-- Apakah vaksin menyebabkan autisme? Singkatnya: tidak. Karena sudah banyak sekali penelitian yang membuktikannya. Misalnya saja penelitian-penelitian yang dilakukan oleh CDC untuk membuktikan tidak adanya hubungan antara MMR dengan autisme.
1. Penelitian berjudul “A Population-Based Study of Measles, Mumps, and Rubella Vaccination and Autism” oleh Kohort dipublikasikan oleh Jurnal New England Journal of Medicine (Nov 2002; 347:1477-82). Penelitian yang dilakukan di Danish Study, Denmark ini memantau lebih dari 500 ribu anak selama 7 tahun lebih dan tidak menemukan hubungan antara Vaksin MMR dan autisme.
2. Penelitian berjudul “Age at First Measles-Mumps-Rubella Vaccination in Children With Autism and School-Matched Control Subjects: A Population-Based Study in Metropolitan Atlanta” ini dipublikasikan oleh Jurnal Pediatrics (Feb 2004; 113(2):259-66) sebagai studi kasus-kontrol. Dalam penelitian ini, data diambil melalui Metropolitan Atlanta Developmental Disablities Surveillance Program (MADDSP). Penelitian yang dilakukan tahun 1996 ini membandingkan kelompok anak usia 3—10 tahun yang didiagnosis autisme dan mendapatkan imunisasi MMR (berdasarkan kriteria DSM-IV) dengan kelompok kontrol—yaitu kelompok anak yang tidak diimunisasi. Hasilnya, tidak ditemukan adanya perbedaan antara kelompok yang diimunisasi dengan yang tidak diimunisasi.
3. Penelitian berjudul “Lack of Association between Measles Virus Vaccine and Autism with Enteropathy: A Case-Control Study” ini dipublikasikan oleh Jurnal PLoS ONE (Sept 2008; 3(9): e3140. doi:10.1371/journal.pone.0003140 sebagai studi kasus-kontrol. Penelitian ini dilakukan oleh para peneliti dari Columbia University Mailman School of Public Health, Massachusetts General Hospital, Trinity College Dublin, dan CDC. Penelitian dilakukan terhadap sampel jaringan usus besar untuk mencari RNA Virus Campak. Dari 25 anak dengan autisme dan 13 anak non-autisme—sebagai kelompok kontrol, hanya ditemukan satu orang anak dari tiap kelompok dengan RNA Virus Campak. Kesimpulannya, tidak ada hubungan antara Vaksin Campak dengan autisme.
4. Penelitian berjudul “Is There a ‘Regressive Phenotype’ of Autism Spectrum Disorder Associated with the Measles-Mumps-Rubella Vaccine? A CPEA Study” ini dipublikasikan oleh Journal of Autism and Developmental Disorders (April 2006; 36(3):299-316) sebagai studi kasus-kontrol. Penelitian ini merupakan studi kolaborasi antara The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) dan CDC yang dilaksanakan oleh Collaborative Programs of Excellence in Autism. Dari penelitian terhadap 351 anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) dan 31 anak sehat ini, disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara regresi (kemunduran perkembangan anak) pada ASD dengan imunisasi MMR.
-- Apakah timerosal itu? Mengapa ia dikaitkan dengan autisme?
Timerosal atau thiomersal adalah pengawet di dalam vaksin yang bermanfaat untuk mencegah kontaminasi bakteri dan jamur, khususnya pada vaksin multidosis—yaitu satu vial/botol vaksin sediaannya digunakan untuk menyuntik beberapa orang, dengan jarum berbeda-beda dan sekali pakai. Bahan pengawet ini mengandung merkuri (air raksa). Padahal, seperti yang telah kita ketahui, merkuri dalam jumlah besar bersifat toksik dan dapat meracuni otak. Penggunaan timerosal dalam vaksin sudah dilakukan sejak puluhan tahun yang lalu.
Di era 1900—1930, perusahaan pembuat vaksin memproduksi vaksin dalam bentuk vial multidosis. Dengan cara ini, vaksin dapat diproduksi dengan harga yang lebih murah. Dokter menggunakan vaksin dengan cara menyuntikkan jarum menembus karet pelindung vial, dan diulang sesuai jumlah orang yang akan disuntik. Saat itu, pengawet belum digunakan dalam vaksin sehingga bakteri dan jamur tanpa disadari dapat mengontaminasi vial vaksin.
