Posts

Showing posts from 2014

Mitos dan Fakta Seputar Tuberkulosis pada Anak

Hari ini sy mau berbagi ttg MITOS dan FAKTA seputar tuberkulosis ( ‪#‎TB‬ ) pada anak. MITOS #1: Flek paru sama dengan #TB. Faktanya: tidak ada diagnosis yg namanya flek paru! Harus tegas dlm mendiagnosis. TB atau bukan TB? Tidak jarang sy ketemu orangtua yg anaknya didiagnosis "flek paru", tapi dapatnya obat #TB selama 6 bulan! Ketika sy tanya: diagnosisnya? Orangtua menjawab: "flek paru, kata dokternya." "Nggak dibilang #TB? Karena ini obat TB," kata saya. "Anak sy TB, Dok?" malah ortu bingung. Inilah pentingnya "kejujuran" dlm memberitahu diagnosis: #TB atau bukan? Jangan khawatir orangtua jd merasa buruk dg "stigma vonis" TB. Justru dg keterusterangan diagnosis, orangtua jd tahu harus patuh minum obat (jika memang benar #TB) atau second opinion bila ragu diagnosis. MITOS #2: anak yg tidur di depan kipas angin atau di lantai berisiko kena #TB. Faktanya: hehehe tentu saja tidak. Apa penyebab TB? #TB dis

Flek paru sama dengan tuberkulosis?

“Anak saya sudah tiga minggu batuk dan belum sembuh. Pekan lalu ke dokter dan diminta rontgen paru. Hasilnya dikatakan flek paru. Selama sakit, anak saya tidak mau makan, berat badannya turun, dan sejak bayi keringatnya banyak sekali di malam hari. Dokter tersebut mengatakan anak saya harus minum obat selama enam bulan karena flek parunya. Saya ragu dengan diagno sis ini, karena itu saya datang ke Dokter untuk minta second opinion.” Kisah-kisah serupa tidak jarang disampaikan di ruang praktik dokter anak. Banyak orangtua yang menghadapi kenyataan anaknya terkena “flek paru” dan harus minum obat tanpa putus dalam waktu tidak sebentar. Gejala-gejala yang diutarakan, seperti batuk yang tak kunjung sembuh, anak tampak kurus dan beratnya turun, nafsu makannya berkurang, dan kadang disertai keringat malam. Apakah ini semua gejala yang mengarah kepada flek paru? Penegakan Diagnosis Ada beberapa hal yang perlu kita pahami. Pertama, diagnosis seharusnya dinyatakan dalam bahasa medis kepada siap

Benarkah antibiotik yang dikonsumsi HARUS dihabiskan?

Benarkah antibiotik yang dikonsumsi HARUS dihabiskan? Ya benar, BILA penyebab infeksinya adalah BAKTERI, bukan virus. Contohnya adalah infeksi saluran kemih akibat bakteri Eschericia coli. Antibiotik (AB) harus diminum selama 7 hari. Tetapi baru minum 2 hari keluhan sudah hilang dan AB distop. Padahal tidak semua bakterinya sudah mati. Nah, bakteri yang tersisa ini, meskipun tidak menyebabkan kel uhan lagi, berpotensi memperbarui pertahanan dirinya menjadi bakteri "mutan" yang kebal alias resisten terhadap AB sebelumnya. Kelak, bila sekelompok bakteri E.coli generasi baru ini memperbanyak keturunannya dan menyebabkan sakit, mereka tidak akan mempan dengan AB generasi sebelumnya. Cilaka lah... Contoh lain adalah pada sakit tuberkulosis alias TB yang harus minum kombinasi 2 sampai 4 antibiotik dalam kurun waktu 6 bulan. Kebanyakan setelah minum AB selama 2-4 minggu, penderita merasa sudah sehat, dan ada sebagian kecil yang menghentikan sendiri AB-nya. Padahal...bakteri Mycobact

Mengapa kampanye penggunaan antibiotik yang rasional tidak hanya ditujukan kepada tenaga medis, tetapi juga kepada masyarakat awam?

