Sunday, October 29, 2017

Apa yang Harus Orangtua Ketahui Ketika Anak Demam: Seputar Antipiretik (dengan Video Edukasi)

1. Benarkah antipiretik diberikan bila suhu badan anak di atas 38 derajat selsius?
Ya, obat pereda demam atau antipiretik semacam parasetamol dapat diberikan ketika anak demam, yaitu suhunya di atas 38. Tetapi banyak ahli bersepakat saat ini pemberian antipiretik sebenarnya lebih bertujuan untuk membuat anak merasa nyaman (tidak rewel), bukan segera menurunkan suhu badan. Artinya: katakanlah suhu anak 39 derajat selsius, tetapi masih bisa bermain dan berjalan-jalan, tidak rewel, maka tidak perlu buru-buru memberikan antipiretik. Toh demam diciptakan untuk memerangi infeksi agar cepat sembuh.
2. Bukankah bila tidak segera diberikan antipiretik, anak akan berisiko mengalami kejang demam?
Untungnya tidak. Tidak ada hubungan antara tingginya suhu tubuh dengan risiko kejang demam. Kejang demam (KD) hanya dialami oleh mereka yg memiliki "bakat" untuk terjadi KD. Bila tidak punya "bakat", suhu di atas 40 derajat selsius pun tidak menjadi KD. Lagipula, kejang demam (bukan meningitis/ensefalitis ya) tidak merusak otak.
Fakta lainnya adalah: antipiretik tidak dapat mencegah terjadinya KD pd mereka yg mempunyai bakat.
3. Bagaimana bila anak tidak mau minum antipiretik saat demam? Haruskah kita memaksanya?
Wah, hal yg serupa ternyata juga terjadi pada anak-anak saya. Jika dipaksa minum, malah dimuntahkan. Lalu ia menangis karena kesal. Terjadilah perang kecil. Hehe. Buat saya, filosofi anak menolak minum obat penurun panas adalah: ia menolak (tanpa disadarinya) tubuhnya segera dinyamankan dengan minum obat. Meskipun seringkali juga antipiretik tidak berhasil menurunkan suhu dan menyamankan anak. Toh, tanpa diberikan antipiretik apapun, tubuh akan menurunkan sendiri suhu tubuhnya. Kita memiliki termostat di hipotalamus yg mengatur suhu tubuh tidak " bablas" ketinggian. Pada suhu maksimal tertentu, tubuh akan menurunkan sendiri demamnya.
Yah...akhirnya selama demam dan ia tidak nyaman plus tidak mau minum obat, kita nyamankan dengan cara menggendongnya, memeluknya, membacakannya cerita, dan memastikan cukup minum. Karena yg dikhawatirkan pd demam sesungguhnya adalah dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) karena terbuang oleh panas.
4. Benarkah pemberian antipiretik dari dubur dibolehkan, apabila anak tidak mau minum obat? Dan benarkah pemberian antipiretik supositoria ini lebih cepat meredakan demam?
Inilah yg namanya FEVER PHOBIA! Takut ya sama demam? Hehe.
Seingat saya, penelitian menunjukkan pemberian antipiretik lewat dubur (supositoria) tidak lebih efektif dibandingkan dengan obat minum dalam meredakan demam. Selain itu, kebanyakan anak tidak suka dan mengalami trauma psikologis bila diberikan obat lewat dubur. Lalu kapan obat seperti ini dapat diberikan? Misalnya pd anak-anak dengan hiperpireksia yg dirawat di RS, dengan kecurigaan infeksi susunan saraf pusat, dan/atau ada kontraindikasi pemberian obat minum, padahal tingginya suhu harus diatasi.
5. Saat anak saya tidur, saya meraba dahinya panas sekali. Lalu saya ukur suhunya 40°C! Bolehkah saya membangunkannya supaya dia minum obat? Atau saya masukkan obat dr dubur saja? Saya takut anak saya kejng saat tidur...
Sudah kita bahas alasan-alasan sebelumnya ya  Anak yg sedang demam karena sakit cenderung kurang istirahat karena tidak nyaman badannya. Maka ketika ia sedang tidur, jangan dibangunkan hanya "sekedar" untuk memaksanya minum obat. Biarkan ia beristirahat. Toh artinya ia sedang tidak rewel juga kan.
6. Benarkah pemberian ibuprofen lebih baik dlm meredakan demam dibandingkan dengan parasetamol?
Ternyata tidak juga. Malah ibuprofen lebih cenderung memberikan efek samping mengiritasi lambung. Parasetamol juga bukannya tanpa risiko. Pemberian yg overdosis dapat merusak hati (liver).
7. Benarkah dosis obat parasetamol diberikan sesuai usia yg tertera di kemasan obat?
Ternyata seharusnya tidak seperti ini! Dosis obat, termasuk parasetamol, diberikan sesuai berat badan, bukan usia. Bisa saja seorang anak mengalami overweight atau sebaliknya underweight, sehingga beratnya tidak sama dengan anak-anak sebayanya. Bisa saja obat yg diberikan malah underdosis atau bahkan overdosis. Sepatutnya orangtua tahu cara menghitung dosis obat secara sederhana, misalnya saja dosis parasetamol adalah 10 sampai 15 miligram per kilogram berat badan per kali pemberian. Lalu tinggal dikonversi kepada mililiter yg berlaku di sediaan obat.
Semoga bermanfaat.


