Friday, April 03, 2015

Tulisan yang tak saya masukkan ke dalam buku Pro Kontra Imunisasi

Pada bulan Januari 1925, wabah difteri merebak di Alaska. Beberapa anak suku Inuit di Nome, Alaska terdiagnosis difteri, penyakit mematikan yang masih cukup banyak menjangkiti warga di berbagai belahan dunia. Satu-satunya upaya mengatasi difteri adalah menyuntikkan anti-toksin kepada seluruh penderitanya. Tanpa obat ini, difteri akan makin menyebar luas dan menginfeksi lebih banyak orang, membahayakan seluruh penduduk Nome. Telegraf permohonan bantuan dikirimkan ke berbagai kota di sekitar yang mungkin menyediakan anti-toksin, tetapi hanya satu RS di Anchorage, berjarak 1.000 mil dari Nome, yang menyediakan obat ini. Kendala terbesar adalah transportasi. Kereta api hanya mampu membawa obat-obatan sampai kota Nenana. Perjalanan udara yang seharusnya menjadi andalan selanjutnya harus terhenti di hanggar pesawat, akibat cuaca ganas di musim dingin. Jalan keluarpenyaluran anti-toksin dari Nenana ke Nome (sejauh 674 mil) harus segera ditemukan.
Tersebutlah nama Balto, seekor anjing Siberian husky yang namanya dikenal saat ini sebagai sosok yang berhasil membawa anti-toksin difteri hingga ke Nome. Ya, akhirnya diputuskan upaya tercepat dan paling memungkinkan membawa anti-toksin menggunakan pasukan anjing (dog sled team). Lebih dari 20 orang pengendali anjing dan pasukan anjing-anjingnya terlibat dalam perjalanan heroik ini. Membawa paket anti-toksin difteri, mereka melawan dinginnyadatarankutub utarayang dapat mencapai minus 40 derajat fahrenheit, ditambah dengan kuatnya hembusan angin dingin yang dengan mudahnya melumpuhkan pasukan anjing dan pengendalinya.
Pada tanggal 1 Februari 1925, paket berisi anti-toksin diserahkan untuk yang terakhir kalinya kepada Gunnar Kassen di desa Bluff. Pasukan anjing Kassen dipimpin oleh anjing bernama Balto, yang harus berhasil mencapai Nome dan menyerahkan paket dalam keadaan baik. Di dalam perjalananmenuju titik akhir, pasukan Balto menghadapi suhu ekstrem minus 50 derajat dan harus melawan angin berkecepatan 50 mph. Kassen tak mampu menentukan arah perjalanan. Dalam kondisi kritis, Balto mampu menentukan arah perjalanan dengan tepat mengikuti nalurinya. Setelah melalui perjalanan melelahkan selama 20 jam, Balto berhasil mencapai tujuanpada tanggal 2 Februari. Anti-toksin difteri mencapai tujuan dengan selamat setelah 7 hari meninggalkan Anchorage dan 127,5 jam pasca keberangkatan dari Nenana.
Kisah heroik Balto menunjukkan upaya penyelamatan nyawa manusia menggunakan vaksin dan anti-toksin sebagai salah satu keberhasilan besar manusia di bidang kemanusiaan. Berbagai upaya telah dikerahkan oleh banyak orang di berbagai negara, termasuk Indonesia, selama puluhan tahun, untuk mendukung keberhasilan program imunisasi. Karena mereka semua memahami: imunisasi terbukti menyelamatkan nyawa.
Simak kisah Ewan McGregor melintasi berbagai belahan dunia untuk mengantarkan vaksin polio, bagaimana polio akhirnya dapat dimusnahkan dari bumi Indonesia, dan pengakuan seorang muslim Nigeria yang menyesal telah menolak imunisasi hanya di Buku Pro Kontra Imunisasi
Arifianto, Juli 2014

No comments:

Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?

 (tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...