Thursday, April 13, 2006

Perlukah Suplementasi AA/DHA dalam Susu Formula? (Iklan Produk Kesehatan yang Menyesatkan part 2)



Mohon maaf kalau tulisan ini jadinya seperti artikel semi ilmiah. Hanya berusaha menyumbangkan sedikit informasi yang saya punya sebelum meninggalkan Jakarta menuju lokasi tanpa koneksi internet sama sekali (listrik dan telepon saja belum tahu ada/tidaknya).

Maraknya iklan susu formula di mana-mana: TV, majalah, koran mendorongku menelusuri lebih lanjut, perlukah suplementasi AA/DHA dalam susu formula. Tujuan tulisan ini adalah menekankan tidak ada yang mampu menggantikan ASI dalam enam bulan pertama kehidupan bayi.

Susu formula dibuat dengan berusaha meniru semirip mungkin kandungan yang ada dalam ASI, untuk memenuhi segala kebutuhan nutrisi bayi: karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Sebagian besar formula ini diambil dari susu sapi, yang dinilai kandungannya hampir menyerupai air susu manusia, dan mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi. Sebagian kecil adalah susu kedelai.

Ada satu kandungan dalam ASI yang tidak terdapat dalam susu formula kebanyakan, yaitu AA/DHA. Berbagai penelitian menunjukkan bayi yang mendapatkan ASI sampai usia satu tahun memiliki perkembangan otak lebih baik dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan ASI. Kandungan yang menentukan ini adalah asam arakidonat (arachidonic acid/AA) dan asam dokosaheksaenoat (docosahexaenoic acid/DHA), suatu asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang (long chain polyunsaturated fatty acids/PUFA), yang merupakan batu bata utama pembangun jaringan saraf di retina (saraf mata) dan otak. Mengetahui hal ini, para peneliti biokimia berlomba-lomba memasukkan AA dan DHA dalam kandungan susu formula, dan melihat dampaknya apakah menyerupai keuntungan bayi yang mendapatkan ASI.

Sebuah tulisan dalam jurnal Nutrition Noteworthy tahun 2002 yang berjudul: “Finding the Magic Formula: Should Polyunsaturated Fatty Acids be Used to Supplement Infant Formula” yang ditulis Mailan Cao menjelaskan tiga hal utama yang menjadi indikator utama outcome (keluaran) suplementasi AA/DHA ini, mengingat tidak semua hal yang terbukti di laboratorium (in vitro) atau hewan percobaan, lantas sama efeknya ketika diterapkan pada manusia.

  1. Suplementasi AA/DHA dan kadarnya dalam asam lemak plasma (darah)

Setelah dibuktikan aman untuk dikonsumsi tubuh manusia, peneliti ingin membutikan apakah suplementasi AA/DHA dapat diserap tubuh sama halnya kandungan dalam ASI, melihat bukti kadar AA/DHA dalam tubuh bayi yang mendapatkan susu formula tanpa suplementasi AA/DHA lebih rendah dibandingkan dengan yang mendapatkan ASI.

Ternyata terbukti, suplementasi AA/DHA meningkatkan kadarnya dalam plasma darah, membran sel darah merah (eritrosit), dan jaringan korteks otak, dalam jumlah menyerupai yang mendapatkan ASI. ARTINYA: suplementasi AA/DHA mampu diserap tubuh dengan baik. NAMUN ini sama sekali tidak menunjukkan dampaknya dalam perkembangan saraf otak dan ketajaman penglihatan.

  1. Suplementasi AA/DHA dan Pengaruhnya dalam (Fungsi) Ketajaman Penglihatan

Sebuah penelitian ‘meta-analisis’ menunjukkan adanya peningkatan fungsi penglihatan pada bayi yang mendapatkan susu formula dengan suplementasi AA/DHA dibandingkan yang mendapatkan susu formula biasa, dengan melihat indikator perilaku dan elektrofisiologi mata pada bayi berumur 2 dan 4 bulan. Beberapa penelitian terdahulu tidak menunjukkan adanya perbedaan.

  1. Suplementasi AA/DHA dan Perkembangan Kecerdasan/Perilaku

Inilah KUNCI dari impian semua peneliti mengenai suplementasi AA/DHA: mampukah menyamai dampaknya dalam meningkatkan kecerdasan bayi, layaknya bayi yang mendapatkan ASI? Ternyata dari berbagai penelitian: belum terbukti. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupannya, dan diteruskan sampai usia 1 tahun, memiliki kecerdasan lebih daripada yang mendapatkan susu formula dengan AA/DHA sekalipun.