Saya dan kawan-kawan masuk ke dalam "dunia" edukasi kesehatan untuk masyarakat sejak hampir 10 tah un silam. Sebagai dokter, kami memutuskan untuk memilih masyarakat awam atau konsumen kesehatan sebagai target edukasi kami, khususnya orangtua. Topik-topik yang kami berikan adalah dasar-dasar ilmu kesehatan yang kami tahu dokter pun diajarkan saat masih duduk di bangku kuliah. Tetapi penyajiannya kami buat agar mudah dipahami mereka yang tidak punya latar belakang medis. Sudah ada guru-guru kami para staf pengajar di fakultas Kedokteran yang mendidik para dokter. Maka harus ada pula yang "mendidik" konsumen kesehatan. Nah, antibiotik adalah salah satu hal yang harus dipahami oleh para konsumen kesehatan. Mengapa? Karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat sudah terjadi di seluruh dunia dan sedemikian kompleksnya, sehingga berbalik mengancam kesehatan manusia. Maka semua elemen harus dilibatkan untuk menangani masalah ini. Tidak hanya penyedia layanan kesehatannya

Tanyakan TIGA Hal ini ke Dokter Anda!

Satu hal yang seringkali saya tidak bisa jawab adalah ketika orangtua membawa anaknya berobat ke dokter lain, lalu ia bertanya hal-hal seputar kondisi anaknya via SMS/WA/messenger/e-mail: "Anak saya sakit apa menurut Dokter?" "Apakah saya perlu meminumkan obatnya?" "Apakah anak saya perlu dibawa lagi ke Dokter?" Jawaban saya singkat saja: "mengapa Ibu/Bapak bert anya ke saya? Kenapa tidak bertanya ke dokter yang memeriksa anak Ibu? Saya kan tidak periksa anaknya." Atau: "maaf saya tidak bisa jawab karena tidak periksa anaknya". Maaf... Saya jadi bertanya lagi, kenapa Bapak/Ibu tidak menanyakan hal-hal tersebut ke dokternya saat masih di ruang periksa? Dokternya tidak ramah? (ah, masa sih?) Waktu konsultasi terlalu singkat? Atau apa? Ada satu solusi yang mungkin bisa mengatasinya, yaitu: tanyakan tiga hal ini ke dokter Anda saat di ruang periksa, atau singkatnya " Tanya 3" (T3). Saya terjemahkan dari kampanye "ask 3 questi

Mengenal sosok di dalam badut yang kita temui di pinggir jalan

Bekerja di sebuah RSUD memungkinkan saya menemui banyak orang dari berbagai kalangan, yaitu para orangtua yang membawa anak-anaknya berobat. Kadang sambil menulis status dan resep, saya mengobrolkan hal-hal yang tidak terkait dengan kondisi penyakit anak mereka. "Ini anak ke berapa, Bu?" "Anak kedua. Anak pertama saya sudah kuliah." Sang Ibu menyebutkan nama sebuah sekolah tinggi yang cukup diminati di Jakarta. Anak pertamanya masih menempuh pendidikan diploma 3 di institusi pendidikan itu. "Nggak apa-apa ibunya jadi badut, yang penting anaknya bisa kuliah," si Ibu menambahkan. "Ah, Ibu bisa aja," saya menanggapi. Apa pula maksudnya ibu ini menyebutkan dirinya badut. Ia mempunyai sifat dan perilaku seperti badut? Mungkin merasa saya tidak mengerti maksudnya, ia meneruskan, "Iya, saya bekerja sebagai badut di Taman Mini." Saya memandangnya lagi. Seorang ibu berusia paruh paya yang mengenakan jilbab. Saya menggali ceritanya lagi. Ia da

Anak diare tidak boleh makan sayur? Kapan harus pakai antibiotik?

