Pada bulan Desember 2014, sebanyak 40 orang di negara bagian California dinyatakan positif mengidap suatu penyakit yang sangat menular. Ternyata mereka semua memiliki satu kesamaan, yaitu pernah mengunjungi Disneyland setempat baru-baru itu. Dalam waktu singkat, penyakit ini mewabah dan menyebar ke setidaknya 6 negara bagian di Amerika Serikat. Wabah baru dinyatakan berakhir setelah pihak-pihak kesehatan bekerja keras menghentikan wabah tersebut. Pada 27 April 2015, wabah akhirnya dinyatakan berakhir.
Berselang setahun kemudian, di akhir tahun 2015, otoritas kesehatan di Sydney, Australia, mengeluarkan peringatan serupa akan risiko terjadinya wabah penyakit serupa. Alasannya adalah seorang warga lokal diketahui mengalami penyakit ini setelah mengunjungi pusat kesehatan di tanggal 28 dan 30 November. Sebelumnya pada tanggal 26 dan 27, ia sempat mengunjungi pusat perbelanjaan di kota. Artinya ia sempat berada di tengah keramaian orang banyak. Potensi menular ke orang-orang lain. Ya, satu orang saja mengalami sakit ini, maka gegerlah seluruh kota.
Di antara kedua kejadian tersebut, seorang mahasiswa di Universitas California di Berkeley diketahui mengalami penyakit yang sama. Pihak kampus segera memberitakan kabar ini ke seluruh pihak, dan meminta orang-orang lain yang mengalami kecurigaan penyakit serupa agar menghubungi pihak kesehatan. Mahasiswa yang sakit dikarantina dan tidak boleh berhubungan dengan aktivitas perkuliahan, sampai masa penularannya dinyatakan berakhir.
Apakah penyakit yang demikian membuat khawatir warga di AS dan Australia? Ya, campak, alias measles atau rubeola. Campak penyakit berbahaya? Anda mungkin menganggap saya berlebihan. Tapi inilah faktanya. Campak sesungguhnya bukanlah penyakit ringan. Campak adalah penyakit yang sangat menular dan berisiko memiliki komplikasi pneumonia (radang paru-paru), diare yang cenderung menyebabkan dehidrasi berat, sampai radang selaput otak, yang semuanya berakhir dengan kematian!
Bukankah semua anak akan mengalami campak? Demam yang disertai dengan ruam-ruam merah? Tidak, ini adalah pandangan yang salah! Penyakit demam disertai ruam pada anak tersering adalah roseola, bukan campak. Saat ini, penyakit campak sudah sangat jauh berkurang dibandi dengan seratus tahun silam. Imunisasi campak (dan MMR) terbukti efektif mengurangi angka penyakit dan kematian akibat campak di seluruh dunia. Campak memang ditandai dengan demam dan ruam. Tapi demamnya lebih lama, mencapai 3-7 hari, disertai batuk, pile, dan mata merah, serta ruam yang awalny muncul di hari ketiga sampai kelima. Ketika ruam memudar, bekas kehitaman masih dijumpai di kulit.
Kesalahan persepsi campak sebagai roseola atau rubella yang dikenal juga sebagai "tampek" atau "sarampak" membuat banyak orangtua tidak mengenalinya. Banyak juga yang berkata, "Anak saya sudah kena campak kok, meskipun sudah diimunisasi campak", atau "anak saya tidak perlu lagi diimunisasi campak, karena dia sudah kena campak sebelumnya". Faktanya anak-anak yang sudah diimunisasi campak akan sangat jarang mengalami campak, dan banyak orangtua yang berpikir anaknya sudah sakit campak (padahal sesungguhnya roseola atau rubella yang dialaminya) lalu tidak mengimunisasikan campak ke anaknya, akhirnya mengalami komplikasi fatal akibat campak di kemudian hari.
Dari semua vaksin yang diberikan gratis oleh pemerintah, saya mengamati dalam praktik sehari-hari, campak adalah imunisasi yang paling sering terlewatkan. Alasan tersering adalah anak berulang kali sakit batuk pilek, sehingga petugas di Puskesmas menunda imunisasinya. Padahal imunisasi BCG, Polio, dan DPT-Hib-Hepatitis B-nya lengkap. Ketika anak berusia lebih dari 6 bulan, wajar sekali jika selesma sering melandanya. Keadaan ini diperburuk dengan pandangan sebagian kalangan masyarakat yang menolak imunisasi dengan berbagai alasan. Maka wajar saja sampai saat ini kasus campak masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia. Hampir setiap hari kasus baru campak didapati di Puskesmas dan RS. Angka rawat inap dan kematian akibat campak masih sulit ditekan.
Silakan lihat poster-poster peringatan penyakit campak yang ada di sini. Sebagiannya berasal dari awal tahun 1900-an di AS. Sejak satu abad silam, mereka sudah paham benar bahayanya campak. Siapa saja yang sakit campak harus dikarantina alias diisolasi! Jangan sampai wabah terjadi dan memakan banyak korban. Siapa yang melanggar aturan ini akan mendapatkan sanksi dari pemerintah. Vaksin campak dan MMR memang baru dikembangkan secara serius pada tahun 1950-an.
Maka mendengar tagar
#KamiTidakTakut dengan bom teroris beberapa hari lalu.membuat saya teringat dengan peringatan bahayanya campak. Masyarakat Indonesia dikatakan unik karena justru mendatangi lokasi korban bom, ketika orang-orang Barat mungkin justru berlarian menghindarinya ketika menghadapi kondisi serupa. Maka saya tidak menginginkan tagar serupa berlaku untuk penyakit campak. Masyarakat Indonesia harus paham campak tidaklah sama dengan "tampak". Bahkan ketika Anda atau anak Anda dicurigai sakit campak sejak di rumah, maka hindarilah mengantri dokter di ruang tunggu yang sama dengan pasien-pasien lainnya. Selama menunggu giliran dipanggil masuk ke ruang dokter, maka sepanjang waktu itu virus campak bisa menular ke semua orang di sekitarnya.
Penulis adalah seorang dokter anak dan sudah menulis buku "Orangtua Cermat, Anak Sehat"dan "Pro Kontra Imunisasi".