Beberapa kendala juga menghadang model penelitian ini. Antara lain jenis uji yang digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan adalah: Bayley Mental Development Index (MDI) dan the Psychomotor Developmental Index (PDI). Berbagai penelitian menunjukkan hasil berbeda-beda, ada yang menggambarkan hasil signifikan pemberian suplementasi AA/DHA, dan sebagian lain tidak ada bedanya. Belum lagi pengaruh sosioekonomi responden yang mempengaruhi uji statistik. Kadar AA, DHA, dan asam lemak lain semacam ALA dan LA juga bervariasi antar penelitian. Sampai perbedaan genetik dan lingkungan di berbagai belahan dunia tempat penelitian dilakukan (Amerika Utara, Australia, dan Eropa). Juga terkadang jumlah sampel terlalu sedikit, umur bayi yang terlalu dini untuk dilakukan pengujian, dan jangka waktu penelitian yang seharusnya cukup panjang, sehingga dapat dilihat dampaknya hingga usia remaja dan dewasa.

Pada akhirnya penelitian mengenai dampak suplementasi AA/DHA masih terus dikembangkan, dan belum berakhir.

Bagaimana dengan pemasarannya di negara kita? Berbagai iklan dan informasi yang tidak jarang datang dari dokter spesialis anak sendiri seolah-olah mengklaim perannya signifikan dalam meningkatkan kecerdasan bayi.

Di AS, Food and Drug Administration (FDA) atau serupa Badan POM-nya Indonesia, memberikan ijin kepada dua perusahaan: Abbott Laboratories dan Mead Johnson Nutritionals untuk mengedarkan susu formula dengan suplementasi AA/DHA kepada khalayak sejak awal 2002. Harganya 15-20% persen lebih mahal dibandingkan dengan susu formula tanpa suplementasi, dan ini pun memberikan keuntungan kepada dua perusahaan tersebut untuk membiayai penelitian mengenai AA/DHA.

American Council on Science and Health memiliki pandangan ”the current data has not consistently shown that supplementation of formulas with DHA and AA has a lasting beneficial effect on infant development” juga hal lain seperti keamanan menambahkan asam lemak dalam susu formula belum teruji.

Pada akhirnya keputusan berpulang pada tangan si konsumen. Apakah akan memberikan susu formula dengan suplementasi AA/DHA atau tidak. Yang penting adalah memberikan ASI Eksklusif selagi mampu. Sejak masa kehamilan, persiapkan diri sebaik mungkin dengan pengetahuan menyusui bayi secara optimal. Menjelang persalinan, jika Anda berencana melahirkan di Rumah Bersalin atau Rumah Sakit, bukan di rumah, mintalah kamar rawat gabung. Anda bisa bersama bayi Anda sejak lahir hingga saatnya pulang, tanpa dipisahkan sedikit pun dari sisi sang ibu. Satu hal yang sangat sulit dilakukan di kota besar seperti Jakarta. Begitu bayi lahir, segera dekatkan ke payudara ibu, untuk early latch-on—menyusui dini—dengan teknik yang telah Anda ketahui baik. Sehingga dipastikan kemampuan Ibu untuk menyusui bayinya penuh sangat baik. Maka tidak ada alasan lagi: “ASI saya tidak keluar”, dan harus memberikan susu formula pada bayi.

Dukungan dari keluarga juga sangat penting. Tidak sedikit alasan ibu memberikan susu formula pada bayinya yang mendapatkan ASI dengan baik adalah: khawatir ASI tidak cukup. Pembahasan ASI sangat panjang, tidak dalam bahasan ini.