Benarkah bila anak diare tidak boleh makan sayur dan susunya harus diencerkan? Beberapa hari terakhir kasus diare lebih sering saya jumpai di poliklinik. Di IGD dan ruang rawat pun, rasanya tiada hari tanpa diare. Bila seluruh orangtua yang datang membawa anaknya yang diare dan ditanyakan: apa yang paling mereka inginkan, jawaban utamanya kemungkinan cuma satu: agar diarenya cepat mampet! Bagaima na cara mempercepat penyembuhan pada diare? Jujur, saya tidak tahu jawabannya. Jadi apabila orangtua bertanya pada saya: apa obatnya agar diare cepat berhenti? Maka jawab saya: tidak tahu. Diare atau mencret alias muntaber (muntah dan berak-berak) adalah ketika konsistensi tinja lebih cair dan lebih banyak air dibandingkan dengan ampasnya. Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari infeksi, keracunan makanan, alergi makanan, hingga intoleransi laktosa. Jadi tidak semua penyebab diare adalah sama. Tetapi, PENYEBAB TERSERING diare pada anak adalah INFEKSI VIRUS. Apa saja hal-hal yang harus orangtua

Tanya jawab seputar pemberian obat penurun panas (antipiretik)

1. Benarkah antipiretik diberikan bila suhu badan anak di atas 38 derajat selsius? Ya, obat pereda demam atau antipiretik semacam parasetamol dapat diberikan ketika anak demam, yaitu suhunya di atas 38. Tetapi banyak ahli bersepakat saat ini pemberian antipiretik sebenarnya lebih bertujuan untuk membuat anak merasa nyaman (t idak rewel), bukan segera menurunkan suhu badan. Artinya: katakanlah suhu anak 39 derajat selsius, tetapi masih bisa bermain dan berjalan-jalan, tidak rewel, maka tidak perlu buru-buru memberikan antipiretik. Toh demam diciptakan untuk memerangi infeksi agar cepat sembuh. 2. Bukankah bila tidak segera diberikan antipiretik, anak akan berisiko mengalami kejang demam? Untungnya tidak. Tidak ada hubungan antara tingginya suhu tubuh dengan risiko kejang demam. Kejang demam (KD) hanya dialami oleh mereka yg memiliki "bakat" untuk terjadi KD. Bila tidak punya "bakat", suhu di atas 40 derajat selsius pun tidak menjadi KD. Lagipula, kejang demam (bukan

Leukosit tinggi! Apa yang ditakutkan?

"Dok, anak saya tinggi lekositnya. 22 ribu. Saya sudah ke dokter anak lain sebelumnya dan diresepkan antibiotik. Apakah harus diminum?" Ibu di hadapan saya bertanya dengan wajah yang panik. "Ngomong-ngomong, apa keluhan anaknya Bu?" tanyaku. Ia lalu menjelaskan bahwa anaknya sudah demam 3 hari dan batuk-batuk. Anaknya masih relatif aktif. Tetapi karena demamn ya belum pernah selama ini, ia lalu membawa anaknya ke dokter dekat rumah dan diperiksakan darahnya. Hasilnya: lekosit tinggi dan diresepkan antibiotik. "Ibu sudah bertanya ke dokter sebelumnya, apa alasannya diberikan antibiotik?" tanyaku lagi. "Sudah, karena lekositnya tinggi." jawabnya Di lain cerita, ada lagi yang mengeluhkan: "Dok, anak saya demam dan diare sudah 4 hari. Lekositnya 40 ribu. Saya sudah ke dokter di RS dan disarankan untuk dirawat, untuk mendapatkan infus antibiotik. Kata dokter, lekosit setinggi ini harus mendapatkan antibiotik suntik." Benarkah demikian? Lekos

Croup: Apakah Itu?