Ketika Anak Susah Makan

"Sudah seminggu ini anak saya susah sekali makan nasi. Hanya beberapa suap saja langsung di lepeh lagi (dimuntahkan lagi). Tapi kalau ngemil buah ia mau, seperti jeruk, semangka, apel dan ngemil biskuit. Minum susu pun tidak banyak, paling sehari hanya sekali saja . Sejak tidak mau makan nasi, saya mengganti makanannya dengan roti. Apakah anak saya baik-baik saja? Apakah berpengaruh dengan asupan gizinya jika dia tidak mau makan nasi?"
Anak kadang mengalami kebosanan dalam mengonsumsi nasi. Ketika seorang anak sedang sakit dan berkurang nafsu makannya tentunya merupakan hal yang wajar. Tetapi seorang anak sehat yang tiba-tiba susah makan makanan tertentu paling sering disebabkan oleh kebosanan. Selama nafsu makannya masih baik, ia akan minta makan saat lapar. Konsep pemberian makan anak sama dengan orang dewasa, yaitu memenuhi gizi seimbang. Kebutuhannya akan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral harus terpenuhi dalam tiap pemberian makan. Konsep ini bisa dilihat dalam “food plate” seperti pada gambar. Nasi memenuhi porsi kebutuhan karbohidrat atau grain dalam konsep food plate, yang hanya menempati seperempat dari porsi satu kali makan. Apabila anak sedang tidak mau makan nasi, tentu masih banyak jenis makanan lain yang dapat memenuhi kebutuhan grain, seperti beras merah, gandum, jagung, sagu, roti, spageti, pasta, dan oatmeal. Buah-buahan dan sayuran apapun dapat diberikan pada tiap kali makan, dengan porsi yang sebanding dengan grain. Susu dibutuhkan tidak lebih dari 400 ml per hari untuk anak berusia di atas satu tahun dan bertujuan memenuhi kebutuhan kalsium, bukan sebagai pengganti makanan. Memvariasikan makanan tiap hari, selama memenuhi prinsip pemberian gizi seimbang, akan membuat anak tidak mudah bosan terhadap jenis makanan tertentu dan menolaknya.


