Monday, January 22, 2018

Mengapa saya menolak puyer racikan


“Ooh my God... divided by eyes?” Kalimat ini selalu saya ingat. Guru saya menceritakan pengalamannya sekitar satu dekade lalu, ketika kawannya dari Australia melihat proses pembuatan puyer di sini. Ya, satu kertas putih berisi campuran berbagai macam obat, di antara jejeran kertas-kertas puyer lainnya, yang dibagi-bagi (harapannya) dengan jumlah sama rata (yakin? 😅), antar satu kertas dengan kertas lainnya. Yakin dosisnya sama antar bungkusan? Pembaginya adalah mata manusia yang timbangan khusus miligram. Lalu, kira-kira apa penyakit yang butuh satu sediaan campuran alias racikan seperti ini? Apa penyakit anak yang sering diresepkan puyer? Batuk pilek alias common cold? Kan nggak ada obatnya. Diare? Lagi-lagi obatnya oralit dan zinc yang sudah ada sediaan sirupnya. “Radang tenggorokan”? Kan sudah dijelaskan juga, ini diagnosis tidak jelas. Kejang demam? Butuh obat penurun panas? Kalaupun butuh parasetamol, kan sudah ada sediaan sirup atau drops-nya. Antibiotik? Ada sirupnya juga. Lalu apa penyakit yang butuh puyer isi campuran berbagai jenis obat, atau ada juga yang memberikan sirup diisi berbagai campuran obat lagi.

Praktik pembuatan puyer atau racikan berbagai obat ini dikenal dengan istilah drug compounding. Silakan baca definisinya dalam gambar. Bagaimana Kementerian Kesehatan memandang praktik serupa? Ternyata masuk dalam kategori pengobatan yang tidak rasional (lihat gambar dan baca tautan di bawah). Apa saja risikonya?
- polifarmasi: yaitu memberikan banyak obat untuk satu kondisi. Coba kembalikan pada DIAGNOSIS. Apakah terapinya sesuai? Butuh obat sebanyak itu?
- Interaksi obat, yaitu antar satu obat dengan obat lainnya. Sudah cek di aplikasi drug-interaction? Sudahkah apoteker mengecek semua potensi interaksi obat?
- Kontaminasi dengan kuman. Pernah lihat cara pembuatan puyer? Apakah semua asisten apoteker mengenakan sarung tangan dan masker saat “meracik” obatnya? Apakah wadah alias lumpangnya bebas dari campuran obat antara satu pasien dengan pasien lainnya? 

Apakah tidak boleh membuat obat dalam bentuk puyer sama sekali? Drug compounding masih diperbolehkan dengan alasan-alasan seperti di gambar.

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh konsumen kesehatan?
1. Selalu tanya apa diagnosis, karena ini menentukan terapi. Kecocokan antara diagnosis dengan terapi bisa dibaca lebih detil di era informasi yang ada di ujung jari ini.
2. Minta selalu kopi resep apabila resep tidak jelas terbaca, agar tahu apa saja obat-obatan yang diresepkan. Kandungan dan interaksi obat amat mudah dicek di situs semacam drugs.com dan webmd.com, atau yang lebih rumit semacam medscape.com
3. Apabila diberikan puyer, tanyakan apa alasannya. Apakah tidak ada sediaan sirupnya atau tabletnya? Atau mungkin memang obat yang belum ada sediaan sirupnya, sedangkan butuh tepat sesuai dosis berat badan anak/bayi yang kecil. Tapi tetap saja: BUKAN campuran berbagai obat dalam satu puyer.

Jadi... masih mau mendapatkan puyer racikan berisi campuran lebih dari satu obat? 😊

Bacaan lebih lanjut:
http://binfar.kemkes.go.id/?wpdmact=process&did=MTcwLmhvdGxpbms=
http://www.pewtrusts.org/en/research-and-analysis/collections/2014/11/drug-compounding
https://www.fda.gov/Drugs/GuidanceComplianceRegulatoryInformation/PharmacyCompounding/ucm339764.htm#combine










1 comment:

Rifai said...

Dok, saya sering berobat ke puskesmas apabila balita saya sakit. Kalo menurut kementriN kesehatan obat puyer racik tidak di rekomendasikan, tapi kenyataannta puyer kerap diberikan kepada balita saya yg demam sedangkan parasetamol syrup di hentikan. Selain ulasan dokter diatas soal takaran yang tidak presisi sesuai dosis dan diagnosa obat puyer juga menyulitkan dalam pemberian obat tersebut kepada balita saya,jadi terpaksa saya campur dengan obat yang diberikan bersamaan saat berobat yang berbentuk syrup. Mohon tanggapannya dok.

Vitamin Penambah Nafsu Makan

“Dok, anak saya susah makan. Ada vitamin penambah nafsu makan buat anak saya?” Ini adalah pertanyaan yang (sejujurnya) saya hindari. Kenapa?...