Akibatnya, banyak anak mengalami abses (infeksi kulit berisi nanah) lokal hingga infeksi berat, seperti sepsis (infeksi bakteri yang mengalir di dalam darah) yang berujung pada kematian. Penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan streptokokus yang mengontaminasi vaksin. Barulah di akhir tahun 1940-an, pengawet—seperti timerosal mulai digunakan pada mayoritas vial vaksin multidosis untuk mencegah terjadinya infeksi berat.
Selama puluhan tahun, timerosal digunakan sebagai pengawet pada vaksin, tanpa menimbulkan masalah. Pada tahun 2001, AAP dan USPHS memutuskan untuk menghilangkan timerosal dari semua vaksin dengan alasan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Keputusan tersebut mengundang reaksi dari sebagian orang tua yang, kemudian, mulai menghubungkannya dengan autisme.
Sebelum mengulas lebih lanjut tentang kandungan merkuri dalam vaksin, sebaiknya, kita mengetahui serba-serbi merkuri terlebih dahulu. Merkuri adalah bagian dari permukaan bumi yang dilepaskan ke lingkungan oleh pembakaran batubara, erosi batu, dan letusan gunung berapi. Kemudian, merkuri yang dilepaskan akan tersebar ke permukaan danau, sungai, dan laut, yang akan diubah menjadi metilmerkuri oleh bakteri.
Metilmerkuri ada di mana-mana: di dalam ikan yang kita makan, air yang kita minum, bahkan ASI dan susu formula yang diminum oleh bayi. Dengan demikian, tubuh manusia tentu mengandung sejumlah kecil metilmerkuri yang diperoleh—misalnya saja dari air yang diminum setiap hari. Kandungan metilmerkuri tersebut bisa ditemukan di dalam darah, air seni, dan rambut. Seorang bayi yang mendapatkan ASI eksklusif menelan 400 mikrogram metilmerkuri selama enam bulan pertama kehidupannya. Ternyata, jumlah ini lebih besar dua kali lipat dibandingkan kandungan merkuri di dalam seluruh jenis vaksin. Apakah ini berarti ASI berbahaya? Tentu saja tidak. Fakta ini menunjukkan bahwa seluruh manusia yang hidup di planet bumi mengonsumsi merkuri dalam jumlah yang sangat sedikit setiap saat dan tidak membahayakan tubuhnya.
Fakta ini pun membantah berbagai pernyataan tentang bahaya vaksin yang mengandung merkuri. Salah satunya adalah pernyataan yang menyebutkan penggunaan merkuri pada vaksin bayi (baru lahir) dalam program vaksinasi 6 bulan pertama kehidupannya, melebihi batas yang ditentukan oleh EPA (Environmental Protection Agency) atau Agen Perlindungan Lingkungan. Pernyataan lainnya, seperti merkuri dapat menjadi racun jika dihirup, dimakan, bahkan jika dioleskan pada kulit. Padahal, bagaimana mungkin manusia di bumi dapat terhindar dari menghirup merkuri, sedangkan bahan ini berada di dalam aliran udara?
Jenis merkuri yang digunakan dalam vaksin pun berbeda, yaitu etilmerkuri, bukan metilmerkuri seperti yang terkandung dalam ASI. Etilmerkuri bersifat lebih cepat dibuang (diekskresikan) keluar dari tubuh dibandingkan metilmerkuri. Para peneliti pun mencoba untuk membuktikan adanya hubungan antara timerosal dengan autisme, seperti beberapa penelitian berikut ini.
1. Penelitian berjudul “Prenatal and Infant Exposure to Thimerosal From Vaccines and Immunoglobulins and Risk of Autism” ini dipublikasikan oleh Jurnal Pediatrics (Oct 2010; 126(4):656-664) dan merupakan studi kasus-kontrol dari VSD. Penelitian ini melibatkan 256 anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) dan 752 kontrol. Hasilnya disimpulkan bahwa peningkatan paparan etilmerkuri dari timerosal dalam vaksin tidak meningkatkan risiko terjadinya ASD.