Kemarin, untuk kedua kalinya saya mendapatkan kasus croup. Apa pula itu? Saya belum mendapatkan padanannya dalam bahasa Indonesia. Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun datang dengan batuk yang terdengar "menggonggong" dan terlihat lebih sesak sejak malam sebelumnya. Anaknya masih aktif, mau makan dan minum, dan mengalami batuk pilek sejak tiga hari sebelumnya. Kebetulan tidak  ada demam, tetapi napasnya terlihat cepat. Bronkiolitis. Diagnosis ini yang terlintas di "snap judgement" saya. Memeriksa anak tidak semudah orang dewasa yang kooperatif. Kadang urutan pemeriksaan dari anamnesis, lalu pemeriksaan fisik di tempat tidur tidak selalu berjalan mulus. Anak yang sesak jangan sampai dibuat menangis, karena akan mengacaukan penilaian hitung frekuensi napasnya dan melihat tarikan dinding dadanya. Apabila direbahkan di tempat pemeriksaan, anak hampir dipastikan akan menangis. Untuk itu, sambil bertanya-tanya kepada orangtuanya, anak diminta untuk dibukakan bajunya, ag

Stop Merokok Demi Anak

Ingin tahu apa lagi kejahatan rokok? Simak tulisan berikut yang memuat wawancara dengan saya di  http://health.detik.com/read/2014/03/24/105635/2534413/763/terpapar-residu-asap-rokok-ayahnya-bayi-ini-meninggal-kena-pneumonia Terpapar Residu Asap Rokok Ayahnya, Bayi Ini Meninggal Kena Pneumonia M Reza Sulaiman - detikHealth Senin, 24/03/2014 11:07 WIB Jakarta, Jangankan menghirup asap rokok, menghirup residu atau endapan racun dari asap rokok juga berbahaya bagi anak. Seorang mantan perokok aktif mengaku telah mengalaminya sendiri, sang anak meninggal meski ia selalu merokok di luar rumah. Pengakuan tersebut disampaikan seorang pria di sebuah forum online. Pria yang menggunakan akun 05072013 tersebut mengisahkan, anaknya meninggal akibat pneumonia atau radang paru-paru akut di usia yang masih sangat muda, yakni 1 tahun. Sama seperti kisah tentang Keanu, pengakuan pria ini juga tersebar luas di jejaring sosial. "Gua mantan perokok gan (perokok aktif selama 18 thn). Anak gu

Sebuah kisah tentang campak

Setelah beberapa bulan tidak menjumpai kasus campak, kemarin saya mendapatinya lagi. Seorang anak berusia 15 bulan yang memeluk ibunya erat. Ia tampak lemah, dengan ruam merah di sekujur tubuhnya. Anak ini memang belum diimunisasi campak saat berusia 9 bulan, bukan karena menolak, tapi ibunya beralasan si ayah mengalami stroke sehingga ia sibuk mengurus ayah dan kurang memperhatikan imunisasi anaknya. Namun bagaimanapun juga, tidak sepatutnya virus campak menjangkiti anak ini . Apabila cakupan imunisasi campak sudah tinggi, herd immunity yg terbentuk seharusnya melindungi anak-anak yang belum diimunisasi. Banyak orangtua juga menganggap campak sebagai penyakit ringan. Mereka mengira semua anak akan terkena campak dengan sendirinya. Ketika seorang anak mengalami demam yang berakhir dengan ruam di seluruh badan, orangtua menyimpulkan ini adalah campak. Penyakit ringan. Toh anaknya justru makin aktif setelah ruam muncul dan demam reda. Mereka salah. Ini bukan campak. Kemungkinan ini

Fever Phobia!

Apa keluhan tersering yg membuat orangtua membawa anaknya ke dokter? Demam. Ya, kebanyakan kita takut dengan yg namanya DEMAM. Takut kejang alias "step" lah, takut "kenapa-kenapa" dengan anaknya (anyway, apa pula kenapa-kenapa itu, harus didefinisikan, hehe), takut Demam Berdarah, dsb. Ini fakta yg harus diketahui tentang demam: Segala sesuatu diciptakan dg tujuan, termasuk demam.  Nah, demam salah satunya diciptakan sbg respon tubuh menghadapi serangan kuman (virus/bakteri). Sel-sel darah putih selaku tentara pertahanan tubuh kita bekerja optimal pd suhu demam. Kesimpulannya: DEMAM itu BAIK. Lalu, apa saja mitos yg sering dibahas ttg demam? 1. Mitos: makin tinggi suhu badan, maka makin berat penyakitnya Fakta: tidak, belum tentu. Tingginya derajat suhu tidak menggambarkan beratnya penyakit. Bisa saja demamnya tidak tinggi tapi anaknya ternyata kena meningitis lalu meninggal, dan sangat mungkin demamnya tinggi tapi anak hanya kena common cold alias batuk pilek yg se

Apakah Batuk Pilek Perlu Diobati?

