Wednesday, November 12, 2014

Benarkah antibiotik yang dikonsumsi HARUS dihabiskan?

Benarkah antibiotik yang dikonsumsi HARUS dihabiskan?

Ya benar, BILA penyebab infeksinya adalah BAKTERI, bukan virus. Contohnya adalah infeksi saluran kemih akibat bakteri Eschericia coli. Antibiotik (AB) harus diminum selama 7 hari. Tetapi baru minum 2 hari keluhan sudah hilang dan AB distop. Padahal tidak semua bakterinya sudah mati. Nah, bakteri yang tersisa ini, meskipun tidak menyebabkan keluhan lagi, berpotensi memperbarui pertahanan dirinya menjadi bakteri "mutan" yang kebal alias resisten terhadap AB sebelumnya. Kelak, bila sekelompok bakteri E.coli generasi baru ini memperbanyak keturunannya dan menyebabkan sakit, mereka tidak akan mempan dengan AB generasi sebelumnya. Cilaka lah...

Contoh lain adalah pada sakit tuberkulosis alias TB yang harus minum kombinasi 2 sampai 4 antibiotik dalam kurun waktu 6 bulan. Kebanyakan setelah minum AB selama 2-4 minggu, penderita merasa sudah sehat, dan ada sebagian kecil yang menghentikan sendiri AB-nya. Padahal...bakteri Mycobacterium tuberculosis masih ada yang tersisa dan memperbanyak diri sebagai kuman yang "multi-drug resistant" atau MDR! Kalau sampai TB-nya kambuh dan MDR, waduh... angka kematiannya tinggi dan susah diobati! Belum kalau kuman-kuman MDR menyebar dan tertular ke orang sehat yang belum pernah sakit TB sebelumnya! Naudzubillah.

Ini adalah akibat dari penggunaan AB yang tidak rasional pada infeksi bakteri.

Nah. Pertanyaannya sekarang: bagaimana bila sakitnya karena infeksi virus seperti selesma/common cold dan diare akut tanpa darah, tapi diobati dengan AB. Haruskah dihabiskan AB-nya?


kita pahami bahwa bakteri yang resisten dan tidak mempan dengan berbagai jenis antibiotik berpotensi membahayakan umat manusia. Kami para dokter melihat ancaman ini salah satunya di ruang rawat intensif (ICU) dan ICU bayi baru lahir (NICU). Pasien yang sudah terbaring lemah karena mengalami sakit berat (makanya dirawat di ICU/NICU) dan menurun daya tahan tubuhnya positif terjangkit dengan bakteri yang resisten dengan antibiotik yang awalnya sudah diberikan. Kondisi pasien tidak kunjung membaik, dokter kebingungan mencari antibiotik yang "mempan", dan angka kematian di ICU/NICU meningkat. Superbug semacam inilah yang menjadi mimpi buruk bagi semua tenaga kesehatan di RS.

Kita kembali dulu ke pertanyaan di awal. Seorang anak mengalami infeksi virus semisal adenovirus, rinovirus, RSV, dan influenza yang menyebabkan infeksi saluran napas atas, atau infeksi rotavirus yang menyebabkan diare. Lalu dokter memberikannya AB. Antibiotik ini masuk ke dalam tubuh dan mencari: mana ya bakteri jahat yang bisa dibunuh? Lah, nggak ketemu. Kan si anak sakit akibat infeksi virus. Sehingga AB bertemulah dengan bakteri baik yang menghuni tubuh kita (silakan baca posting-an saya tentang diare), sang HUMAN MICROBIOME. Dibunuhlah si bakteri baik ini, yang paling sering di usus besar. Awalnya anak hanya batuk-pilek, gara-gara diberi AB, malah ditambah sakitnya menjadi mencret akibat dibunuhnya bakteri baik di usus.
Ini satu hal akibat buruk antibiotik yang digunakan secara tidak rasional.

Efek lainnya adalah: bakteri merupakan makhluk hidup yang secara alamiah berusaha bertahan hidup (survival of the fittest) dengan mekanisme memperbaiki pertahanan tubuhnya dan membentuk bakteri mutan generasi baru. "Saya kan bakteri baik, kok dibunuh dengan AB. Salah apa saya?" Mekanisme ini dapat mengganggu keseimbangan flora normal tubuh dan dapat menciptakan bakteri jahat. Khawatirnya, bakteri ini adalah salah satu bakteri resisten. Cilaka lagi ya...


Jadi kalau infeksinya karena virus dan diberi AB ya tidak perlu dihabiskan AB-nya. Kan infeksinya virus, AB-nya masuk dan mencari-cari mana ya bakteri jahat yang harus kubasmi? Daripada malah berlanjut membunuh bakteri baik ya dihentikan AB-nya. Tapi kalau karena infeksi bakteri ya harus diminum sesuai anjuran dokter.

So...ujung-ujungnya balik ke diagnosis. Lihat lagi posting saya tentang Tanya 3 Hal. "Dok, apa diagnosis anak saya (dalam bahasa medis, supaya kita juga bisa cross check di internet browser)?"
"Apakah karena infeksi bakteri sehingga harus diberi AB? Berapa lama harus diminum? Kalau masih demam juga setelah 3 hari minum harus diteruskan? Antibiotiknya tergolong spektrum sempit atau luas (apa pula ini ya? Hehe)"

Kalau infeksi saluran kemih ya diobati dengan AB.
Pneumonia berat ya diobati dengan AB.
Sepsis ya wajib dikasih AB.
Tuberkulosis malah harus 6 bulan AB-nya.
Strep throat juga pakai AB.
Difteri dan pertusis juga dikasih AB.

Baca-baca lagi ya...

No comments:

Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?

 (tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...