Kecerdasan bayi tidak hanya monopoli ASI dengan AA/DHA-nya saja. Tapi juga stimulasi eksternal, dari lingkungan, melalui rangsangan yang diberikan Papa-Mamanya, dengan percakapan verbal, pengenalan media visual, dan perhatian penuh orangtua terhadap perkembangan kecerdasan anak. Apalah artinya anak dengan asupan AA/DHA baik, tapi tidak pernah dirangsang kemampuan verbal dan visual oleh orangtuanya. Bisa jadi akan lebih buruk dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mendapatkan ASI atau susu formula, tetapi ibunya mampu memberikan perhatian penuh terhadap stimulasi kecerdasan buah hatinya.

cisauk, 7 hari menjelang hari-H

Ratna Sari dan Arifianto: Sebuah Undangan Pernikahan


Penyatuan dua hamba Allah dalam bahtera pernikahan

drg. Ratna Sari (Ratna)

putri kedua Kel. Kolonel Cpl (Purn) H. Didi Sadikin, SIP

dr. Arifianto (Apin)

putra pertama Kel. Ir. H. Riyanto Marosin

Akad nikah

Jum'at, 21 April 2006 pukul 8.00 WIB

Masjid Agung At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah (TMII)

Resepsi pernikahan

Jum'at, 21 April 2006 pukul 19.00 - 21.00 WIB

Gedung Pewayangan Kautaman, Taman Mini Indonesia Indah (TMII)

Mohon Doa Keberkahannya, agar dimudahkan dan dilancarkan hingga hari-H nanti, dan sesudahnya. Aamiin.

Terima kasih

Silakan melihat peta lokasi dan mengisi buku tamu di http://ratna-apin.uni.cc dan melihat yang lainnya di Multiply

Saturday, April 01, 2006

Iklan Produk Kesehatan yang Menyesatkan (1)

Aduuhh... maafkan daku yang sering sekali menggunakan kata "membodohi", "menyesatkan", etc. dalam judul berkenaan dengan medicine-related-topics. Habisnya sukar mencari pilihan kata lain. Seorang teman sejawat sampai memberi masukan bahwa orang yang "memvonis" orang lain "bodoh", maka dia sendiri "bodoh". Well, motivasi lain adalah supaya eye-catching saja. Jujur! Hehehe

Pernah seorang pasien datang kepadaku dan menyatakan bahwa ia sudah sangat mengurangi konsumsi gulanya. Apa pasalnya? Ia khawatir akan mengalami hal serupa iklan sebuah pemanis buatan bebas gula (maaf, sengaja tidak menyebutkan merek dan menulis link website-nya) yang marak mengisi jeda acara televisi akhir-akhir ini: kehilangan penglihatan alias kebutaan, sampai kehilangan nyawa orang yang kita cintai, gara-gara mengkonsumsi gula!

Oh my God! Sedemikian hebatkah efek iklan tersebut, sampai orang yang menyaksikannya pun ketakutan dalam mengkonsumsi gula?!

Inilah yang membuatku cukup kesal. Karena informasi yang disampaikan si pembuat iklan itu tidak utuh. Atau memang sengaja dibuat tidak utuh?

Iklan tersebut ditujukan khususnya bagi penderita Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis saja. Bukan untuk semua orang sehat yang boleh saja mengkonsumsi gula sesukanya. Perlu Anda ketahui, orang yang mengalami DM perlu mendapat pembatasan gula, dalam hal ini sukrosa, yang dapat meningkatkan kadar gula darah. Diabetes mellitus adalah penyakit rusaknya sel-sel beta pankreas yang menghasilkan insulin, berakibat pada kadar gula darah tubuh tidak terkontrol. Secara umum, kerusakan sel pankreas ini dibagi dua: (1) bawaan sejak lahir atau DM tipe 1, sehingga kadar insulin tubuh senantiasa di bawah nilai normal, maka si penderita membutuhkan suntikan insulin seumur hidup; (2) diperoleh saat dewasa atau DM tipe 2, akibat kerusakan "relatif" sel beta pankreas pada orang dengan faktor risiko.
Insulin berfungsi mengatur kadar gula darah. Jumlahnya yang kurang menyebabkan kadar gula darah melambung tinggi. Yang dikhawatirkan dari DM adalah komplikasinya di seluruh bagian tubuh, mulai dari mata (kerusakan retina, kebutaan), jantung (aterosklerosis, penyempitan pembuluh darah jantung), ginjal (gagal ginjal kronik sehingga harus ditransplantasi), saraf (neuropati, kesemutan, nyeri hebat, rasa baal), infeksi (luka sukar sembuh, sampai jaringan mati yang harus diamputasi), dan masih banyak lagi.

