Posts

Showing posts from March, 2006

Bagaimana Dokter 'Membodohi' Pasien

Image
Tulisan ini sebenarnya menceritakan tentang penyakit tuberkulosis paru (TB paru) atau TBC paru. "Bu, anaknya kena flek paru ya. Ini saya obati. Minum obatnya harus sampai enam bulan, tidak boleh putus," kata seorang DSA (dokter spesialis anak). "Kata dokter anaknya sakit apa?" tanyaku. "Flek paru," jawab si ibu. "Oo.. TBC," timpalku lagi, dengan nada santai. "Haa, TBC? Masa' sih, Dok?" si ibu kaget. Mukanya agak memerah. "Iya, flek paru itu ya TBC," jawabku, lagi-lagi dengan nada santai. Di bawah aku ambil persis dari situsnya IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) : Banyak sekali anak-anak yang divonis sebagai ΄flek paru΄ dan harus menjalani ΄hukuman΄ minum obat jangka lama, paling tidak hingga 6 bulan. Jika ditanyakan kepada orangtuanya apa yang dimaksud flek paru? Biasanya orangtua pasien tidak tahu, Bila ditanya lebih lanjut apakah anaknya mendapat obat yang membuat air seninya berwarna merah? Jika jawabnya "Ya&quo

Mengakhiri Kemiskinan

Image
We Can End Poverty by 2025… and CHANGE THE WORLD FOREVER Hehehe, kaya judul lagunya Eric Clapton ya? Itulah yang tertulis dalam sampul belakang buku yang akan kuresensi berikut. Masuk ke dalam angkot, cari tempat duduk di pojok belakang, langsung buka bukunya, dan mataku menyusuri rangkaian ratusan kata di tiap halaman. Inilah buku yang ingin kubaca selama ini, setelah membaca resensi singkatnya dalam sajian utama Majalah TIME beberapa bulan silam. Salah satu kesempatanku membaca buku adalah saat berada di dalam angkot. Jika di rumah, waktuku habis untuk online di depan komputer, atau di luar rumah saat menyetir mobil tentu tidak mungkin. Kadang bisa juga ketika tidak ada pasien pas dinas shift malam. Siapa sangka menemukan buku ini di atas meja teman sejawatku, dr. Jumpa. Tidak kusia-siakan untuk segera meminjamnya. Buku ini mencerahkan! Itu komentar singkatku. Mulai dari sampul depannya yang cukup sederhana, namun mengena: penonjolan pada kata-kata judul “ THE END OF POVE

Dokter Siprofloksasin

Maafkan aku wahai sejawat-sejawatku Karena tidak sependapat dengan kalian Mudah memberikan Ciprofloxacin Untuk infeksi bakteri yang masih sensitif terhadap antibiotika lini pertama Atau untuk infeksi yang sebenarnya mayoritas akibat virus Bahkan untuk keadaan yang sebenarnya mungkin tidak membutuhkan antibiotika sama sekali Ngeri aku membayangkan kemungkinan resistensi yang bisa terjadi Belum lagi efek sampingnya... ... dan kontra indikasinya Ngeri deh mengenang kecenderungan beberapa jenis dokter yang mudah memberikan antibiotika (AB) bukan lini pertama tanpa indikasi. Padahal kontra indikasinya cukup mengerikan : tidak boleh diberikan pada anak/remaja pada masa pertumbuhan, serta pada ibu hamil dan menyusui ! Karena menghambat pembentukan lempeng epifisis tulang panjang. Teringat pada ibu yang diberikan AB jenis ini tanpa indikasi (cuma common colds saja, akibat virus), dan ternyata kemudian diketahui ia sedang hamil trimester pertama! Juga sebagian mantri/bidan yang berpraktik layak

Curhat tentang Teman Sejawat dan RS

Image
Sudah lama ingin menumpahkan kekesalan ini dalam tulisan. Awalnya seorang teman dekat yang sudah kukenal sejak SD kelas 4 (tetangga seberang blok, teman main Street Fighter 2 di Nintendo, partner lomba cerdas tangkas P4 pas SMP, dan kakak kelas beda setahun di SMU) dinyatakan mengalami Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Pada umur yang sangat muda (belum genap 27 tahun), akibat obesitas yang diidapnya (berat badan lebih dari 100 kg dengan tinggi badan tidak mencapai 170 cm). Ia harus masuk RS dengan keluhan badan sangat melas. Sebuah RS swasta kecil di bilangan... ah, jangan disebut, nanti langsung ketahuan, dan saya bisa kena damprat. Di suatu bakda subuh di masjid komplek rumahku, mertua temanku ini (yang kebetulan tetangga depan rumah. Artinya: pasangan suami-istri ini awalnya adalah tetangga seberang blok!) menghampiriku dan menanyakan beberapa hal tentang penyakit menantunya. Aku memutuskan untuk pergi menjenguknya. Seperti biasa, jika menjenguk seseorang di RS, aku akan segera mengham