar dan kenyang sesuai prinsip #responsivefeeding
Makanan juga harus enak. Enak menurut si bayi/anak lho ya. Kadang sang pembuat masakan sudah merasa masakan yang dibuatnya enak, karena selalu variatif. Tapi bagi si bayi: kok dicampur terus sih 😢 Kok bentuknya tim campur “gado-gado” 😓 Aku kan bosan. 
Ngomong ngomong, vitamin itu sebenarnya apa? Memangnya nggak penting. Nah, wajib baca ya di http://milissehatyop.org/caping-16-obat-nafsu-makan-apa-ya/
Tulisan guru saya. Singkat kok.

Saturday, January 23, 2021

Wajarkah Bercak Merah yang Kadang Dijumpai di Popok Bayi?

Pernah menjumpai bercak kemerahan, cenderung berwarna oranye (merah-)?bata) di popok bayi Anda? Bahkan muncul berulang kali! 😱 Normalkah hal ini? Darah? Atau infeksi saluran kemih (ISK)? (sekarang sedikit2 ISK, sedikit2 ISK 😓). Mayoritas kondisi ini ternyata masih wajar. Yaitu adanya urate crystal (kristal urat) di dalam air seni (urin) bayi, dan ketika bersentuhan dengan diaper, terjadilah reaksi kimia yang membuat munculnya warna oranye/merah bata (brick strain). Kondisi ini memang cukup sering terjadi pada bayi baru lahir (newborn), khususnya pada beberapa minggu pertama, ketika konsentrasi urin bayi masih cukup pekat, ditambah produksi ASI yang masih sedikit, sehingga bayi relatif “dehidrasi”, menambah pekatnya warna urin.


Kondisi ini bisa baru muncul, atau muncul kembali beberapa bulan sesudahnya. Tentunya masih dalam usia bayi. Salah satu metabolit tubuh adalah asam urat, dan ketika disaring di ginjal, maka Urin yang mengandung asam urat (dalam bentuk kristal) sangatlah wajar. Kondisi relatif dehidrasi (tidak dehidrasi sebenarnya) bisa membuat kristal urat mengendap di diaper. Dan tentunya ini bukanlah darah, dan bukan ciri ISK.


Tetapi apabila bercak kemerahan/oranye sering muncul, dan membuat khawatir orangtua, apalagi ditambah bayi yang tidak tampak nyaman saat berkemih, maka periksakan saja urin bayi ke laboratorium, atau konsultasikan terlebih dulu ke dokter anak. Pastikan apakah memang sekedar kristal urat yang masih mungkin wajar, atau ada kondisi lain berupa jenis kristal lain, atau bahkan sel darah merah (eritrosit) dan/atau ISK (didapatkan banyak leukosit dalam hitung jenis, dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan kultur/biakan urin). 


Silakan baca baca lebih lanjut di artikel populer di website AAP @healthychildrenaap , @drgreene , @medscape 
#kristalurat #uratecrystal #diaper#infant #bayi 
Seputar bayi baru lahir bisa dibaca di buku #BertemanDenganDemam. Pemesanan ke Admin buku di Whatsapp 081315453731


Friday, January 22, 2021

Apakah Bentuk "O" pada Kaki Anak Batita Wajar, atau Merupakan Kelainan?

“Dok, anakku baru berusia 2 tahun. Ia sudah bisa jalan sejak usianya 12 bulan. Tapi kok jalannya “ngangkang” ya? Bentuknya seperti huruf “O” ketika berdiri. Normal nggak ya? Aku takut ini penyakit “kaki O”. Atau karena dulu waktu bayi nggak dibedong? Kan kata dokter, bayi nggak perlu dibedong?” 😅



Pertanyaan ini cukup sering. Setelah saya amati, kebanyakan masuk kategori “physiologic bowed leg”. Alias: kaki “bowed” (melengkung/seperti busur/O) yang fisiologis, alias wajar. Dan seiring waktu, akan menghilang, biasanya sampai berusia 3-4 tahun. Sesudahnya, anak balita berjalan tidak tampak “mengangkang” atau makin berkurang bentuk “O”-nya. Saya yakin banyak orangtua di sini punya pengalaman serupa. Kadang ketika melepas diaper pun terlihat bedanya. Apalagi ketika diaper penuh dan anak batita berjalan dengan santainya. Ia tampak mengangkang cara berjalannya 😁



Lalu, kapan harus khawatir? Ketika bentuk “O” ini tidak wajar. Yaitu ketika dicurigai penyakit bernama “rickets” yang berhubungan dengan kekurangan vitamin D. Ini cukup jelas bedanya, dan kasusnya jarang, serta dokter anak mampu mendiagnosisnya sejak bayi/baduta (bawah 2 tahun). Anak-anak dengan rickets, selain bentuk O-nya dominan dan tidak terkoreksi seiring waktu, perawakannya juga biasanya pendek (short stature). Ini terlihat dari grafik pertumbuhan.



