Aduuhh... maafkan daku yang sering sekali menggunakan kata "membodohi", "menyesatkan", etc. dalam judul berkenaan dengan medicine-related-topics. Habisnya sukar mencari pilihan kata lain. Seorang teman sejawat sampai memberi masukan bahwa orang yang "memvonis" orang lain "bodoh", maka dia sendiri "bodoh". Well, motivasi lain adalah supaya eye-catching saja. Jujur! Hehehe
Pernah seorang pasien datang kepadaku dan menyatakan bahwa ia sudah sangat mengurangi konsumsi gulanya. Apa pasalnya? Ia khawatir akan mengalami hal serupa iklan sebuah pemanis buatan bebas gula (maaf, sengaja tidak menyebutkan merek dan menulis link website-nya) yang marak mengisi jeda acara televisi akhir-akhir ini: kehilangan penglihatan alias kebutaan, sampai kehilangan nyawa orang yang kita cintai, gara-gara mengkonsumsi gula!
Oh my God! Sedemikian hebatkah efek iklan tersebut, sampai orang yang menyaksikannya pun ketakutan dalam mengkonsumsi gula?!
Inilah yang membuatku cukup kesal. Karena informasi yang disampaikan si pembuat iklan itu tidak utuh. Atau memang sengaja dibuat tidak utuh?
Iklan tersebut ditujukan khususnya bagi penderita Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis saja. Bukan untuk semua orang sehat yang boleh saja mengkonsumsi gula sesukanya. Perlu Anda ketahui, orang yang mengalami DM perlu mendapat pembatasan gula, dalam hal ini sukrosa, yang dapat meningkatkan kadar gula darah. Diabetes mellitus adalah penyakit rusaknya sel-sel beta pankreas yang menghasilkan insulin, berakibat pada kadar gula darah tubuh tidak terkontrol. Secara umum, kerusakan sel pankreas ini dibagi dua: (1) bawaan sejak lahir atau DM tipe 1, sehingga kadar insulin tubuh senantiasa di bawah nilai normal, maka si penderita membutuhkan suntikan insulin seumur hidup; (2) diperoleh saat dewasa atau DM tipe 2, akibat kerusakan "relatif" sel beta pankreas pada orang dengan faktor risiko.
Insulin berfungsi mengatur kadar gula darah. Jumlahnya yang kurang menyebabkan kadar gula darah melambung tinggi. Yang dikhawatirkan dari DM adalah komplikasinya di seluruh bagian tubuh, mulai dari mata (kerusakan retina, kebutaan), jantung (aterosklerosis, penyempitan pembuluh darah jantung), ginjal (gagal ginjal kronik sehingga harus ditransplantasi), saraf (neuropati, kesemutan, nyeri hebat, rasa baal), infeksi (luka sukar sembuh, sampai jaringan mati yang harus diamputasi), dan masih banyak lagi.
Maka untuk mencegah komplikasi yang ditimbulkan dari DM, seorang penderita harus mampu menjaga kadar gula darahnya dalam ambang normal, dengan cara minum obat atau mendapatkan suntikan insulin, menjaga pola makan sesuai diet yang dianjurkan ahli gizi, dan aktivitas seimbang, termasuk olahraga yang sangat penting, serta gaya hidup sehat lainnya.
Naahh... bagaimana dengan orang yang tidak menderita DM, atau tidak mempunyai faktor risiko DM: bolehkah mengkonsumsi gula sebebasnya? Apakah konsumsi gula berlebih berisiko menimbulkan penyakit DM? Apakah orang tanpa faktor risiko harus mengganti gulanya dengan pemanis rendah kalori atau bebas gula (sukrosa), seperti saran iklan tersebut?
Tentu saja tidak! Konsumsi gula berlebih pada orang tanpa faktor risiko tidak berisiko menimbulkan DM di kemudian hari. Pola makan tinggi gula disebutkan dalam situs produsen pengiklan ini sebagai salah satu faktor risiko DM. Padahal sepanjang pengatahuan yang kudapatkan sejak di bangku kuliah, sampai memeriksa ulang informasi terbaru di internet: konsumsi gula bukanlah faktor risiko DM!
Menurut Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia tahun 2002 yang dikeluarkan Perhimpunan Endrokinologi Indonesia (PERKENI), disebutkan faktor risiko DM adalah:
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih: > 110 % BB idaman, atau IMT > 23 kg/m2
3. Hipertensi (>= 140/90 mmHg)
4. Riwayat DM pada garis keturunan
5. Riwayat abortus/keguguran berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4000 gram
6. Kolesterol HDL <= 35 mg/dl dan/atau trigliserida >= 250 mg/dl
Anda tidak mempunyai faktor risiko ini? Tidak perlu mengganti gula Anda!