"Dok, anak saya batuk grok-grok dan napasnya susah. Saya minta anak saya "diuap"." "Dok, minta obat untuk batuk dan obat untuk pilek ya. Anak saya sudah seminggu sakit, tapi belum minum obat." "Dok, saya minta puyer racikan ya. Sudah berobat ke Puskesmas dan diberi obat sirup, tapi belum sembuh." Pernyataan-pernyataan yang kurang lebih bernada di atas beberapa kali disampaikan kepadaku, langsung  oleh orangtua. Dalam hati aku merasa geli, karena mereka sudah menentukan sendiri terapi untuk anak-anaknya. Dokter diminta dapat memenuhi keinginan mereka. Lalu apa diagnosisnya? Selesma atau common cold. Apa lagi? Pertanyaan berikutnya adalah: - Perlukah terapi inhalasi atau uap untuk mengatasi selesma? Apalagi jika si anak masih berusia di bawah 1 tahun. Batuknya grok-grok, banyak dahak, dan sukar dikeluarkan. Tidurnya pun terganggu, terutama di malam hari. - Perlukah pemberian obat batuk pilek untuk mengurangi atau meredakan gejala-gejala seperti sud

Memahami Campak dan Dampaknya

Setelah beberapa bulan tidak menjumpai kasus campak, kemarin saya mendapatinya lagi. Seorang anak berusia 15 bulan yang memeluk ibunya erat. Ia tampak lemah, dengan ruam merah di sekujur tubuhnya. Anak ini memang belum diimunisasi campak saat berusia 9 bulan, bukan karena menolak, tapi ibunya beralasan si ayah mengalami stroke sehingga ia sibuk mengurus ayah dan kurang memperhatikan imunisasi anak nya. Namun bagaimanapun juga, tidak sepatutnya virus campak menjangkiti anak ini. Apabila cakupan imunisasi campak sudah tinggi, herd immunity yg terbentuk seharusnya melindungi anak-anak yang belum diimunisasi. Banyak orangtua juga menganggap campak sebagai penyakit ringan. Mereka mengira semua anak akan terkena campak dengan sendirinya. Ketika seorang anak mengalami demam yang berakhir dengan ruam di seluruh badan, orangtua menyimpulkan ini adalah campak. Penyakit ringan. Toh anaknya justru makin aktif setelah ruam muncul dan demam reda. Mereka salah. Ini bukan campak. Kemungkinan ini rose

Tentang penyakit tangan-kaki-mulut dan cacar air

Beberapa pekan terakhir saya hampir selalu menjumpai kasus Hand Foot Mouth Disease (HFMD) dan cacar air (varisela) tiap minggunya. HFMD yg sering disebut orang flu Singapur ini disebabkan oleh virus, sama halnya dengan varisela, yg sebenarnya akan sembuh dengan sendirinya seiring waktu. Hanya saja HFMD kadang dikesankan "menakutkan", sehingga orangtua menjadi panik dan khawatir anaknya harus diraw at. HFMD memang dilaporkan mempunyai risiko komplikasi ensefalitis (radang otak), meskipun sangat jarang, dan saya belum pernah menemuinya. HFMD biasanya jadi masalah bila "bintil-bintil" kulitnya menyebar hingga ke dalam mulut menjadikan sariawan dan anak susah makan. Jarang sekali anak menjadi dehidrasi meskipun sudah mengalaminya, sehingga tidak perlu dirawat juga. Yang penting pastikan anak sering minum atau makan makanan yang mudah ditelan, walaupun sedikit-sedikit. Masalah lainnya bila anak sampai gatal dan cenderung menggaruk bagian-bagian yang dipenuhi bintil. Man