Dua pekan terakhir, ketika ronde rutin di pagi hari, kami mendapati kasus-kasus #cederakepala sedang-berat yang membutuhkan pemeriksaan #CTScankepala. Tapi pada anak-anak, yang lebih sering terjadi adalah cedera kepala ringan. Misalnya bayi yang tanpa sengaja terjatuh karena luput dari pengawasan orangtuanya, atau anak-anak yang terpeleset karena baru bisa berjalan, dan terbentur sisi meja dan jatuh membentur lantai. Kapan harus khawatir dan CT Scan kepala diperiksakan? Kutipan sebagian dari isi buku #MakanTepatTumbuhSehat ini menjelaskannya.
.
Kami yang mendalami bidang saraf anak menggunakan skor #PECARN, yang membagi kategori usia < 2 tahun* dan usia 2 tahun atau lebih**.
Pada usia < 2 tahun, CT Scan kepala dilakukan apabila kesadaran menurun dengan “skor koma Glasgow” (GCS) 14 atau kurang, atau dengan perubahan tingkat kesadaran atau terjadi patah/fraktur tulang tengkorak. Atau CT Scan kepala dipertimbangkan pada adanya lebam di bagian sisi kepala belakang/samping/atas, atau sempat hilang kesadaran > 5 detik, atau mekanisme cedera cukup berat, atau orangtua merasa anaknya berlaku tidak wajar setelah cedera.
Pada anak > 2 tahun, CT Scan kepala dikerjakan apabila kesadaran menurun dengan “skor koma Glasgow” (GCS) 14 atau kurang, atau dengan perubahan tingkat kesadaran anak, atau ada patah dasar tengkorak. Atau CT dipertimbangkan pada riwayat kehilangan kesadaran, atau riwayat muntah (ini dokter yang menentukan ya), atau mekanisme cedera berat, atau nyeri kepala hebat.
.
Prinsip penting lain adalah: OBSERVASI. Adakah perburukan kondisi dan gejala seiring berjalannya waktu?
Penjelasan bagi orangtua selengkapnya di buku #OrangtuaCermatAnakSehat dan “Makan Tepat Tumbuh Sehat”.
Sunday, June 23, 2019
Kuning pada Bayi, Kebiasaan Menjemurnya, dan Kesalahpahaman Menganggapnya Penyakit
Pernah mengalami bayi Anda “disinar” karena #kuning? Sedih ya, terpisah dari bayi yang baru saja dilahirkan, selama beberapa jam tiap harinya. Dan tentunya tujuan terapi sinar biru alias #fototerapi beralasan, yaitu mencegah kadar #bilirubin darah tinggi menembus sawar darah-otak yang berisiko cacat permanen (ensefalopati #hiperbilirubinemia). Tapi sebenarnya berapa angka yang seharusnya dilakukan fototerapi? Bilirubin 20 mg/dl? 15 mg/dl? Atau berapa tepatnya?
Sebelumnya kita coba renungkan, mengapa bayi harus sampai mengalami kuning? Segala sesuatu pasti ada tujuannya, bukan? Dan mayoritas bayi mengalami kuning di awal kehidupannya, memang karena fungsi hatinya yang masih berkembang, tetapi apakah karena itu saja? Apalagi kalau sampai ada risiko yang “menakutkan”! Ya, mungkin analoginya sama dengan #demam, dianggap berbahaya dan menjadi lawan, padahal ilmu pengetahuan membuktikan manfaat dan kebaikannya.
Ternyata kuning pada bayi baru lahir pun ada tujuannya. Meskipun masih menjadi perdebatan, beberapa pakar menyimpulkan keadaan bilirubin darah yang lebih tinggi dari seharusnya pada bayi baru lahir disinyalir sebagai #antioksidan (silakan baca di http://www.thematrona.com/…/the-physiologic-role-of-bilirub…). Ya, pada hakikatnya seorang bayi yang baru dilahirkan mengalami "perpindahan dunia". Dari alam rahim yang tenang, penuh perlindungan dari berbagai kuman, dan steril, menuju alam baru yang "penuh tantangan". (Filosofi menangis pada bayi baru lahir adalah sedih atau kaget ketika berpindah dunianya. Tapi kalau bayi lahir tidak menangis, maka dokter atau bidannya yang nangis. 😅) Kadar bilirubin yang secara alamiah meningkat selama 2 minggu pertama dinilai menjadi antioksidan terhadap stres oksidatif akibat udara panas/dingin, mulainya bernapas (bayi menangis adalah bentuk usaha napas pertamanya), dan mulainya kegiatan baru seperti menyusu. .
Tentunya kadar bilirubin darah ada ambang maksimalnya. Silakan cek grafik di gambar dan penjelasannya. Lebih detil di buku Orangtua Cermat, Anak Sehat dan #BertemanDenganDemam.Kesimpulannya: kalau #kuning fisiologis yang tidak membutuhkan terapi sinar biru atau #fototerapi, maka hal terpenting adalah memastikan kecukupan minum/ASI bayinya. Nggak perlu dijemur-jemur, khawatir terbakar kulitnya (#sunburn).
Mengenai kapan harus dilakukan fototerapi bisa cek di www.bilitool.org.
Jadi sepakat ya? Bahwa "menjemur bayi" alias: sengaja menelanjangi bayi (biasanya hanya menyisakan popoknya saja) dan "menjemurnya" di pangkuan ibu, lalu si bayi dibolak-balikkan, adalah kebiasaan yang tidak saya setujui, karena berisiko membakar kulit bayi (sunburn).
Lalu apakah tidak baik membawa bayi/anak berjalan-jalan di pagi hari, untuk mendapatkan sinar matahari?
