Saturday, March 19, 2016

Lagi-lagi tentang Rokok!

Mereka yang tinggal di Jakarta dan di kota-kota besar lainnnya, wajar di hari libur mencari tempat berlibur di luar kota. Anak-anak juga perlu dikenalkan dengan... lingkungan outdoor yang penuh dengan tanaman rimbun dan hewan liar. Buat saya, masalahnya hanya satu ketika mengunjungi tempat-tempat wisata outdoor ini: orang-orang yang bebas merokok. Tanpa peduli orang-orang lain di sekitarnya mengisap asap rokok dengan seluruh racunnya. Mereka para perokok adalah orang-orang yang jelas menzalimi orang-orang lain. Dalam hati saya membatin, tidakkah mereka menyadari dosa yang sedang mereka lakukan? Apakah mereka orang-orang yang tidak mengimani adanya hari Akhir?
Saya sepakat seluruh orang yang terlibat dalam rokok ini adalah orang-orang zalim. Mulai dari produsen yang konon orang-orang terkaya di negeri ini, para perokok, semua orang yang terlibat dalam iklan rokok mulai dari perusahaan advertising, sampai bintang iklannya, lalu karyawan perusahaan rokok, dan para penjualnya.
Lalu muncullah komentar ini. Kalau pabrik rokok ditutup, bagaimana dengan ribuan karyawannya? Mereka adalah kelompok ekonomi lemah yang harus menghidupi istri dan anak-anaknya. Lihat juga para penjual rokok asongan, bagaimana dengan penghasilan pas-pasan yang mereka dapatkan untuk menyambung hidupnya sehari-hari?
Saya akan menanggapinya: jika sudah jelas riba itu haram, apakah hidup harus terus dalam jeratan riba? Lalu jika sudah jelas mengenakan jilbab itu wajib hukumnya, apakah harus menunggu sampai "terjilbabi dulu hatinya", baru menjilbabi tampilan luarnya?
Allah sudah menjamin rezeki seluruh makhluk-Nya, termasuk hewan yang melata di tanah dan burung yang keluar dari sarangnya. Apakah manusia tidak yakin dengan jaminan rezeki dari sumber-sumber halal yang sudah Allah berikan?
Lalu saya menengok pasien-pasien kecil saya yang berkali-kali dirawat dengan pneumonia. Menderita dengan sesak napasnya. Dan ketika saya tanya, apakah ada yang merokok di rumah? Mayoritas jawabannya seragam: iya, ada yang merokok. Apakah ayahnya, kakeknya, pamannya, atau yang lainnya. Kalau mereka para perokok ini lalu dicekik lehernya dan merasakan sesak naps seperti yang dialami anak-anak penderita pneumonia ini, apakah mereka mau?
Berhentilah merokok sekarang!

Anak sedang batuk-pilek tidak boleh minum es?

Anak lagi demam-batuk-pilek alias selesma nggak boleh minum es? Benerr?? Kata siapa?
Bayangin aja... Anak umur 3 tahun lagi demam. Ingusnya meler. Batuk grok-g...rok. Tapi nggak sesak kok. Makan susah. Kayanya mulutnya pahit. Masuk makanan "hoekk". Disuruh minum air putih nggak mau. Pas ditanya, "Mau es krim?" Langsung matanya berbinar-binar. "Mau, mau," gitu katanya.
Di tempat lain. Anak umur 4 tahun. Batuk, sakit menelan, dan ada sariawan beberapa buah di lidah dan langit-langitnya. Masuk makanan dikit bilang perih. Minum air hangat nggak enak. Pas ke dokter, disuruh makan es krim dan minum air dingin. "Kan enak, Bu. Adem gitu. Coba Ibu lagi sariawan dan disuruh makan es krim. Enak kan??" gitu kata Pak Dokter.
Ini faktanya:
- Common cold alias selesma, lalu influenza (flu), sama-sama disebabkan oleh infeksi virus. Berarti bukan gara-gara minum es atau makan gorengan, kan? smile emoticon
- Anak sakit flu dan CC butuh banyak asupan cairan. Kalau dengan makan es krim dan minum dingin, dia dapat banyak asupan cairan, kenapa tidak? Bagus dong. Justru menghindari dehidrasi. Demam kan meningkatkan risiko dehidrasi.
- Nanti "radang" dong tenggorokannya karena minum air es? Hehe, kata siapa? Anaknya punya alergi minuman/makanan dingin? Ketika mengonsumsi jenis makan/minuman tersebut timbul reaksi tidak nyaman? Kalau tidak ada, ya mengapa khawatir? smile emoticon
Lagi-lagi, penyebab sakitnya kan infeksi.
Ada yang mau menambahkan?