Semoga cukup jelas ya. Amati milestones perkembangan anak Anda, khususnya ketika seharusnya ia sudah berjalan (motorik kasar), dengan kemampuan mempertahankan keseimbangan, cara berjalannya (gait), dan apabila khawatir, silakan konsultasikan ke dokter.






Apakah Bayi ASI Eksklusif Bisa Gagal Tumbuh?

Pernah punya pengalaman mendapatkan bayi yang pertumbuhannya tidak baik? Padahal sang Ibu merasa ASI-nya cukup. Pipis bayi banyak. Bayi juga tampak puas saja. Tidak rewel. Tapi dokter bilang, beratnya kurang. Aduh, gimana ya? Nanti malah disuruh minum susu formula..


Pertama, bayi bisa mengalami gagal tumbuh atau failure to thrive (ada juga yang menyebutnya weight/growth faltering), dan sayangnya sang ibu tidak menyadarinya sedini mungkin. Ya, saya mengamati beberapa Ibu merasa sudah memberikan ASInya dengan baik, dan tentunya ASI terus diproduksi, tetapi ternyata berat badan bayinya tidak naik dalam satu bulan pertama (bahkan lebih), atau malahan turun dari berat lahir. Apakah ASInya yang “salah”? Atau ibunya yang salah? Saya tidak mau menggunakan kata salah. Ternyata pengetahuan ibunya yang kurang dalam memahami manajemen laktasi, dan tidak memantau berat dan panjang badan bayi si kurva pertumbuhan. Jadi ada dua hal penting di sini: manajemen laktasi, dan pemantauan tumbuh-kembang sejak lahir. Ya, idealnya semua ibu, bahkan sejak masih hamil anak pertama, punya bekal kedua ilmu ini. Bukankah sejak hamil, semua ibu dibekali dengan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)? Pelajari dan pahami seluruh isi buku ini dengan baik! Plot berat, panjang badan, dan lingkar kepala bayi sejak lahir dan tiap bulan ke depannya. Bayi baru lahir memiliki waktu kontrol saat berusia setidaknya satu minggu, dan saat berusia satu bulan. Tenaga kesehatan seharusnya mampu mendeteksi sedini mungkin berat badan yang tidak naik, dan mengevaluasi penyebabnya, serta mencarikan solusinya. Buku KIA juga memberikan informasi tentang laktasi.




Lalu, kalau memang sudah terjadi gagal tumbuh, apa yang harus dilakukan? Kadang masalah ini terjadi bukan di anak pertama atau kedua, tetapi di anak ketiga, misalnya. Si Ibu tidak pernah punya masalah menyusui saat anak pertama dan kedua, sehingga tidak menyadari ketika anak ketiga atau keempatnya mengalami gangguan pertumbuhan. Langkah pertama tentunya mengevaluasi penyebab masalah, dan mayoritas adalah ASI yang ternyata tidak cukup bagi kebutuhan bayi untuk tumbuh. 
Lanjutan di gambar ya, mulai nomor 2 dst. Lebih detil ada di buku #MakanTepatTumbuhSehat. Pesan ke Admin buku di Whatsapp 081315453731









Sunday, September 29, 2019

Selamat Merokok!

“Dok, anak saya sudah dua kali dirawat di RS karena sesak napas.” Seorang Ibu bertanya.
“Sakitnya apa?” Tanya saya. “Pneumonia?”
Si Ibu mengangguk. Anaknya belum berusia genap satu tahun. Masuk kategori bayi. Padahal imunisasi dasar lengkap.
“Ada yang merokok di rumah?” Tanya saya lagi. Pertanyaan standar.
“Ayahnya.” Jawab Ibu singkat. Sayang sekali ayahnya tidak ikut saat itu. Baiklah, #resepdokterapin kembali harus dibuat.

Saya sudah berkali kali menjelaskan bahaya #rokok terhadap kesehatan saluran napas anak. Silakan geser dan simak beberapa kesimpulan penelitian berskala #metaanalisis dan #systematicreview ini. Para dokter dan penikmat jurnal kedokteran paham tingkat “kesahihan” jurnal-jurnal serupa. Tidak ada keraguan. #Merokok menyumbang banyak kasus #pneumonia dan berbagai infeksi saluran napas lain. Siapa yang merokok, dan siapa yang mati. Orang dewasa yang merokok, anak-anaknya yang dirawat di RS.

(Semua jurnal ini adalah open access dan bisa dibaca bebas dengan mengetikkan judulnya di mesin pencari).

Selamat merokok. Hisab menanti kelak bagi semua orang. Alam akhirat jelas adanya.
#infeksisalurannapas #pneumonia #bronkitis #bronkiolitis #asma#tuberkulosis #mati #alamkubur #azabkubur #akhirat




Apakah duduk posisi-W berdampak buruk bagi anak?

