Demam dan Antibiotik
"Dok,
anak saya demam sudah tiga hari. Ada batuk pilek. Tadi saya ke dokter
dan diresepkan antibiotik. Belum saya tebus. Saya tanya ke dokter,
kenapa anak saya dapat antibiotik? Setahu saya batuk-pilek karena
infeksi virus. Dokternya menjawab: karena anak ibu demam, jd kemungkinan
ini infeksi bakteri.
Apakah antibiotik harus saya tebus dan berikan ke anak saya?"
Pernah mendengar cerita serupa? Dokter mendiagnosis infeksi bakteri berdasarkan gejala demam. Atau biasanya bila demamnya tinggi, di atas 39 derajat selsius, maka dicurigai infeksi bakteri dan diresepkan antibiotik.
Benarkah demikian?
Mari kita bahas terlebih dulu mengenai demam..
Di dalam buku "Breaking the Antibiotic Habit" tulisan Paul Offit dkk, dituliskan data dari 100 anak yg pergi ke dokter karena demam, sekitar 60 akan diresepkan antibiotik. Sebenarnya hanya 10 yg terbukti terdiagnosis infeksi bakteri.
Demam diciptakan Alloh untuk memerangi infeksi (dalam hal adanya infeksi yg terjadi). Ketika kuman (virus/bakteri) masuk, sel-sel sistem imun kita menghasilkan protein bernama pirogen yang merangsang hipotalamus (termostat di otak kita) untuk menaikkan suhu tubuh dan terjadilah DEMAM. Mengapa wujudnya harus demam? Karena pada kondisi demam, sistem imun (pertahanan tubuh) kita bekerja lebih baik dalam melawan infeksi.
Sel darah putih kita yg bernama limfosit B menghasilkan protein bernama antibodi yang "mengikat" dan membunuh virus/bakteri. Limfosit T bekerja dengan mematikan sel-sel yang terinfeksi virus/bakteri, sebelum makin banyak sel yg dirusak oleh kuman. Ada sel-sel lain yg bekerja dg cara menangkap kuman, mencernanya, dan menyerahkannya ke sistem imun (antigen presenting cells). Semua tentara daya tahan tubuh ini bekerja LEBIH BAIK saat demam.
Apa artinya? DEMAM itu BAIK.
Kalau demam baik, mengapa badan kita tidak terus menerus demam saja?
Hehe, demam pastinya terasa tidak nyaman di badan. Demam juga menaikkan kerja jantung kita, meningkatkan pembuangan cairan tubuh, dan kebutuhan energi. Jadi tubuh hanya membuat demam saat dibutuhkan saja.
Lalu apakah demam boleh diobati? Diturunkan dg obat penurun panas?
Nanti anak mengalami kejang dong bila suhunya naik terus? Benarkah demikian?
Kita tengok dua penelitian yg pernah dilakukan. Pertama di Johns Hopkins School of Medicine di Baltimore. Peneliti membagi dua kelompok anak yg sedang mengalami cacar air (varisela). Kelompok pertama rutin mendapatkan parasetamol 4 kali sehari selama 4 hari. Sedangkan kelompok kedua tidak diberikan obat penurun panas untuk mengatasi demamnya. Apa hasilnya? Ternyata anak-anak yg tidak mendapatkan parasetamol lebih cepat hilang lenting-lenting kulitnya, dibandingkan dengan yg diobati dengan parasetamol.
Penelitian kedua dilakukan di Universitas Adelaide di Australia. Peneliti menginfeksi 60 relawan dewasa sehat dengan rinovirus (penyebab common cold). 15 orang mendapat parasetamol, 15 orang ibuprofen, 15 orang aspirin, dan 15 sisanya tidak mendapat obat. Hasilnya seperti dugaan kita. Kelompok yg tidak diobati sembuh lebih cepat dibandingkan dengan yg diobati, dan membentuk antibodi lebih banyak dibandingkan dengan yg diobati.
Pemberian parasetamol, misalnya, juga bukan tanpa risiko. Banyak anak yg mengalami kerusakan hati akibat overdosis parasetamol atau kekurangpahamanborangtua terhadap dosis obat.
Masalah fever phobia ini demikian mendunianya. Jurnal Pediatrics di tahun 2011 menyimpulkan parasetamol atau obat penurun panas (antipiretik) lainnya diberikan bertujuan untuk membuat anak lebih nyaman ketika demam terus naik. Tidak perlu buru-buru memberikan antipiretik bila anak tidak rewel dan masih aktif.
Nanti kejang dong kalau suhunya naik terus?
Satu, kejang demam hanya terjadi pada 3 dari 100 anak yg mengalami demam. Dua, kejang demam tidak menjadi epilepsi atau menimbulkan kerusakan otak. Tiga, pemberian antipiretik terbukti tidak mencegah kejang demam. Empat, makin tinggi suhu tidak menandakan makin berat penyakit. Lima, hipotalamus kan punya setting suhu sendiri. Pada suhu tertentu, bila "mentok", maka tubuh akan menurunkan sendiri suhunya.
Apakah suhu yg lebih tinggi menandakan penyebabnya adalah bakteri?
Penelitian di Harvard Medical School di akhir 1980-an menunjukkan suhu yg lebih tinggi tidak membedakan penyebabnya virus atau bakteri. Bahkan kadang-kadang infeksi virus bisa menghasilkan suhu lebih tinggi dibandingkan bakteri.
Apakah antibiotik harus saya tebus dan berikan ke anak saya?"