2. Penelitian berjudul “Autism and Thimerosal-Containing Vaccines: Lack of Consistent Evidence for an Association” oleh Kohort ini dipublikasikan dalam American Journal of Preventive Medicine, (Aug 2003: 25(2):101-6). Penelitian ini menggunakan data dari Denmark dan Swedia yang telah menghentikan penggunaan timerosal dalam vaksin pada tahun 1992, tepatnya sebelum isu merebak. Ternyata, kasus autisme meningkat dari tahun 1987—1999. Hal tersebut menunjukkan penghilangan timerosal tidak mengurangi kasus autisme.
3. Penelitian berjudul “Safety of Thimerosal-Containing Vaccines: A Two-Phased Study of Computerized Health Maintenance Organization Databases” oleh Kohort ini dipublikasikan dalam Jurnal Pediatrics, (Nov2003;112(5): 1039-48). Data VSD digunakan dalam penelitian ini untuk menilai adanya hubungan antara paparan timerosal dengan berbagai kelainan pada ginjal, saraf, dan perkembangan otak. Penelitian tahap pertama menemukan hubungan yang lemah terhadap kedua faktor ini, sedangkan penelitian tahap kedua tidak menemukan adanya hubungan di antara kedua faktor tersebut.
4. Penelitian berjudul “Neuropsychological Performance 10 Years After Immunization in Infancy With Thimerosal-Containing Vaccines” ini dipublikasikan dalam Jurnal Pediatrics, (Feb 2009; 123(2):475-482) dan merupakan sebuah uji klinik yang dilakukan di Italia. Penelitian ini membandingkan luaran (outcome) kelainan neuropsikologi antara kelompok yang mendapatkan Vaksin DPaT yang mengandung timerosal dengan kelompok yang mendapatkan Vaksin DPaT yang mengandung 2-fenoksietanol. Hasilnya adalah kelompok pertama mempunyai kandungan etilmerkuri lebih tinggi (137,5 mikrogram) dibandingkan dengan kelompok kedua (62,5 mikrogram). Uji neuropsikologis yang dilakukan dalam selang waktu 10 tahun setelah imunisasi tidak menunjukkan adanya kelainan perkembangan otak atau saraf.
Semua penelitian ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa tidak ada hubungan antara timerosal dengan autisme. Penelitian lain yang berjudul “Increasing exposure to antibody-stimulating proteins and polysaccharides in vaccines is not associated with risk of autism” juga pernah dilakukan untuk melihat ada/tidaknya hubungan antara jumlah antigen dalam vaksin yang didapatkan anak selama dua tahun pertama usianya dengan risiko autisme. Penelitian ini menunjukkan hasil yang sama: tidak ada hubungan antara keduanya.
Saat ini, tidak semua vaksin menggunakan timerosal, hanya beberapa vaksin vial multidosis saja yang menggunakannya. Kendati demikian, keberadaan vaksin dengan timerosal, hendaknya tidak perlu menjadi suatu kekhawatiran. Prinsipnya adalah semua manusia di planet ini memiliki kandungan berbagai logam berat di dalam tubuhnya, seperti arsen, kadmium, talium, berilium, dan timbal, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. Kandungan logam berat dalam jumlah besar, tentunya, dapat membahayakan tubuh, tetapi kandungan dengan jumlah yang sangat sedikit di dalam tubuh manusia tidak akan menimbulkan masalah kesehatan.
-- Terakhir, saya mau mengomentari kalimat "jangan sampai kita kehilangan satu generasi penerus bangsa" (dengan memberikan vaksin yang mengandung timerosal). Komentar saya adalah: "jangan sampai kita kehilangan banyak generasi penerus bangsa, karena tidak mengimunisasi anak-anak kita!"
Jangan sampai kita kehilangan generasi penerus karena mencerna begitu saja informasi yang tidak benar, lalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bayangkan risiko hepatitis B yang berujung pada kanker hati dan/atau sirosis hati, karena tidak memberikan imunisasi hepatitis B.
Ayo belajar terus! Galilah informasi dari sumber yang kredibel dan terpercaya.
(Diambil dengan perubahan seperlunya, dari buku Pro Kontra Imunisasi tulisan dr. Arifianto, Sp.A)