Bronkiolitis. Diagnosis ini yang terlintas di "snap judgement" saya. Memeriksa anak tidak semudah orang dewasa yang kooperatif. Kadang urutan pemeriksaan dari anamnesis, lalu pemeriksaan fisik di tempat tidur tidak selalu berjalan mulus. Anak yang sesak jangan sampai dibuat menangis, karena akan mengacaukan penilaian hitung frekuensi napasnya dan melihat tarikan dinding dadanya. Apabila direbahkan di tempat pemeriksaan, anak hampir dipastikan akan menangis.
Untuk itu, sambil bertanya-tanya kepada orangtuanya, anak diminta untuk dibukakan bajunya, agar dapat dilihat gerakan napasnya. Mendengarkan bunyi napas dengan stetoskop pun dilakukan sambil menghampiri anak yang masih digendong. Ternyata rapid assessment saya salah. Saya tidak mendengarkan bunyi mengi (wheezing) ataupun ronki. Anak mulai terbatuk-batuk sambil menangis, karena takut diperiksa. Barking cough. Ini croup.
Pemeriksaan lain tidak menunjukkan adanya masalah. Rongga mulutnya lapang, tidak ada "radang tenggorokan". Kelenjar getah bening leher tidak teraba membesar. Tidak ada alasan untuk menyimpulkan ini adalah infeksi bakteri yang membutuhkan antibiotik.
Edukasi kepada orangtua dilakukan sambil sama-sama membacahttp://m.kidshealth.org/
diambil dari Fanpage Orangtua Cermat, Anak Sehat di https://www.facebook.com/pages/Orangtua-Cermat-Anak-Sehat/
1 comment:
assalamu'alaikum dokter, anak saya 5 hari yang lalu didiagnosa croup oleh dsa, di hari kelima ini anak saya masih demam dan batuk pileknya belum mereda, hanya memang sudah tidak sesak lagi, apakah anak saya harus cek darah mengingat demammnya sudah 5 hari ini masih terjadi (apabila diminumkan paracetamol suhunya turun ), terimakasih dokter
Post a Comment