Lebaran adalah momen bertemunya banyak orang dalam satu waktu. Orang dewasa, lanjut usia, remaja, kanak-kanak, bayi dan balita saling bertemu dalam satu ruangan. Di rumah-rumah saudara untuk bersalam-salaman. Di tempat rekreasi mumpung lagi liburan. Atau di rumah makan dan restoran sambil melepas kebahagiaan. Ada satu hal yang saya amati terjadi di semua tempat ini: kumpulan orang-orang merokok.
Keluarga kami misalnya. Sambil menikmati buka puasa bersama untuk terakhir kalinya di Ramadhan kali ini, titik-titik kepulan asap rokok bermunculan di beberapa tempat di sebuah rumah makan. Posisi restoran ini memang di pinggir jalan, dan terbuka. Tidak ada tanda larangan merokok yang tampak. Maka saya tidak punya dasar hukum yang kuat untuk menegur mereka. Lain halnya dengan di dalam angkot, ketika berhadapan face-to-face dengan seorang perokok, mayoritas akan mematikan rokoknya ketika ditegur. Seorang keponakan saya yang berumur 10 bulan yang baru saja didiagnosis bronkiolitis terpaksa saya "usir" agar tidak berdekatan dengan para perokok cuek itu. Dalam hati pun saya menggerutu "la'natullah alaihim". Astaghfirullah. Demikian marahnya saya, tapi tak mampu mengubah keadaan.
Kondisi yang tak jauh berbeda berulang setelah shalat Ied berakhir. Sambil berjalan pulang, sebagian jama'ah laki-laki mulai menyalakan rokoknya. Tak ayal asap mereka ikut dinikmati oleh orang-orang lain yang berjalan di belakangnya. Orang-orang yang belum tentu sehari-harinya menghirup asap rokok. Bahkan bisa jadi tidak sama sekali. Tapi momen bertemunya orang banyak ini membuat mereka yang tak pernah menghirup asap rokok, anak-anak dengan asma, dan orang tua dengan penyakit paru terpaksa menghirup asap rokok orang lain. Situasi yang akan dijumpai juga di pemakaman saat kunjungan ziarah kubur meningkat, di tempat rekreasi, dan banyak tempat umum lainnya.
Zalim? Ya, mereka menzalimi orang lain. Mereka menzalimi para perokok pasif. Banyak yang berharap bulan Ramadhan lalu menjadi waktu yang tepat untuk berhenti merokok. Ketika merokok membatalkan puasa, dan mereka mampu menghentikan rokoknya. Mengapa kebiasaan ini tidak berlanjut untuk seterusnya, setelah Ramadhan berakhir? Semoga saja jumlah perokok terus menurun pasca Ramadhan kali ini.
No comments:
Post a Comment