Bekerja di sebuah RSUD memungkinkan saya menemui banyak orang dari berbagai kalangan, yaitu para orangtua yang membawa anak-anaknya berobat. Kadang sambil menulis status dan resep, saya mengobrolkan hal-hal yang tidak terkait dengan kondisi penyakit anak mereka.
"Ini anak ke berapa, Bu?"
"Anak kedua. Anak pertama saya sudah kuliah." Sang Ibu menyebutkan nama sebuah sekolah tinggi yang cukup diminati di Jakarta. Anak pertamanya masih menempuh pendidikan diploma 3 di institusi pendidikan itu.
"Nggak apa-apa ibunya jadi badut, yang penting anaknya bisa kuliah," si Ibu menambahkan.
"Ah, Ibu bisa aja," saya menanggapi. Apa pula maksudnya ibu ini menyebutkan dirinya badut. Ia mempunyai sifat dan perilaku seperti badut?
Mungkin merasa saya tidak mengerti maksudnya, ia meneruskan, "Iya, saya bekerja sebagai badut di Taman Mini."
Saya memandangnya lagi. Seorang ibu berusia paruh paya yang mengenakan jilbab. Saya menggali ceritanya lagi. Ia dan beberapa temannya bekerja dalam beberapa shift. Kostumnya pun ada beberapa macam. Tugasnya adalah menghibur anak-anak. Penghasilan mereka berasal dari orang-orang yang sukarela memberikan uangnya. Apabila sedang tidak bekerja sebagai badut, ia berdagang asongan minuman. Alhamdulillah, anak pertamanya bisa menempuh pendidikan hingga bangku kuliah.
"Anak kedua. Anak pertama saya sudah kuliah." Sang Ibu menyebutkan nama sebuah sekolah tinggi yang cukup diminati di Jakarta. Anak pertamanya masih menempuh pendidikan diploma 3 di institusi pendidikan itu.
"Nggak apa-apa ibunya jadi badut, yang penting anaknya bisa kuliah," si Ibu menambahkan.
"Ah, Ibu bisa aja," saya menanggapi. Apa pula maksudnya ibu ini menyebutkan dirinya badut. Ia mempunyai sifat dan perilaku seperti badut?
Mungkin merasa saya tidak mengerti maksudnya, ia meneruskan, "Iya, saya bekerja sebagai badut di Taman Mini."
Saya memandangnya lagi. Seorang ibu berusia paruh paya yang mengenakan jilbab. Saya menggali ceritanya lagi. Ia dan beberapa temannya bekerja dalam beberapa shift. Kostumnya pun ada beberapa macam. Tugasnya adalah menghibur anak-anak. Penghasilan mereka berasal dari orang-orang yang sukarela memberikan uangnya. Apabila sedang tidak bekerja sebagai badut, ia berdagang asongan minuman. Alhamdulillah, anak pertamanya bisa menempuh pendidikan hingga bangku kuliah.
Kemarin kami sekeluarga berkendaraan melewati jalan-jalan di seputaran Taman Mini. Kebetulan kami tinggal tidak jauh dari tempat wisata ini. Di sekitar lampu merah dekat terowongan, tidak jauh dari pintu masuk Taman Mini, beberapa orang yang mengenakan kostum boneka Winnie the Pooh, Doraemon, Angry Birds, dan Hello Kitty melambai-lambaikan tangannya kepada para pengendara yang terhenti sejenak menunggu lampu hijau menyala. Mereka hanya menyapa dari sisi jalan, tidak berusaha menghampiri kendaraan untuk meminta uang layaknya pengemis. Mungkin sebagian orang berpikir badut-badut ini hanyalah ingin menghibur anak-anak yang berada di dalam mobil saja, tetapi mereka sebenarnya sedang mencari nafkah.
Anak bungsu saya kebetulan sangat menyukai Doraemon. Ketika jendela mobil dibuka dan selembar uang disodorkan kepada badut berkostum Doraemon, tampaklah sesosok ibu berjilbab dari balik lubang angin kostum tersebut mengucapkan terima kasih. Mungkin saja ini ibu dari pasien yang pernah saya temui di RS. Atau bisa jadi sosok-sosok lain di dalam kostum badut ini sesungguhnya adalah para ibu, bukan kaum pria saja.
Terima kasih sudah menghibur anak-anak kami, ibu-ibu berkostum badut.
No comments:
Post a Comment