“Anak saya sudah tiga minggu batuk dan belum sembuh. Pekan lalu ke dokter dan diminta rontgen paru. Hasilnya dikatakan flek paru. Selama sakit, anak saya tidak mau makan, berat badannya turun, dan sejak bayi keringatnya banyak sekali di malam hari. Dokter tersebut mengatakan anak saya harus minum obat selama enam bulan karena flek parunya. Saya ragu dengan diagnosis ini, karena itu saya datang ke Dokter untuk minta second opinion.”
Kisah-kisah serupa tidak jarang disampaikan di ruang praktik dokter anak. Banyak orangtua yang menghadapi kenyataan anaknya terkena “flek paru” dan harus minum obat tanpa putus dalam waktu tidak sebentar. Gejala-gejala yang diutarakan, seperti batuk yang tak kunjung sembuh, anak tampak kurus dan beratnya turun, nafsu makannya berkurang, dan kadang disertai keringat malam. Apakah ini semua gejala yang mengarah kepada flek paru?
Penegakan Diagnosis
Ada beberapa hal yang perlu kita pahami. Pertama, diagnosis seharusnya dinyatakan dalam bahasa medis kepada siapa pun, termasuk pasien atau konsumen kesehatan yang tidak mempunyai latar belakang kedokteran/kesehatan. Flek paru bukanlah diagnosis, melainkan ungkapan yang sudah lazim digunakan (entah sejak kapan) untuk menunjukkan adanya gambaran foto rontgen dada yang “ramai” akan flek atau bercak putih. Normalkah kondisi foto seperti ini?
Istilah “flek paru” mengesankan kondisi yang tidak normal dan tidak seharusnya ada di hasil rontgen. Padahal paru-paru manusia dipenuhi pembuluh darah dan kelenjar getah bening yang menghasilkan gambaran putih ketika disorot sinar-X. Selain itu, kondisi foto paru yang penuh “flek” bisa terjadi pada banyak hal, mulai dari paru-paru normal, orang yang sedang selesma (common cold), pneumonia, tuberkulosis (TB) paru, sampai kanker paru.
Nah, penggunaan istilah flek paru biasanya dibarengi anjuran minum obat selama enam bulan, yang tidak lain adalah obat TB. Untuk itu, sebaiknya dokter menyampaikan dengan tegas, TB atau bukan. Tidak perlu menyembunyikan diagnosis TB ke dalam ungkapan flek paru.
Kedua, bagaimana diagnosis TB pada anak ditegakkan? Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular melalui saluran napas, yaitu ketika penderita TB batuk dan menyebarkan kuman penyebab TB lewat percikan dahaknya.
Anak dapat terinfeksi TB ketika orang dewasa menularkan kuman TB kepadanya. Ingat: hanya orang dewasa yang dapat menularkan TB kepada anak. Anak-anak tidak dapat menularkan TB kepada anak-anak lainnya, karena mereka belum mampu membuang dahak lewat batuk seperti orang dewasa mengeluarkan dahaknya. Kalaupun dahak dapat dikeluarkan secara “tepat”, jumlah bakteri yang terkandung di dalam dahak anak jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kandungan kuman TB dalam dahak orang dewasa. Alasan ini menentukan kemampuan menginfeksinya menjadi sangat berkurang.
Hal penting lainnya, saat anak dicurigai TB, wajib dicari tahu siapa orang dewasa yang menjadi sumber infeksinya. Sulit memercayai diagnosis TB, apabila anak yang dicurigai sakit TB itu tidak pernah mempunyai kontak dengan orang dewasa yang dicurigai TB pula.
Mendiagnosis TB Dewasa dan Anak
Mendiagnosis TB pada anak jauh lebih sulit dibandingkan mendiagnosis penyakit ini pada orang dewasa. Pada orang dewasa, jika ditemukan batuk selama lebih dari dua minggu, disertai atau tidak gejala lain, lalu dahak si penderita diperiksa dan positif mengandung kuman TB (disebut juga basil tahan asam atau BTA), maka terdiagnosislah TB.
Namun pada anak, batuk bukanlah gejala utama TB. Berat badan yang turun dalam waktu singkat dapat terjadi pada kondisi sakit ringan seperti selesma. Keluar keringat pada malam hari merupakan hal wajar yang dialami balita karena tingginya kadar growth hormone yang memacu produksi keringat.
Karena itu para ahli di seluruh dunia telah mengupayakan berbagai metode untuk memudahkan diagnosis TB pada anak. Salah satunya, sistem skoring yang ditampilkan dalam tabel. Jumlah minimal 6 dari poin-poin yang ada menyimpulkan seorang anak terdiagnosis TB dan harus mendapatkan pengobatan selama 6 bulan. Melihat kriteria diagnosis yang ada, adanya kontak TB (dewasa) yang BTA-nya positif dan pemeriksaan Mantoux yang positif menempati nilai tertinggi. Hasil rontgen sugestif TB sekalipun, ternyata nilainya hanya 1.
Penting sekali memahami bahwa mendiagnosis TB pada anak tidak sama halnya dengan dewasa. Jangan mudah memberi vonis TB pada anak berdasarkan batuk lama dan berat yang irit naiknya. Jangan pula gunakan kata “flek paru” untuk menyatakan TB. Overdiagnosis TB, yaitu mendiagnosis dan mengobati TB pada anak yang sebenarnya tidak sakit TB, berpotensi menempatkan anak pada risiko efek samping obat TB dan resistensi antibiotik. Sebaliknya, underdiagnosis TB atau tidak mendiagnosis TB pada anak yang sebenarnya sakit TB, memungkinkan timbulnya TB berat, seperti meningitis (radang selaput otak) yang angka kematiannya tinggi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?
(tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...
-
Pernah menjumpai bercak kemerahan, cenderung berwarna oranye (merah-)?bata) di popok bayi Anda? Bahkan muncul berulang kali! 😱 Normalkah ha...
-
Topik ini sepertinya sudah lebih dari sekali saya bahas, dalam thread yang berbeda. Tapi tak apalah, karena masih banyak yang bingung juga. ...
-
Ternyata tidak pada sebagian besar kasus. Infeksi jamur penyebab sariawan terjadi pada anak-anak dengan daya tahan tubuh menurun, seperti m...
1 comment:
Dok klo hasil mantoux nya negatif tapi batuk berdahaknya masih ada tp udah agak berkurang, pilek nya jg sama berkurang , itu mengarah ke sakit apa ya ? Soalnya udah 2 bulan tapi nafsu makan dan minum bagus naik bb nya tiap minggu kadang 100 sampai 200 gram usia anak saya 19 bulan ada benjolan kecil di leher juga dok
Post a Comment