Kalau ini tidak masalah, anak mendapatkan udara pagi yang masih relatif lebih bersih dari polutan, dan kandungan vitamin D (sinar matahari membantu mengubah pro-vitamin D di dalam tubuh menjadi vitamin D)
Bila bayi/anak pilek, tidak bolehkah menjemurnya?
Lagi-lagi bukan menjemur seperti definisi di atas ya, tetapi membawanya keluar rumah, mendapatkan kehangatan cahaya matahari, mengeluarkan dari pengapnya ruangan di rumah yang mungkin penuh dengan virus (karena banyak yang sedang batuk-pilek). Ini silakan saja. Meskipun batuk pilek alias #selesma sebenarnya tidak perlu “dijemur” seperti ini juga. Yang penting pastikan bayi tidak kekurangan cairan, dan selesma adalah infeksi #virus yang sembuh dengan sendirinya.
Juga jangan lupa: bedakan dengan bayi grok-grok alias noisy breathing yang bukan kondisi penyakit, alias wajar sampai 6 bulan (saya sudah pernah bahas, silakan cari). Ini jelas bukan selesma.
Bukankah terapi sinar (fototerapi) untuk bayi kuning di RS menggunakan sinar ultraviolet, sama halnya dengan sinar matahari? Mengapa tidak sama dengan menjemur bayi di bawah matahari?
Ya, memang dengan sinar UV, tapi dengan panjang gelombang tertentu.
Penelitian di sebuah tempat di Afrika yang dipublikasikan di jurnal AAP tahun 2014 menyimpulkan bisa menggunakan sinar matahari, tetapi dengan filtrasi (penyaringan) menggunakan alat eksperimental.Jadi Apa yang dikhawatirkan? Ya betul: kulit terbakar sinar #ultraviolet. Apa saja yang perlu diketahui? Silakan baca referensi yang sangat baik ini dari Kidshealth ini. Selamat membaca artikel lengkapnya di http://m.kidshealth.org/…/firstaid_…/outdoor/sun_safety.html
“Penyakit kuning pada bayi”. Kata “penyakit” ini jujur mengganggu saya. Apakah #kuning alias #jaundice atau #ikterus pada newborn suatu penyakit? Saya pernah beberapa kali menjelaskan topik serupa (dan dibahas lebih detil di buku #BertemanDenganDemam). Maka, menjawab pertanyaan ini, sama halnya dengan menanggapi pertanyaan: “Dok, apakah bayi saya “tongue-tie”?” Atau, “Saya khawatir bayi saya “lip-tie”.”
Tanggapan saya? —> “Bu, semua bayi manusia ya terlahir dengan tongue-tie dan lip-tie!” So, what? Coba perhatikan “tali” yang menghubungkan dasar rongga mulut dengan lidah bayi Anda. Itu tongue tie, kan? Juga “tali” yang menghubungkan gusi atas dengan bibir atas bayi Anda. Itu lip tie kan? Jadi? Harus diinsisi? 😓.
Persepsi yang salah, tentu harus diluruskan. Mayoritas bayi terlahir dengan kuning selama beberapa minggu di awal kehidupannya, dan itu wajar. COMMON. Begitu juga mayoritas tongue-tie dan lip-tie pada bayi ya tidak perlu diinsisi. Jadi: sesuatu yang wajar alias common jangan dibuat jadi tidak wajar. Kondisi yang tidak perlu diterapi ya tidak perlu diobati. Keadaan yang nggak perlu diinsisi ya ngapain diinsisi. 😅.
Tentunya ada dong, kondisi minoritas alias jarang yang membutuhkan terapi. Ada kondisi kuning patologis yang butuh #fototerapi. Keadaan yang berisiko menjadi “kern icterus” dan tentunya sangat berbahaya, dan ini bisa dikenali dengan nilai bilirubin di atas ambang normal. (Ada di postingan lama saya, silakan cek). Bilirubin ada 2: direk dan indirek. Pada newborn, yang meningkat adalah bilirubin indirek, dan ini wajar, sampai batas tertentu yang membutuhkan terapi sinar (misalnya bilirubin total > 18 mg/dl pada usia > 5 hari, pada bayi usia kehamilan > 35 minggu tanpa faktor risiko). Juga apabila bilirubin direk > 20% dari total, ini tidak wajar. Namanya #kolestasis. Mikirnya lain lagi, bukan terapi sinar, tetapi mencari penyebab di “intra-hepatik” atau “ekstra-hepatik”.
Lalu tentang “TT” dan “LT”. Ada juga kondisi yang cukup jarang pada tongue tie yang butuh diinsisi, yaitu memang mengganggu proses menyusui, membuat gagal tumbuh, meskipun sudah diperbaiki dengan BENAR manajemen laktasinya.
Jadi, jangan dibolak balik ya. Yang jarang jadi dibuat sering, dan yang wajar jadi dianggap penyakit 😊. .
Apa contoh lainnya? Infeksi saluran napas atas berulang akibat infeksi virus, kok dikasih antibiotik 😓
Subscribe to:
Posts (Atom)
Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?
(tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...
-
Pernah menjumpai bercak kemerahan, cenderung berwarna oranye (merah-)?bata) di popok bayi Anda? Bahkan muncul berulang kali! 😱 Normalkah ha...
-
Ternyata tidak pada sebagian besar kasus. Infeksi jamur penyebab sariawan terjadi pada anak-anak dengan daya tahan tubuh menurun, seperti m...
-
Topik ini sepertinya sudah lebih dari sekali saya bahas, dalam thread yang berbeda. Tapi tak apalah, karena masih banyak yang bingung juga. ...