Pemberian Suplemen dan Antibiotik

Dok, anak saya usianya hampir 5 tahun, tapi malas mengunyah sehingga setiap kali makan bisa sampai satu jam. Dia pun enggan minum susu. Padahal saya sudah berusaha telaten menyuapi dan rajin mengingatkan untuk minum susu. Untuk meningkatkan staminanya, saya berikan dia biofos, madu, dan sari kurma. Benarkah tindakan saya ini?
Sejak kecil anak saya juga sering batuk, Dok. Mungkinkah ini pengaruh dari asma yang saya idap? Jika batuknya agak berat, dokter selalu memberi antibiotik. Apa pemberian antibiotik suatu keharusan atau adakah cara lain? Terima kasih.
Retno, Bojonegoro
Ibu Retno, ada empat hal yang akan saya jawab. Pertama, anak Ibu sudah cukup besar, bukan bayi lagi. Coba amati mengapa ia membutuhkan waktu makan yang lama dan mengunyah lambat. Kondisi tersering adalah anak bosan makan nasi. Orangtua pun cenderung memberi label anak “susah makan” karena tidak mau makan nasi (mengingat nasi adalah makanan utama kebanyakan orang Indonesia).
Sebagian anak adalah pemilih makanan (picky eater), maka orangtua harus menyesuaikan keinginan dan selera makan anak, tanpa mengurangi kualitas nutrisinya. Tawarkan jenis makanan pengganti karbohidrat yang variatif, misalnya beras merah, kentang, gandum, jagung, dan sagu. Jangan lupa, lauk berupa protein dan lemak, serta pendamping sayur dan buah di tiap porsi makan.
Satu hal penting yang perlu kita pahami, minum susu tidaklah wajib. Maka jangan paksa anak untuk minum susu tiap hari bila ia tidak menyukainya. Susu dibutuhkan sebagai sumber kalsium, dan Ibu dapat mengganti kalsium dari sumber makanan hewani lainnya. Pemberian makanan yang bervariasi diharapkan dapat meningkatkan selera makan anak.
Kedua, penyebab batuk berulang harus ditelusuri, salah satunya dengan konsultasi ke dokter. Asma mungkin saja salah satu penyebabnya, namun orangtua yang asma tidak secara langsung menurunkannya pada anak. Apa ada orang dewasa yang merokok di sekeliling anak? Faktor ini sering terlupakan sebagai penyebab batuk anak, yaitu sebagai second-hand bahkan third-hand smoker.
Ketiga, sampai saat ini belum ada satu pun suplemen yang terbukti dapat meningkatkan daya tahan tubuh atau stamina anak. Prinsipnya, berikan makanan sesuai kebutuhan nutrisi anak, yang mencakup makronutrien (karbohidrat, protein, dan lemak) dan mikronutrien (vitamin dan mineral). Ibu bisa membuka situs www.choosemyplate.gov untuk melihat contoh-contohnya.
Yakinlah, selama anak Ibu tidak mengalami penyakit yang menekan daya tahan tubuh seperti HIV, leukemia, dan kanker lain, atau minum obat-obatan steroid jangka panjang, maka daya tahan anak baik-baik saja. Sering mengalami batuk pilek tidak berarti daya tahan tubuh lemah. Anak yang sudah bersekolah jadi sering sakit karena tertular infeksi virus berulang dari kawan-kawannya. Perlu diingat, infeksi virus dapat sembuh sendiri seiring waktu.
Terakhir, antibiotik hanya diberikan untuk mengatasi infeksi bakteri. Sebagian besar penyakit infeksi pada manusia, termasuk anak-anak, disebabkan infeksi virus yang sama sekali tidak membutuhkan antibiotik. Pemberian antibiotik berulang justru dapat membunuh bakteri-bakteri baik di tubuh anak dan menjadikannya makin rentan sakit. Batuk “agak berat” belum tentu butuh antibiotik, apabila penyebabnya bukan infeksi bakteri. Ibu bisa mempelajari masalah bahaya antibiotik di situs www.react-yop.or.idwww.milissehat.web.id, dan blog saya, www.arifianto.blogspot.com.
*Rubrik ini diasuh oleh dr. Arifianto, SpA atau akrab dipanggil Dokter Apin. Ia juga menulis buku "Orangtua Cermat Anak Sehat" dan Buku Pro Kontra Imunisasi
sumber: http://ummi-online.com/berita-991-pemberian-suplemen-dan-an… (tautan ini sudah tidak tersedia)

Puser Bodong dan Kain Gopek

"Bu, kenapa puser anaknya dikasih ginian?" tanyaku menunjuk kassa putih yang menempel di pusar seorang bayi. Uang logam seribu rupiah terbungkus rapi di dalam lipatan kassa, dan ditempelkan dengan plester micropore di lokasi pusar. Bayi yang kuperiksa dalam kunjungan rutin di usia 1 bulan ini menangis kehausan.
"Biar nggak bodong ya?" tanyaku retoris, sambil nyengir--eh, menyeringai--tanpa menunggu jawaban si Ibu. Ia ditemani sang nenek dan suami.
"Kasihan Dok, pusernya bodong. Anak perempuan lagi," sang nenek menanggapi.
"Bu, sekarang bukan jamannya lagi pake koin seribu atau gopek untuk puser bodong. Ini tahun 2016. Sekarang pakainya uang 100 ribu. Beberapa lembar. Ditempel mengelilingi perut bayi. Biar kuat dan mantep! Jangan kalah sama teknik penggandaan uang," celotehku.
"Serius, Dok?" si Ibu menatapku dengan serius.
"Ya enggak lah. Saya bercanda kok. Hehe."
"Puser bodong atau hernia umbilikalis bisa dialami oleh 10-20% bayi baru lahir, dan masih tergolong wajar. Seiring waktu, tanpa diapa-apakan, akan hilang sendiri. Nggak jadi bodong lagi. Nggak perlu ditempel koin. Hernia umbilikalis umumnya hilang saat anak berusia 1-2 tahun. Jika sampai berusia 4 tahun atau lebih belum menghilang, baru dipikirkan tindakan pembedahan. Coba Ibu baca di sini: http://www.mayoclinic.org/…/…/basics/definition/con-20025630" kujelaskan sambil menyodorkan ponselku di hadapannya.
"Ibu hanya perlu khawatir kalau ada tanda-tanda: anak tampak kesakitan di lokasi bodongnya, dan pusar jadi kemerahan, bengkak, dan nyeri saat disentuh. Segera ke dokter jika menjumpai kondisi ini."
"Jadi, koinnya nggak usah dipasang lagi ya... Insya Allah nggak lama lagi bodongnya hilang," aku akhiri penjelasanku.


