Buat kami para dokter, kehilangan satu saja nyawa pasien yang diamanahkan kepada kami untuk merawatnya, adalah kehilangan yang besar.
Satu nyawa sudah terlalu banyak untuk kami.
Itu sebabnya kami demikian gigih mengampanyekan upaya pencegahan penyakit bagi masyarakat. Imunisasi adalah salah satunya. Karena kami paham benar bahwa imunisasi sudah mencegah kehilangan banyak nyawa.
...
Satu nyawa sudah terlalu banyak untuk kami.
Itu sebabnya kami demikian gigih mengampanyekan upaya pencegahan penyakit bagi masyarakat. Imunisasi adalah salah satunya. Karena kami paham benar bahwa imunisasi sudah mencegah kehilangan banyak nyawa.
...
Kami melihat sendiri betapa menderitanya mereka yang kejang-kejang menahan sakit di sekujur tubuhnya karena tetanus. Padahal penyakit ini bisa dicegah dengan vaksin. Kami membayangkan penderitaan mereka yang mengalami tetanus berat sampai membutuhkan alat bantu napas (ventilator) atay tak sadarkan diri, ketika kami merawat mereka.
Kami mengetahui penderitaan anak-anak yang mengalami difteri hingga harus dilubangi saluran napas atasnya (lewat bagian bawah leher, yaitu trakeostomi), padahal penyakit ini bisa dicegah dengan vaksin. Bayangkan juga kesusahan keluarga yang harus menemani anaknya dirawat selama berminggu-minggu, sehingga sang ayah tidak dapat bekerja mencari nafkah. Padahal vaksin DPT diberikan secara gratis di Puskesmas.
Kami juga menyaksikan sendiri anak-anak yang mengalami komplikasi berat akibat campak, berupa pneumonia yang sampai membutuhkan pemasangan ventilator, diare berat yang membuat si anak kehilangan cairan dan elektrolit sampai membutuhkan perawatan ruang intensif, dan kejang yang lama baru berhasil ditangani. Banyak orang berpikir campak adalah penyakit biasa. Padahal ruam-ruam kulit yang bisa dicegah dengan vaksin ini sangat berbahaya.
Kami juga merasakan kepedihan orang-orang dewasa penderita kanker hati dan sirosis akibat hepatitis B. Makanya kami berjuang memberikan vaksin ini sejak bayi baru lahir.
Kami juga melihat beban hidup yang ditanggung penderita polio seumur hidupnya. Kami lalu menjadi tahu anak-anak sekolah harus tertinggal pelajarannya di sekolah akibat hepatitis A. Dan masih banyak derita lain akibat penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi.
Kami para petugas kesehatan mengetahui dan merasakannya. Mungkin sebagian dari Anda tidak mengetahuinya. Mari, saya beritahu kalau begitu. Jangan sampai ketidaktahuan sebagian kecil orang menjadi penghalang kesejahteraan hidup banyak orang.
Kehilangan satu nyawa saja sudah terlalu banyak untuk kami.
Kami mengetahui penderitaan anak-anak yang mengalami difteri hingga harus dilubangi saluran napas atasnya (lewat bagian bawah leher, yaitu trakeostomi), padahal penyakit ini bisa dicegah dengan vaksin. Bayangkan juga kesusahan keluarga yang harus menemani anaknya dirawat selama berminggu-minggu, sehingga sang ayah tidak dapat bekerja mencari nafkah. Padahal vaksin DPT diberikan secara gratis di Puskesmas.
Kami juga menyaksikan sendiri anak-anak yang mengalami komplikasi berat akibat campak, berupa pneumonia yang sampai membutuhkan pemasangan ventilator, diare berat yang membuat si anak kehilangan cairan dan elektrolit sampai membutuhkan perawatan ruang intensif, dan kejang yang lama baru berhasil ditangani. Banyak orang berpikir campak adalah penyakit biasa. Padahal ruam-ruam kulit yang bisa dicegah dengan vaksin ini sangat berbahaya.
Kami juga merasakan kepedihan orang-orang dewasa penderita kanker hati dan sirosis akibat hepatitis B. Makanya kami berjuang memberikan vaksin ini sejak bayi baru lahir.
Kami juga melihat beban hidup yang ditanggung penderita polio seumur hidupnya. Kami lalu menjadi tahu anak-anak sekolah harus tertinggal pelajarannya di sekolah akibat hepatitis A. Dan masih banyak derita lain akibat penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi.
Kami para petugas kesehatan mengetahui dan merasakannya. Mungkin sebagian dari Anda tidak mengetahuinya. Mari, saya beritahu kalau begitu. Jangan sampai ketidaktahuan sebagian kecil orang menjadi penghalang kesejahteraan hidup banyak orang.
Kehilangan satu nyawa saja sudah terlalu banyak untuk kami.
No comments:
Post a Comment