Pernah mendengar cerita serupa? Dokter mendiagnosis infeksi bakteri berdasarkan gejala demam. Atau biasanya bila demamnya tinggi, di atas 39 derajat selsius, maka dicurigai infeksi bakteri dan diresepkan antibiotik.
Benarkah demikian?
Mari kita bahas terlebih dulu mengenai demam..
Di dalam buku "Breaking the Antibiotic Habit" tulisan Paul Offit dkk, dituliskan data dari 100 anak yg pergi ke dokter karena demam, sekitar 60 akan diresepkan antibiotik. Sebenarnya hanya 10 yg terbukti terdiagnosis infeksi bakteri.
Demam diciptakan Alloh untuk memerangi infeksi (dalam hal adanya infeksi yg terjadi). Ketika kuman (virus/bakteri) masuk, sel-sel sistem imun kita menghasilkan protein bernama pirogen yang merangsang hipotalamus (termostat di otak kita) untuk menaikkan suhu tubuh dan terjadilah DEMAM. Mengapa wujudnya harus demam? Karena pada kondisi demam, sistem imun (pertahanan tubuh) kita bekerja lebih baik dalam melawan infeksi.
Sel darah putih kita yg bernama limfosit B menghasilkan protein bernama antibodi yang "mengikat" dan membunuh virus/bakteri. Limfosit T bekerja dengan mematikan sel-sel yang terinfeksi virus/bakteri, sebelum makin banyak sel yg dirusak oleh kuman. Ada sel-sel lain yg bekerja dg cara menangkap kuman, mencernanya, dan menyerahkannya ke sistem imun (antigen presenting cells). Semua tentara daya tahan tubuh ini bekerja LEBIH BAIK saat demam.
Apa artinya? DEMAM itu BAIK.
Kalau demam baik, mengapa badan kita tidak terus menerus demam saja?
Hehe, demam pastinya terasa tidak nyaman di badan. Demam juga menaikkan kerja jantung kita, meningkatkan pembuangan cairan tubuh, dan kebutuhan energi. Jadi tubuh hanya membuat demam saat dibutuhkan saja.
Lalu apakah demam boleh diobati? Diturunkan dg obat penurun panas?
Nanti anak mengalami kejang dong bila suhunya naik terus? Benarkah demikian?
Kita tengok dua penelitian yg pernah dilakukan. Pertama di Johns Hopkins School of Medicine di Baltimore. Peneliti membagi dua kelompok anak yg sedang mengalami cacar air (varisela). Kelompok pertama rutin mendapatkan parasetamol 4 kali sehari selama 4 hari. Sedangkan kelompok kedua tidak diberikan obat penurun panas untuk mengatasi demamnya. Apa hasilnya? Ternyata anak-anak yg tidak mendapatkan parasetamol lebih cepat hilang lenting-lenting kulitnya, dibandingkan dengan yg diobati dengan parasetamol.
Penelitian kedua dilakukan di Universitas Adelaide di Australia. Peneliti menginfeksi 60 relawan dewasa sehat dengan rinovirus (penyebab common cold). 15 orang mendapat parasetamol, 15 orang ibuprofen, 15 orang aspirin, dan 15 sisanya tidak mendapat obat. Hasilnya seperti dugaan kita. Kelompok yg tidak diobati sembuh lebih cepat dibandingkan dengan yg diobati, dan membentuk antibodi lebih banyak dibandingkan dengan yg diobati.
Pemberian parasetamol, misalnya, juga bukan tanpa risiko. Banyak anak yg mengalami kerusakan hati akibat overdosis parasetamol atau kekurangpahamanborangtua terhadap dosis obat.
Masalah fever phobia ini demikian mendunianya. Jurnal Pediatrics di tahun 2011 menyimpulkan parasetamol atau obat penurun panas (antipiretik) lainnya diberikan bertujuan untuk membuat anak lebih nyaman ketika demam terus naik. Tidak perlu buru-buru memberikan antipiretik bila anak tidak rewel dan masih aktif.
Nanti kejang dong kalau suhunya naik terus?
Satu, kejang demam hanya terjadi pada 3 dari 100 anak yg mengalami demam. Dua, kejang demam tidak menjadi epilepsi atau menimbulkan kerusakan otak. Tiga, pemberian antipiretik terbukti tidak mencegah kejang demam. Empat, makin tinggi suhu tidak menandakan makin berat penyakit. Lima, hipotalamus kan punya setting suhu sendiri. Pada suhu tertentu, bila "mentok", maka tubuh akan menurunkan sendiri suhunya.
Apakah suhu yg lebih tinggi menandakan penyebabnya adalah bakteri?
Penelitian di Harvard Medical School di akhir 1980-an menunjukkan suhu yg lebih tinggi tidak membedakan penyebabnya virus atau bakteri. Bahkan kadang-kadang infeksi virus bisa menghasilkan suhu lebih tinggi dibandingkan bakteri.
Comments
Jangan khawatir untuk menghentikan pemberian antibiotiknya. Nanti jadi "kebal" dong kumannya? Tentu saja tidak. Kan tidak ada bakteri jahat yang harus dibunuh, jadi mana ada bakteri yang bisa "dikebalkan"?
Bu Rosa, saya praktik di Kramat Jati, Jakarta Timur. Silakan e-mail ke dokterapin@gmail.com untuk info lebih lanjut
Anak saya usia 13 bulan dokter.
Anak saya usia 13 bulan dokter.
Dn skrng demam lg.. sya khawatir trulang lg... smntara ini sya hny mmberi parasetamol drop... baiknya bgaimana ya dok.. mohon sarannya dok