Mana yang lebih efektif: DPT atau DPaT?
- Get link
- Other Apps
Banyak orangtua khawatir anaknya mengalami demam pasca imunisasi DPT,
sehingga mereka lebih memilih DPaT/DaPT/DTaP sebagai vaksin yang "tidak
panas". Benarkah demikian? Vaccine information statement dari CDC
menyatakan risiko demam pada anak yang mendapatkan vaksin DPaT dapat
mencapai 1 dari 4 anak. (sumber: http://www.cdc.gov/vaccines/ hcp/vis/vis-statements/ dtap.html). Artinya: sebenarnya tidak ada vaksin yang bebas demam 100%.
Lebih lanjut lagi, wabah pertusis yang terjadi di negara lain, Amerika
Serikat khususnya, membuat peneliti kembali mengevaluasi efektivitas
vaksin DPaT. Perlu diketahui, AS dan banyak negara lain di Eropa dan
Australia sudah tidak menggunakan DPT (baca: whole cell pertussis
vaccine--menggunakan bakteri pertusis utuh) lagi, tetapi menggunakan
DPaT (baca: acellular pertussis vaccine--hanya menggunakan sekitar 3
komponen dari bakteri pertusis). Di AS sendiri, penggantian ini sudah
dilakukan sejak tahun 1992, sedangkan di negara kita Indonesia, Bio
Farma masih memproduksi DPT (kombinasi dengan Hepatitis B dan Hib) dan
tersedia juga alternatif vaksin impor DPaT (tunggal, dan kombinasi
dengan Hib, atau Hib-IPV).
Inilah beberapa kesimpulan yang mungkin bisa membantu orangtua membuat keputusan: vaksin mana yang akan digunakan?
- Vaksin DPT (whole cell) lebih melindungi seseorang dari kemungkinan
terkena pertusis dibandingkan dengan DPaT (acellular). Fakta ini
dibuktikan dari penelitian terbentuknya antibodi terhadap pertusis (pada
penderita) menggunakan alat PCR, seperti diungkapkan di jurnal
Pediatrics tahun ini (sumber: http:// pediatrics.aappublications.org/ content/early/2013/05/15/ peds.2012-3836.full.pdf). Keunggulan vaksin DPT ini juga disimpulkan di jurnal Clinical infectious Disease tahun ini (sumber: http://cid.oxfordjournals.org/ content/early/2013/03/05/ cid.cit046.abstract).
- Durasi (jangka/lamanya) proteksi vaksin DPaT lebih singkat
dibandingkan DPT dalam mencegah sakit pertusis. Interval waktu dari
kapan terakhir mendapatkan imunisasi DPaT juga memengaruhi risiko
seorang remaja/dewasa terkena pertusis di kemudian hari. (sumber: http://jama.jamanetwork.com/ article.aspx?articleid=1456072).
Untuk itu, pemberian imunisasi booster jangan sampai terlewat. Sejauh
ini rekomendasi imunisasi di Indonesia memberikan vaksin DPT/DPaT
terakhir di usia 5-6 tahun. Mulai usia 7 tahun ke atas, dan jadwal
imunisasi booster/ulangan di usia 10-12 tahun adalah imunisasi dT yang
tidak mengandung pertusis. Di AS sendiri sudah menggunakan Tdap sebagai
booster untuk usia tersebut/remaja/dewasa. Di Indonesia, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai insidens pertusis pada remaja dan
dewasa.
- Bagaimanapun juga, vaksin DPaT tetap efektif
melindungi bayi dan balita dari sakit pertusis. Cochrane yang dikenal
sebagai sumber meta-analisis menyimpulkannya. (sumber: http://summaries.cochrane.org/ CD001478/ acellular-vaccines-for-preventi ng-whooping-cough-in-children).
- Lebih lanjut lagi, penelitian yang terakhir dipublikasikan
menunjukkan vaksin pertusis aselular mampu mencegah sakit, tetapi tidak
mencegah infeksi (tertular) dan penyebaran kuman Bordetella pertussis.
Penelitian ini memang baru dilakukan pada hewan percobaan (sumber: http://www.medscape.com/ viewarticle/815247).
Artikel lain yang juga bagus untuk dibaca ada di sini: http://www.medscape.com/ viewarticle/777012_1
Nah, kini selaku orangtua, silakan memutuskan vaksin mana yang akan
Anda gunakan: DPT atau DPaT. Semoga membantu dan bermanfaat.
Apin
- Get link
- Other Apps
Comments