Thursday, March 08, 2018

Bakteri adalah hadiah terbaik Ibu untuk bayinya

Apa “hadiah” pertama seorang ibu kepada bayi yang baru dilahirkannya?
Bakteri. Ya, bakteri. 

Pernahkah Anda merenung, mengapa bayi dilahirkan dengan cara yang Anda ketahui seperti saat ini? Ya, melalui vagina yang kita pahami penuh dengan kolonisasi berbagai bakteri, kadang ditambah dengan kotoran (baca: feses) dari usus besar Ibu. Mengapa bayi harus lahir dengan cara “tidak bersih” seperti ini? Sang Pencipta pasti punya maksud.

Di dalam rahim Ibu yang sangat terjaga, bayi berada dalam lingkungan yang hampir steril. Saya katakan hampir steril, karena ternyata tidak 100% bebas kuman. Masih ada sedikit bakteri berada di lingkungan yang berisi bayi yang berenang dalam cairan ketuban yang terbungkus erat selaput ketuban. Ketika saat persalinan tiba, selaput ketuban pecah dan bersamaan dengan mengalirnya cairan ketuban keluar, maka masuklah bakteri-bakteri baik dari jalan lahir yang sangat banyak jumlahnya. Bakteri yang sehari-harinya menghuni vagina Ibu menjadi penghuni tubuh bayi, melapisi seluruh permukaan kulit bayi mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan tertelan masuk sampai ke saluran cerna bayi. Bahkan materi feses atau tinja ibu pun tidak jarang ikut terlibat, masuk ke tubuh bayi. Puluhan trilyun bakteri menjadi penghuni tubuh seorang makhluk yang sebelumnya berada dalam kondisi hampir suci. Bakteri yang dominan berasal dari vagina dan usus besar Sang Ibu.

Kondisi ini berlanjut dengan bayi yang diletakkan segera di dada Ibu untuk inisiasi menyusu dini. Bakteri di kulit Ibu pun segera bergerak ke tubuh bayi baru lahir ini, memperkaya variasi jenis kuman baik di tubuh bayi. Bayi lalu mendapatkan air susu Ibu (ASI), yang kandungannya pun tidak lepas dari bakteri-bakteri baik seperti Bifidobacterium lactis dan Bacteroides. Bahkan ASI pengandung HMO (human milk oligosaccharides) yang merupakan makanan bakteri-bakteri baik ini, sehingga koloni kuman ini tetap dapat hidup dalam saluran cerna bayi.

Apa arti semua ini? Ya, bakteri-bakteri baik yang senantiasa diwariskan dari generasi ke generasi ini, dari nenek ke ibu, ibu ke anak-anaknya, dan terus ke cucu-cucunya, adalah bagian tak terpisahkan dari hidup manusia yang menemani tubuh sepanjang hayatnya, dan tentunya punya berbagai manfaat untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. 

Lalu, bagaimana apabila bayi lahir secara operasi sesar dan bahkan tidak mendapatkan ASI (dengan berbagai alasan medis)? 
Ya, secara alamiah jenis dan jumlah kuman yang didapatkan bayi di awal kehidupannya berbeda dengan yang lahir normal melalui vagina dan berlanjut dengan menyusu ke ibu. Pada proses operasi sesar, paparan pertama kuman baik adalah ketika kulit perut Ibu disayat, dan masuklah kuman dari udara di ruang operasi dan kulit perut ibu. Jenis bakterinya bisa jadi tidak sama dengan bakteri pada persalinan normal. Bayi yang minum susu formula juga tidak mendapatkan sekitar 700 spesies mikroba yang ada dalam ASI.

Lalu apakah bayi-bayi yang terlahir dengan operasi sesar dan tidak mendapatkan ASI akan lebih buruk kondisi kesehatannya karena tidak mendapatkan human microbiome penting di awal kehidupannya? Beberapa penelitian berskala besar dan penting memang menunjukkan adanya hubungan antara rendahnya jumlah bakteri baik penghuni tubuh alias human microbiome di awal kehidupan bayi dengan meningkatnya risiko asma, diabetes melitus tipe 1, penyakit seliak, dan obesitas. Meskipun keempat masalah kesehatan ini tidak semata-mata muncul akibat satu faktor penyebab saja. Dan tidak berarti juga bahwa tindakan operasi sesar lebih buruk daripada persalinan normal, atau susu formula “haram”. Karena pemberiannya tentu atas indikasi medis. Tindakan pembedahan kaisar terbukti menyelamatkan banyak nyawa atas indikasi medis yang tepat, dan susu formula boleh diberikan dengan indikasi medis tepat pula. Tetapi tidak dielakkan, bahwa persalinan normal yang berlanjut dengan kontak kulit segera ke Ibu dan berlanjut dengan pemberian ASI jauh memberikan manfaat dengan keberadaan human microbiome ini. Salah satu warisan manusia dari generasi ke generasi sejak keberadaan manusia di muka bumi ini.

Mengapa saya menaruh perhatian khusus terhadap hal ini? Tidak lepas dari maraknya penggunaan antibiotik yang tidak tepat beberapa dekade terakhir. Infeksi virus pun “dihantam” dengan antibiotik, sehingga potensial membunuh bakteri-bakteri penghuni tubuh kita yang bahkan berfungsi sebagai penjaga tubuh manusia, bisa menghadang bakteri-bakteri “jahat” penyebab penyakit alias patogen. Maka penggunaan antibiotik yang bijak dan sesuai indikasi penting dalam menjaga keberadaan dan peran human microbiome tubuh kita.

(Artikel bagus yang saya rekomendasikan di https://blogs.scientificamerican.com/guest-blog/shortchanging-a-babys-microbiome/)








No comments:

Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?

 (tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...