Banyak sekali orangtua yang menanyakan: anak saya sering sekali duduk dengan posisi-W. Dia tampak nyaman dengan posisi itu. Haruskah saya mengubahnya? Menggerakkan kakinya agar berubah menjadi duduk bersila? Atau mencarikannya bangku dan meja, supaya ia tidak duduk melantai? Saya pernah mendengar kebiasaan duduk dengan posisi-W dapat mengganggu pertumbuhan tulangnya di kemudian hari, bahkan menyebabkan cedera panggul dan gaya berjalan buruk!
Pembahasan “w-sitting” atau “duduk-W” memang kontroversial sampai saat ini. Termasuk di kalangan tenaga kesehatan terkait yang mendalami bidang rehabilitasi medik dan ortopedi. Maka saya harus sangat berhati-hati membahasnya. Dari penelusuran terhadap beberapa artikel populer (untuk awam), pendapat ahli, dan artikel berbasis bukti (evidence based), maka saya mendapatkan beberapa kesimpulan ini. (Semua tautan/link terkait lebih detil di highlight “Duduk Posisi-W” di Instagram @dokterapin dan Twitter @dokterapin), 
- Secara umum, kesimpulan yang saya dapatkan adalah: #dudukposisiWini tidak menyebabkan gangguan ortopedik (dislokasi/selip panggul, posisi tulang memuntir), otot (kaku otot panggul), atau neurologis/saraf (kelemahan otot). Artikel dari International Hip Dysplasia Institute menuliskan “W-sitting posture is normal for many children, and should be allowed even though children who can sit like this often walk with their feet turned in – called pigeon toed walking” (tautan di highlight). Lembar edukasi Seattle Children’s Hospital juga menyebutkan “Having your child sit on their bottom with their knees and feet out to the side of the hips (“W” position) will not affect your child’s hips or legs or worsen the intoeing”. Dan American Family Physician menjelaskan “the W sitting position is common in children with increased femoral anteversion; however, there is no evidence that sitting habits cause or worsen orthopedic lower extremity problems”.
- Mengapa anak tampak nyaman duduk dengan posisi-W? Salah satunya terkait dengan kondisi “femoral torsion/anteversion” yang terjadi saat bayi lahir dan menetap sampai beberapa tahun sesudahnya. Tapi jangan samakan dengan orang dewasa ya. Nyamankah Anda duduk dengan posisi-W? Ketika “perputaran paha ke dalam” makin menjauh seiring bertambahnya usia, maka duduk-W bisa menghilang sendiri. Alasan lain adalah posisi-W membuat anak mampu menjaga keseimbangan tubuhnya, sehingga ia fokus mengerjakan hal lain sambil duduk di lantai.
- Lalu apakah harus mengubah posisi anak yang terbiasa duduk-W? Silakan coba! Banyak yang secara alamiah mengembalikan ke posisi-W nya lagi. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah: ketika anak nyaman dengan satu posisi itu, apalagi sambil nonton gawai/gadget, maka tentunya berdampak buruk dengan “screen time” yang lama. Anak juga tidak baik duduk dalam satu posisi terlalu lama. Harus banyak bergerak. Maka mengubah posisinya menjadi “tidak nyaman” bisa membuatnya lepas dari gawai dan beraktivitas dengan gerakan.
Saya sekali lagi menekankan masih ada perbedaan pendapat mengenai topik ini. Tapi dari beberapa referensi yang saya baca, maka ini pandangan saya.







Komentar saya terhadap overdiagnosis Tongue Tie dan overtreatment insisi

Berhubung banyak yang nanya #overdiagnosis #tonguetie dan #overtreatment insisi alias #frenotomi itu seperti apa? Maka singkatnya saya ambil saja isi dari “Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia” yang judulnya “Diagnosis dan Tata Laksana Ankyloglossia (Tongue Tie)”. Jelas sekali bahwa mendiagnosis tongue tie yang harus diinsisi itu tidaklah mudah. Alurnya puanjaaaang. Itupun harus dilakukan dulu pendampingan menyusui, apabila ada kesulitan menyusui, sampai beberapa waktu, sampai akhirnya diputuskan untuk harus diinsisi. Mengapa? Karena pada banyak kasus, dengan pendampingan menyusui yang baik, masalah menyusui terselesaikan! Tanpa harus “ujug-ujug” (baca: buru-buru) diputuskan untuk frenotomi. Inilah pentingnya peran konselor menyusui 😊.
Jadi: TIDAK overdiagnosis artinya mampu mendiagnosis dengan tepat sesuai algoritma yang ada di gambar dan skor HATLFF, dan TIDAK overtreatment artinya mampu memberikan konseling dan pendampingan manajemen menyusui yang adekuat. Mengingat 50-75% bayi dengan ankyloglossia TETAP DAPAT MENYUSU tanpa kendala, dengan pendampingan konselor menyusui yang tepat 😊

Pelekatan (latch-on) yang kurang tepat dan nyeri pada puting ibu belum tentu karena tongue tie. Bisa jadi karena penyebab lain. Silakan simak keempat gambar untuk lebih jelasnya.




Vitamin Penambah Nafsu Makan

“Dok, anak saya susah makan. Ada vitamin penambah nafsu makan buat anak saya?” Ini adalah pertanyaan yang (sejujurnya) saya hindari. Kenapa?...