Friday, December 13, 2013

Pandangan Mengenai Status Kehalalan Vaksin

Bismillah...
Karena banyak yg tampaknya bingung dg kabar keharaman vaksin, maka saya coba share pemahaman yg saya punya. Sebagai seorang tenaga kesehatan yg rutin mengimunisasi banyak anak, orangtua, dan anak-anak saya sendiri tentunya, saya kelak akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan saya di Hari Akhir kelak, termasuk dlm hal mengimunisasi.
Untuk itu saya menggali banyak referensi dan menyimpulkannya:
1. Prinsipnya, hukum kehalalan vaksin berdasarkan 3 hal:
- Istihalah: yaitu sesuatu yg sudah berubah dr sifat aslinya. Yg awalnya haram, menjadi tidak haram. Misal: babi dg seluruh komponennya yg haram, ketika berubah menjadi gelatin yg digunakan sbg stabilizer dlm vaksin (atau cangkang kapsul) menjadi tidak haram, karena sudah berubah dr sifat aslinya. Mengenai hal ini pernah diadakan konferensi ulama internasional yg memutuskannya. Link-nya pernah saya share di grup Gesamun.
- Istihlak: yaitu sesuatu yg najis/haram, ketika tercampur dengan bahan lain yg suci (terlarut) dlm jumlah besar, maka menjadi tidak najis/haram lg. Misal: tripsin dari pankreas babi (porcine) yg digunakan dlm proses awal pembuatan vaksin, akan dibersihkan hingga tidak terdeteksi dlm produk akhir vaksin.
- Dhorurot (darurat): yaitu ketika "terdesak" dan tdk ada pilihan lain. Ini yg paling sering digunakan oleh Komisi Fatwa MUI kita. Dasarnya adlh Quran surat Al Baqoroh 173, Al An'aam 145, dan An Nahl 115.

2. Bagaimana praktiknya dlm vaksin? Bahan bersumber babi digunakan dlm 2 kondisi:
- Sbg tripsin yg digunakan dlm kultur sel (silakan baca ttg vaccine cell culture di google) awal. Tujuannya utk melepaskan virus yg sdh dibiakkan dr wadah "bulk", agar virus dpt digunakan dlm proses selanjutnya. Tripsin ini jg dapat menghasilkan "biakan" bakteri yg banyak, utk digunakan dlm proses selanjutnya.
Berikutnya tripsin harus dicuci sampai bersih, karena bila tdk dicuci, tripsin adlh enzim yg bersifat sbg kataliaator yg akhirnya jg dapat merusak vaksin.
Dlm produk akhir vaksin yg disuntikkan/diteteskan ke dlm tubuh manusia, kandungan tripsin babi ini sudah tidak ada. Prinsipnya istihlak.
Contoh vaksin virus yg menggunakan tripsin porcine: polio dan rotavirus.
Contoh vaksin bakteri: meningokokus. FYI, bakteri meningokokus yg digunakan dlm vaksin pun bukan bakteri utuh, tapi hanya "dinding" polisakaridanya saja.
- Porcine digunakan sbg stabilizer yg ADA dlm produk akhir vaksin yg masuk dlm tubuh manusia. Stabilizer digunakan utk menjaga kualitas dan keawetan vaksin, shg vaksin yg disuntikkan tetap baik dlm memicu respon antibodi.
Produk ini pun tidak dinyatakan haram dan boleh digunakan berdasar fatwa ulama. Prinsipnya istihalah.
Contoh vaksinnya adlh MMR dan varisela produksi Merck (banyak digunakan oleh saudara2 kita di US). Di Indonesia, vaksin MMR produksi Sanofi (Trimovax) dan varisela produksi Sanofi (Okavax) dan GSK (Varilrix), sejauh pengamatan saya tidak menggunakan porcine sbg stabilizer, terapi menggunakan bahan lain. Ini pernah saya bahas jg di grup Gesamun.

3. Dlm wawancara saya dg seorang anggota tim ahli LP POM MUI (doktor di bidang bioteknologi) yg pernah dikirim utk melihat proses pembuatan vaksin meningokokus, beliau mengutip jg bbrp ayat dalil hukum darurat di atas. Bila dilihat konteksnya: ayat tsb digunakan dlm konteks makanan yg dikonsumsi utk menyambung kelangsungan hidup. Vaksin tidak sama dlm hal ini. Vaksin disuntikkan/diteteskan utk memicu respon antibodi dlm jumlah yg sangat sangat sedikit (0,5-1 ml). Maka tidak sepatutnya vaksin dilabelisasi haram.

4. Dari berbagai informasi yg saya dapat dan cerna, saya menyimpulkan tidak semua narasumber dr MUI yg diwawancara media paham masalah ini. Yg terjadi malah meresahkan masyarakat. Padahal sudah banyak ulama berkaliber internasional yg mendukung program imunisasi. Sejawat dr. Raehanul Bahraen sudah membahasnya dlm blognya di www.muslimafiyah.com
Mungkin Komisi Fatwa MUI kita perlu belajar dr negara2 lain yg tidak menggunakan prinsip darurat dlm memberikan sertifikat halal. Tapi kalaupun tetap dg prinsip darurat, toh ini juga diakui dlm fikih Islam.

5. Terakhir, mengapa menggunakan porcine? Dari wawancara dg narasumber lain seorang vaksinolog senior, porcine digunakan karena menghasilkan "biakan" kuman yg baik kualitasnya. Tentunya tujuan akhir imunisasi adalah mengeradikasi (memusnahkan/menghilangkan) penyakit, sehingga butuh vaksin dg kualitas terbaik. Tapi saat ini ilmuwan jg berusaha mengembangkan vaksin yg tidak menggunakan porcine lg. Sementara ini, bila belum ada alternatif lain dan ingin berhukum dg prinsip darurat, maka dibenarkan.

Vaksin adlh produk biologis yg dikembangkan lewat proses ratusan tahun dan memakan biaya sangat besar dlm memproduksinya. Tidak mudah jika tiba-tiba orang-orang asal bicara: "ayo dong, cari penggantinya. Buat yg baru. Bla bla bla".
Sehingga kesimpulan akhir saya: semua vaksin yg ada saat ini halal utk digunakan. Bila ada alternatif lain yg tidak bersentuhan sama sekali dg porcine, maka silakan gunakan.

Islam adlh agama yg menghendaki kemaslahatan dan kebaikan bagi seluruh umat manusia. Imunisasi memberikan kemaslahatan ini. Maka saya yakin, Islam mendukungnya

Wallahu a'lam.Saya mohon maaf atas segala kesalahan. Yg benar datangnya dr Alloh, yg salah dr saya selaku hamba yg lemah dan bodoh.

-ditulis sepanjang Psr Rebo - Ciputat

Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?

 (tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...