DeBeDe versus Tipes

Musim DBD belum berakhir. Banyak orangtua yang khawatir menghadapi anaknya demam, dan langsung membawanya ke dokter, untuk memastikan kemung...kinan sakit demam berdarah. Lalu pertanyaan "kalau tipes enggak ya, Dok?" juga terlontar. Bagaimana membedakan keduanya?
- Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) sama-sama disebabkan oleh infeksi VIRUS Dengue. Kalau demam tifoid disebabkan oleh infeksi BAKTERI Salmonella typhi.
Jadi infeksi VIRUS tidak butuh antibiotik, dan infeksi BAKTERI butuh antibiotik.
- DD/DBD ditandai dengan demam 2 sampai 7 hari yang umumnya tidak disertai batuk pilek sama sekali (pilek.hampir tidak pernah, batuk masih mungkin meskipun jarang). Jadi fokus infeksinya tidak jelas.
Dema tifoid ditandai dengan demam yang lebih lama dari 7 hari. Artinya: kalau demamnya belum seminggu, ya sangat kecil kemungkinan demam tifoid. Tidak perlu berpikir anak sakit tifoid jika demam belum 7 hari.
Tifoid juga mirip dengan infeksi virus Dengue, jarang sekali disertai dengan batuk atau pilek. Selain demam, yang cukup dominan adalah gejala saluran cerna seperti sakit perut, mual, muntah, dan diare atau sebaliknya sembelit.
- Bagaimana membedakan DD dan DBD? Pada keduanya terjadi penurunan nilai trombosit (trombositopenia) sampai di bawah 100.000 per mikroliter. Yang membedakan adalah: pada DD tidak terjadi peningkatan nilai hematokrit, sedangkan pada DBD terjadi peningkatan nilai hematokrit (hemokonsentrasi). Jadi pada kecurigaan DD/DBD, jangan hanya trombositnya yang diperhatikan, lihat juga hematokrit dan leukositnya (leukosit sering sekali turun juga).
- Mungkinkah DD/DBD dan demam tifoid terjadi bersamaan? Kan bisa saja, anak demam tiga hari ternyata trombosit turun dan tas Widal-nya positif.
Jawabannya: kecil sekali kemungkinannya. Dari perjalanan penyakitnya saja sudah berbeda. DD/DBD demamnya maksimal 7 hari, dan tifoid justru lebih dari 7 hari.
Lalu Widal positif bisa terjadi pada orang sehat sekalipun. Uji Widal hanya mendeteksi pernah adanya kuman Salmonella dalam tubuh seseorang, tetapi belum tentu menandakan orang tersebut sedang sakit akibat bakteri Salmonella.
Jadi, berhati-hatilah dalam menginterpretasi hasil Widal. (Saya juarang sekali periksakan Widal, meskipun curiga tifoid)
- Bagaimana dengan gejala tipes, apakah.perlu diobati?
Gejala tipes seharusnya tidak boleh disebutkan lagi. Karena ini salah satu "diagnosis" tidak jelas. Harus tegas! Demam tifoid atau bukan!
Sama halnya dengan bilang: flek paru dan radang tenggorokan. Sama-sama tidak jelas. Harus tegas: TB atau bukan? Kalau bukan ya apa? Pneumonia? Juga tegas strep throat atau bukan? Atau common cold?
Segini dulu aja. Baca-baca lagi dari Medscape, Kidshealth, WHO, Mayoclinic, dan Milissehat ya.

"Anak saya demamnya tinggi, sampai 39,5 derajat selsius, tapi tangan dan kakinya dingin. Kenapa-kenapa nggak ya, Dok?"

Pernah mengajukan pertanyaan di atas? Ini... jawabannya.
Demam adalah respon tubuh menghadapi kuman yang masuk. "Termostat" alias pengatur suhu yang berpusat di hipotalamus otak kita mengaturnya dengan cara meningkatkan "set point" tubuh, lalu naiklah suhu tubuh. Seiring meningkatnya suhu tubuh, badan kadang menggigil, tangan dan kaki teraba dingin. Ini adalah upaya tubuh mencegah keluarnya panas berlebihan, yaitu dengan menyempitkan pembuluh darah di tangan dan kaki, sehingga teraba dingin. Sedangkan pusat tubuh tetap teraba panas, makanya terukur sebagai demam di termometer.

Ketika suhu sudah mencapai puncaknya, maka tubuh akan otomatis menurunkan demam, dan pembuluh-pembuluh darah di tangan dan kaki kembali melebar, sehingga teraba demam juga. Anak bisa berkeringat seiring turunnya demam.
Kesimpulannya: kondisi yang ditanyakan di atas adalah WAJAR.
Yang dikhawatirkan pada demam, seiring naiknya suhu, sebenarnya bukanlah kejang, tapi risiko dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh. Makin tinggi suhu, maka makin tinggi risiko keluarnya cairan tubuh. Maka banyak minum menjadi solusi pada kondisi demam.
Eits, tapi selalu ada perkecualian untuk tiap kondisi. Syok (kekurangan oksigen di jaringan tubuh) pun ditandai dengan terabanya ekstremitas (lengan-tangan dan tungkai-kaki) yang dingin. Tapi berbeda tentunya antara teraba dingin pada demam yang wajar dan syok pada kondisi Demam Berdarah Dengue. Selain teraba dingin, anak yang syok tampak lemah, sedikit pipisnya, dan nadi teraba lemah serta cepat.
Salah satu referensi: http://clinicalpediatrics.com/Fever.html

Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?

 (tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...