Showing posts with label diagnosis. Show all posts
Showing posts with label diagnosis. Show all posts

Tuesday, January 16, 2018

Infeksi Virus atau Bakteri?


Dua hari ini si kecil demam. Suhunya 39 derajat selsius, dan hidungnya mampet. Hampir sepanjang hari ia batuk. Ibu membawanya ke dokter dan mendapatkan obat. Ternyata salah satunya antibiotik. Haruskah diminum? 


Masih ingat kapan pertama kali anak Anda mengalami demam? Saat masih bayi? Apa perasaan Anda saat itu? Panik, bingung, atau tetap tenang sambil berpikir langkah pertama yang harus dilakukan? Sebagian dari Anda mungkin pergi ke dokter dan mendapatkan penjelasan sakitnya disebabkan oleh infeksi. Apakah infeksi itu? Yaitu masuknya kuman ke dalam tubuh, dan bisa menimbulkan sakit atau tidak. Tergantung dari daya tahan tubuh. Kuman atau mikroorganisme berukuran sangat kecil dan tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, tetapi justru merupakan penghuni terbesar alam semesta ini. Jenisnya bermacam-macam, tetapi yang paling sering menyebabkan penyakit pada manusia adalah virus dan bakteri. Bagaimana membedakan keduanya?


Pertama, kita harus mengenali apakah virus dan bakteri itu. Bakteri adalah makhluk hidup bersel satu, yang ada di berbagai tempat di muka bumi. Di permukaan tanah hingga kedalamannya, di permukaan air hingga kedalaman laut, bahkan di udara. Tubuh makhluk hidup pun, termasuk manusia, dihuni oleh berbagai jenis bakteri. Para peneliti mendapatkan fakta jumlah bakteri penghuni tubuh manusia ternyata sepuluh kali lipat lebih banyak dibandingkan jumlah sel penyusun tubuh manuaia! Jika ada 10 trilyun sel penyusun tubuh manusia, maka ada 100 trilyun bakteri penghuni tubuh manusia! Nah, dengan jumlah bakteri sebanyak ini, dan mendiami tubuh manusia sejak bayi dilahirkan dan menampakkan diri untuk pertama kalinya ke dunia ini, mengapa manusia jarang sakit? Karena bakteri-bakteri ini baik! Ya, mayoritas bakteri yang ada di dalam semesta, termasuk di tubuh manusia adalah penghuni “alami” dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Keseimbangan bakteri di alam menjaga keseimbangan hidup makhluk hidup. Bakteri di usus besar manusia misalnya, menjaga agar saluran pencernaan kita bekerja baik, mampu mencerna makanan secara wajar, tidak sembelit, dan menghasilkan vitamin K yang berfungsi dalam pembekuan darah. Hanya kurang dari 10% bakteri yang dapat menyebabkan sakit pada manusia.

Berbeda halnya dengan virus. Virus sebenarnya bukan makhluk hidup, karena ia tidak dapat hidup mandiri di luar sel makhluk hidup. Virus ada di mana-mana, dan dapat menghuni seluruh sel hidup di alam, seperti tumbuhan, hewan, bahkan bakteri pun bisa dihinggapi oleh virus. Virus menyebabkan sakit pada manusia dengan cara mengambil alih fungsi sel di tubuh dan merusak kerjanya. Ternyata mayoritas penyakit pada manusia disebabkan oleh infeksi virus.


Kedua, untuk mengetahui apakah penyebab penyakit ini adalah virus atau bakteri tentunya dengan mengidentifikasi kuman penyebabnya. Misalnya dengan mengisolasi virus atau bakteri dari jaringan atau sel tubuh yang sakit, lalu mengenalinya di laboratorium. Tetapi ini tentunya bukan hal yang mudah, karena membiakkan virus dan bakteri bukan tindakan laboratorium yang sederhana, lalu sangat sedikit fasilitas laboratorium yang mampu melakukannya, dan membutuhkan biaya sangat tinggi serta seringkali menyakitkan bagi manusia (melakukan biopsi jaringan misalnya). Maka seiring perkembangan ilmu kedokteran selama berabad-abad dan makin banyaknya penyakit yang dikenali, mengetahui diagnosis suatu penyakit dapat menentukan apakah penyebabnya infeksi virus atau bakteri.

Sebagai contoh. Ketika seseorang didiagnosis selesma alias batuk dan pilek (seperti ilustrasi di awal tulisan) atau common cold, maka jelaslah bahwa penyebabnya infeksi virus. Selesma dan penyakit sejenisnya bernama influenza (flu) yang merupakan infeksi saluran napas atas, disebabkan oleh infeksi virus. Mungkinkah ternyata penyebabnya infeksi bakteri? Jika ternyata penyakit menjalar ke saluran napas dan menyebabkan pneumonia (radang paru), maka bisa jadi penyebabnya infeksi bakteri. Bagaimana membedakan selesma atau flu, dengan pneumonia? Ada tanda dan gejala yang bisa dibaca di banyak sumber, dan pemeriksaan dokter memastikan diagnosisnya. Maka jangan pernah lupa: tanyakan kepada dokter apa diagnosisnya (dalam bahasa medis/kedokteran, bukan bahasa awam). Pemberian terapi atau obat menyesuaikan dengan diagnosis. Ketidaksesuaian antara diagnosis dan terapi tentu dapat menimbulkan keraguan.


 Beberapa diagnosis penyakit tersering dan penyebabnya ada dalam gambar.