Gula atau glukosa adalah salah satu zat esensial dalam kehidupan manusia. Wikipedia menjelaskan bahwa glukosa adalah salah satu karbohidrat terpenting yang menjadi sumber energi dan metabolisme sel. Pastinya di masa sekolah dulu, ketika upacara bendera pagi hari, pernah terasakan oleh Anda tiba-tiba berkeringat dingin dan kepala sangat pusing saat berdiri, dikarenakan lupa sarapan. Anda pun menuju ruang UKS, dan mendapatkan segelas teh manis. Apa rasanya? Luar biasa, semua rasa tidak nyaman itu lenyap dalam sekejap. Semua akibat gula yang dikandung dalam teh manis itu. Juga jika Anda tidak sempat makan cukup sebelum beraktivitas, konsumsi makanan atau minuman yang manis membuat cadangan energi tubuh cukup untuk membakar kalori seharian.
Inilah fungsi gula bagi kehidupan manusia: sebagai sumber energi. Otak yang kekurangan glukosa dalam beberapa jam akan mengalami kerusakan.
Beralih pada bagaimana cara pengiklanan di televisi: menurutku produsen pengiklan ini telah melanggar Kode Etik Periklanan Televisi (sayangnya belum menemukan referensinya di internet), dan Undang-undang Perlindungan Konsumen bab 4 pasal 17 ayat 1c: Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa. Bagaimana menurut Anda?
Kini, untuk apa harus takut mengkonsumsi gula biasa? Tidak perlu mengganti gula Anda, bukan? Anda tidak akan kehilangan penglihatan Anda saat bercengkerama dengan pasangan, dan Ibu Anda masih dapat meniup lilin ulang tahunnya setahun mendatang.
Masih ada beberapa topik bertajuk "Iklan Produk Kesehatan yang Menyesatkan" (makanya saya tulis "bagian" 1), yang saya rencanakan untuk membahasnya, seperti:
- iklan susu tinggi kalsium bagi manula yang mengalami osteoporosis (padahal kadar estrogen yang seharusnya memetabolisme kalsium sudah jauh berkurang secara alamiah seiring usia)
- iklan susu formula bagi bayi di bawah 6 bulan yang seharusnya masih mendapatkan ASI eksklusif, telah melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI
- iklan susu formula kaya tambahan yang diklaim mampi meningkatkan kecerdasan yang mahal harganya, dan menimbulkan efek samping sukar buang air besar
- masih ada ide lagi?
* gambar diambil hanya untuk sekedar ilustrasi, dari sini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?
(tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...
-
Pernah menjumpai bercak kemerahan, cenderung berwarna oranye (merah-)?bata) di popok bayi Anda? Bahkan muncul berulang kali! 😱 Normalkah ha...
-
Topik ini sepertinya sudah lebih dari sekali saya bahas, dalam thread yang berbeda. Tapi tak apalah, karena masih banyak yang bingung juga. ...
-
Ternyata tidak pada sebagian besar kasus. Infeksi jamur penyebab sariawan terjadi pada anak-anak dengan daya tahan tubuh menurun, seperti m...
3 comments:
Seperti saya tulis sebelumnya, yang bodoh adalah kita yang membiarkan blanket-policy itu berlangsung.
Maaf kalau bahasa tulis saya masih bias. Saya sebut kita, karena memang itu berlaku untuk kita semua, yang dokter, maupun yang pasien, untuk tidak menjadi bodoh.
Meski memang kita juga tahu nasehat bahwa ketika jari telunjuk lurus menunjuk, maka paling tidak 3 jari lain justru menunjuk diri kita sendiri.
dr Arifianto, it was nothing personal, no offence was intended. Oh ya, selamat sudah jadi "bintang radio" kemarin (dan selanjutnya?).
Salam,
tonang
Saya ingat pernah membaca ulasan di media tentang iklan yang dr Arifianto ulas ini. Katanya ada 3 fragmen iklan ini, mulai dari minum gula, kemudian kehilangan salah kaki (amputasi?), dan terakhir menjadi gelap (kebutaan?). Apakah betul demikian?
Tetapi di media itu seingat saya dibahas dari sisi komunikasi, oleh seorang ahli komunikasi. Isinya hampir sama - tentu dari sisi komunikasi - bahwa seharusnya ada kesinambungan pesan yang jelas agar tidak ditangkap salah. Sayang saya tidak ketemu lagi situsnya. Karena tidak bisa melihat sendiri, tentu saya tertarik membaca ulasan dr Arifianto ini.
Saya menunggu ulasan-ulasan selanjutnya tentang iklan produk kesehatan ini.
salam,
tonang
Melanjutkan soal kemarin, saya coba tuliskan lebih lengkap soal "blanket-policy". Mohon komentarnya. Terima kasih sebelumnya.
salam,
tonang
Post a Comment