(Modifikasi terhadap tulisan ini dengan format yang lebih menarik bisa dibaca di http://www.tamanmainpetualang.com/mencegah-puser-bodong-dengan-koin/)

Tuesday, October 17, 2017

Bayi baru lahir sudah ada giginya, normalkah?

"Anak saya baru berusia 2 bulan, namun sudah tumbuh 4 gigi. Menurut teman-teman saya, hal ini dikarenakan anak saya kelebihan kalsium. Benarkah demikian?"

Kondisi ini namanya neonatal teeth, yaitu gigi yang sudah tumbuh sejak usia 1 bulan (saat lahir, belum tampak giginya). Bedakan dengan natal teeth, yaitu gigi sudah tumbuh sejak bayi lahir. Keadaan ini sangat jarang terjadi, karena umumnya gigi pertama tumbuh saat bayi berusia 6-12 bulan. Baik natal maupun neonatal teeth biasanya tidak memiliki akar gigi yang kokoh, sehingga dikhawatirkan mudah tanggal dengan sendirinya dan berisiko masuk ke dalam saluran napas bayi tanpa disadari. Kadang-kadang ibu juga mengalami masalah saat menyusui bayinya, karena bayi cenderung menggigit puting payudara ibu dan melukainya, atau gigi bayi menggesek lidahnya sendiri. Dokter gigi sering menyarankan untuk mencabut gigi bayi sesegera mungkin, untuk menghindari risiko-risiko yang sudah disebutkan. Kondisi ini juga tidak berhubungan dengan kelebihan konsumsi kalsium ibu saat hamil atau menyusui. Konsultasikan ke dokter gigi spesialis kedokteran gigi anak (Sp.KGA) untuk masalah serupa.

Boleh minum susu bersamaan dengan minum obat?

"Dokter, bagaimana aturan yang tepat untuk minum obat dan susu , terutama untuk anak-anak. Menurut informasi yang saya dengar, jika anak minum obat tidak diperbolehkan langsung minum susu,  karena akan "bertabrakan" atau kontradiktif.  Kemudian, apakah benar jika anak sudah minum susu, sebaknya tunggu 1 jam, baru minum obat. Bagaimana aturan yang tepat?"

Pernyataan tidak boleh minum obat dengan susu memang sudah sering kita dengar sejak kecil. Hal ini benar, namun tidak selalu. Susu dan produk susu yang lain (keju, yogurt) mengandung kalsium yang dapat menyebabkan interaksi kimiawi dengan obat-obatan tertentu, sehingga menghambat penyerapan obat-obatan tersebut (berkurang efektifitasnya). Produk makanan yang diperkaya kalsium seperti roti dan jus buah, serta obat-obatan yang mengandung kalsium seperti antasida juga dapat berinteraksi dengan obat-obatan tertentu. Jenis obat yang dimaksud antara lain antibiotik golongan tetrasiklin, fluorokuinolon (siprofloksasin, levofloksasin), dan sefuroksim (tidak semua jenis sefalosporin), serta bifosfonat (alendronat, risedronat) dan metotreksat yang jarang diresepkan. Pemberian obat-obatan jenis ini sebaiknya diberi jeda dua sampai empat jam dari konsumsi susu (dan produk susu) dan suplemen kalsium. Kesimpulannya, tidak semua obat dilarang dikonsumsi bersamaan dengan susu.

Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?

 (tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...