Ketiga, infeksi virus tidak diobati dengan antibiotik (antivirus pun diberikan hanya pada sebagian kecil penyakit berat). Umumnya daya tahan tubuh yang akan memulihkan penyakit akibat infeksi virus, seiring waktu. Infeksi bakterilah yang membutuhkan antibiotik. Apabila seseorang didiagnosis penyakitnya akibat infeksi virus lalu ia diberikan antibiotik, maka diagnosis atau terapinya harus dipertanyakan.


Keempat, kebanyakan penyakit akibat infeksi virus sifatnya ringan dan anak masih dapat beraktivitas atau tampak ceria. Sedangkan infeksi bakteri yang bergejala berat dan tidak segera diberikan antibiotik dapat berakibat fatal, bahkan kematian. Maka sebelum mengetahui apa diagnosis suatu penyakit, maka hal terpenting bagi seluruh orangtua adalah: mengenali tanda-tanda kegawatan yang mengharuskan segera ke dokter/rumah sakit. Misalnya:

Sesak napas, ditandai dengan napas cepat lebih dari 50 kali per menit dan adanya tarikan di antara sela-sela iga
Dehidrasi atau kekurangan cairan, yaitu lebih dari 6-8 jam anak tidak buang air kecil
Demam di atas 39 derajat selsius dan anak cenderung lemah, serta tidak ada gejala-gejala pendampingnya
Anak banyak tidur dan sukar dibangunkan
Kejang untuk pertama kalinya dan berlangsung lebih dari 5 menit, dilanjutkan dengan penurunan kesadaran
Perdarahan yang tidak kunjung berhenti

Maka di era informasi yang sangat mudah didapatkan lewat ponsel cerdas, bekalilah diri dengan ilmu kesehatan dari situs-situs terpercaya, seperti www.idai.or.idwww.milissehat.web.idwww.kidshealth.org dan www.who.int Selamat belajar!


Tulisan pernah dimuat di Rubrik Tumbuh Kembang Majalah Ummi yang ditulis oleh dr. Arifianto, Sp.A




Monday, August 08, 2016

Dokter mengobati orang, bukan hasil lab


- Dokter tidak mengobati hasil laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya. Tapi yang diobati adalah pasiennya (orangnya). Jika ada ketidaksesuaian antara hasil pemeriksaan penunjang dengan orangnya (klinis), maka dokter akan lebih mempertimbangkan pemeriksaan klinisnya

- Kadang pasien/konsumen kesehatan terburu-buru ingin memeriksakan lab/ronsen/penunjang lainnya, meskipun sebenarnya dokter belum meminta. Tak jarang pasien datang sudah membawa hasil lab langsung ke dokternya, dan "meminta" dokter mengobati/memberikan penanganan sesuai hasil lab tersebut. Padahal bisa saja kembali ke poin nomor satu di atas ya

- Nilai lekosit (sel darah putih) bisa naik akibat infeksi apapun (virus, bakteri) maupun non infeksi (keganasan/kanker, autoimun, kehamilan). Maka tidak bijak menentukan perlu tidaknya antibiotik semata dari hasil laboratorium.

Maka, semua kembali kepada: apa diagnosisnya? Jangan ragu tanyakan pada dokter: apa diagnosisnya (dalam bahasa medis, penjelasan dalam bahasa yang dimengerti)?

Friday, August 05, 2016

Lagi-lagi tentang antibiotik

"Oke deh. Batuk-pilek alias selesma obatnya cuma SABAR. Tapi setelah 2 minggu anak saya batuk-pilek, terus dapat antibiotik, alhamdulillah langsung sembuh. Berarti kalau mau cepat sembuh bisa dengan minum obat dong?"

Pernah mengalami hal serupa? Dalam pengamatan saya, kondisi di atas namanya adalah koinsidens (coincidence) alias kebetulan. Lha kok bisa?

Ini alasannya:
- infeksi virus obatnya bukan antibiotik
- anak ini kebetulan pas minum antibiotik, pas saatnya sakitnya menyembuh. Jadi kebetulan terjadi di waktu bersamaan. Makanya dipikirkan adanya hubungan sebab-akibat. Padahal sepertinya tidak ada.
- penggunaan antibiotik terlalu sering dan tidak pada tempatnya meningkatkan risiko sakit. Lho kok bisa? Alasannya:
(1) antibiotik melawan bakteri. ketika ia masuk ke tubuh manusia dan tidak menemukan bakteri jahat untuk dilawan, maka yang diserangnya adalah bakteri baik di seluruh tubuh manusia, terutama di usus besar (koloni terbesar). Padahal bakteri baik ini menjaga tubuh kita tetap sehat. Walhasil terjadilah mencret (diare).
(2) bakteri baik tak berdosa yang diserang ini akan memperbaiki sistem pertahanannya, sehingga kelak di kemudian hari ketika ia diserang antibiotik, ia tidak mudah dikalahkan. Terciptalah bakteri super alias superbug, yang bisa jadi kebal terhadap berbagai macam antibiotik. Ketika bakteri ini berubah jadi jahat dan menyebabkan penyakit, maka antibiotik tidak mempan lagi. Risiko kematian meningkat!

Maka jangan lupa, tiap kali Anda berkunjung ke dokter, tanyakan 4 hal ini:
1. Apa diagnosis sakit saya/anak saya? (dalam bahasa medis, supaya bisa browsing di internet)
2. Jika penyebabnya infeksi, apakah virus atau bakteri? (atau jamur, amuba, dll)
3. Mengapa diberi antibiotik?
4. Apa saja tanda gawat darurat yang membuat saya/anak saya harus segera ke dokter/RS?

Selamat belajar! :-)

Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?

 (tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...