Terpapar Residu Asap Rokok Ayahnya, Bayi Ini Meninggal Kena Pneumonia
M Reza Sulaiman - detikHealth
Senin, 24/03/2014 11:07 WIB
M Reza Sulaiman - detikHealth
Senin, 24/03/2014 11:07 WIB
Jakarta, Jangankan menghirup asap rokok, menghirup residu atau endapan racun dari asap rokok juga berbahaya bagi anak. Seorang mantan perokok aktif mengaku telah mengalaminya sendiri, sang anak meninggal meski ia selalu merokok di luar rumah.
Pengakuan tersebut disampaikan seorang pria di sebuah forum online. Pria yang menggunakan akun 05072013 tersebut mengisahkan, anaknya meninggal akibat pneumonia atau radang paru-paru akut di usia yang masih sangat muda, yakni 1 tahun. Sama seperti kisah tentang Keanu, pengakuan pria ini juga tersebar luas di jejaring sosial.
"Gua mantan perokok gan (perokok aktif selama 18 thn). Anak gua cewek hanya bisa genap usianya 1 tahun 10 hari, wafat di vonis radang paru-paru akut (pneumonia) krn ayahnya ngerokok. bukan ngerokok di sebelah anaknya (gua klo ngerokok pasti keluar rumah), tetapi menghirup racun-racun nikotin dari baju ayahnya saat kondisi menggendongnya setelah barusan merokok :sedih," demikian kutipan pengakuan sang ayah, yang kepada detikHealth tidak bersedia mengungkapkan identitas aslinya.
Kisah-kisah semacam ini dinilai tidak terlalu mengejutkan bagi dokter yang juga penulis buku kesehatan anak, dr Arifianto, SpA. Menurut dokter yang akrab disapa dr Apin ini, orang tua yang merokok tetap membuat anak berisiko terkena penyakit paru-paru meski sudah membatasi untuk tidak merokok di dalam rumah.
"Asap rokok itu efeknya sampai 10 meter. Jadi walaupun di luar rumah tetap ada risiko asap masuk ke dalam," kata dr Apin saat dihubungi detikHealth, seperti ditulis Senin (24/3/2014).
Risiko tersebut merupakan efek dari residu racun rokok, yang menempel di baju maupun benda, gorden, seprai, dan sebagainya. Seseorang yang terpapar racun rokok dengan cara demikian disebut sebagai third hand smoker. Bahayanya sama seperti second hand smoker, yang oleh orang awam sering disebut perokok pasif.
"Tetap saja (berisiko) biar merokok di kantor atau di perjalanan tetapi baru masuk rumah langsung peluk, gendong, atau cium anak tanpa mandi, bersih-bersih dan sikat gigi dahulu," ungkap dokter lulusan Universitas Indonesia tersebut.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi perokok pada tahun 2007, 2010, dan 2013 berturut-turut meningkat dari 34,2%; 34,7% dan akhirnya 36,3%. Tak hanya itu, dari 92 juta orang perokok pasif, 43 juta di antaranya anak-anak dan yang paling menyedihkan dan memprihatinkan adalah 11,4 juta dari anak-anak ini masih berusia balita.