Maka untuk mencegah komplikasi yang ditimbulkan dari DM, seorang penderita harus mampu menjaga kadar gula darahnya dalam ambang normal, dengan cara minum obat atau mendapatkan suntikan insulin, menjaga pola makan sesuai diet yang dianjurkan ahli gizi, dan aktivitas seimbang, termasuk olahraga yang sangat penting, serta gaya hidup sehat lainnya.

Naahh... bagaimana dengan orang yang tidak menderita DM, atau tidak mempunyai faktor risiko DM: bolehkah mengkonsumsi gula sebebasnya? Apakah konsumsi gula berlebih berisiko menimbulkan penyakit DM? Apakah orang tanpa faktor risiko harus mengganti gulanya dengan pemanis rendah kalori atau bebas gula (sukrosa), seperti saran iklan tersebut?

Tentu saja tidak! Konsumsi gula berlebih pada orang tanpa faktor risiko tidak berisiko menimbulkan DM di kemudian hari. Pola makan tinggi gula disebutkan dalam situs produsen pengiklan ini sebagai salah satu faktor risiko DM. Padahal sepanjang pengatahuan yang kudapatkan sejak di bangku kuliah, sampai memeriksa ulang informasi terbaru di internet: konsumsi gula bukanlah faktor risiko DM!

Menurut Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia tahun 2002 yang dikeluarkan Perhimpunan Endrokinologi Indonesia (PERKENI), disebutkan faktor risiko DM adalah:
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih: > 110 % BB idaman, atau IMT > 23 kg/m2
3. Hipertensi (>= 140/90 mmHg)
4. Riwayat DM pada garis keturunan
5. Riwayat abortus/keguguran berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4000 gram
6. Kolesterol HDL <= 35 mg/dl dan/atau trigliserida >= 250 mg/dl


Anda tidak mempunyai faktor risiko ini? Tidak perlu mengganti gula Anda!

Gula atau glukosa adalah salah satu zat esensial dalam kehidupan manusia. Wikipedia menjelaskan bahwa glukosa adalah salah satu karbohidrat terpenting yang menjadi sumber energi dan metabolisme sel. Pastinya di masa sekolah dulu, ketika upacara bendera pagi hari, pernah terasakan oleh Anda tiba-tiba berkeringat dingin dan kepala sangat pusing saat berdiri, dikarenakan lupa sarapan. Anda pun menuju ruang UKS, dan mendapatkan segelas teh manis. Apa rasanya? Luar biasa, semua rasa tidak nyaman itu lenyap dalam sekejap. Semua akibat gula yang dikandung dalam teh manis itu. Juga jika Anda tidak sempat makan cukup sebelum beraktivitas, konsumsi makanan atau minuman yang manis membuat cadangan energi tubuh cukup untuk membakar kalori seharian.

Inilah fungsi gula bagi kehidupan manusia: sebagai sumber energi. Otak yang kekurangan glukosa dalam beberapa jam akan mengalami kerusakan.

Beralih pada bagaimana cara pengiklanan di televisi: menurutku produsen pengiklan ini telah melanggar Kode Etik Periklanan Televisi (sayangnya belum menemukan referensinya di internet), dan Undang-undang Perlindungan Konsumen bab 4 pasal 17 ayat 1c:
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa. Bagaimana menurut Anda?

Kini, untuk apa harus takut mengkonsumsi gula biasa? Tidak perlu mengganti gula Anda, bukan? Anda tidak akan kehilangan penglihatan Anda saat bercengkerama dengan pasangan, dan Ibu Anda masih dapat meniup lilin ulang tahunnya setahun mendatang.

Masih ada beberapa topik bertajuk "Iklan Produk Kesehatan yang Menyesatkan" (makanya saya tulis "bagian" 1), yang saya rencanakan untuk membahasnya, seperti:
- iklan susu tinggi kalsium bagi manula yang mengalami osteoporosis (padahal kadar estrogen yang seharusnya memetabolisme kalsium sudah jauh berkurang secara alamiah seiring usia)
- iklan susu formula bagi bayi di bawah 6 bulan yang seharusnya masih mendapatkan ASI eksklusif, telah melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI
- iklan susu formula kaya tambahan yang diklaim mampi meningkatkan kecerdasan yang mahal harganya, dan menimbulkan efek samping sukar buang air besar
- masih ada ide lagi?

* gambar diambil hanya untuk sekedar ilustrasi, dari sini

Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?

 (tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...