Friday, December 20, 2013

Selintas Kisah Bakteri dan Virus

Bakteri menghuni tubuh kita sejak beberapa saat kita terlahir ke dunia. Bayi yg lahir secara spontan (persalinan normal), melewati vagina sang ibu yang pastinya penuh dengan bakteri. Bayi yg dilahirkan dengan operasi sesar pun, ketika didekapkan ke dada ibunya atau dilakukan inisiasi menyusu dini (IMD), segera "berkenalan" dengan bakteri-bakteri baik penghuni kulit ibu, dan terjadilah perpindahan ke tubuh bayi.

Bayi yg awalnya berada di dalam lingkungan steril di dalam rahim ibu, segera pindah ke dunia yg penuh dengan kuman tak terhingga.

Pastilah ini diciptakan Sang Pencipta dengan maksud.

Pada saat bayi berusia 7 hari, milyaran bakteri menjadi penghuni tetap hidung, mulut, kulit, dan ususnya. Apakah kemudian bayi menjadi sakit karenanya?

Kini diketahui bahwa tubub manusia adalah HUMAN MICROBIOME. Apa maksudnya? Ada kurang lebih 10 trilyun sel yg menyusun tubuh manusia, tetapi ada 100 trilyun bakteri yang menghuni tubuh kita! Tubuh manusia lebih merupakan kumpulan bakteri dibandingkan kumpulan sel. Lalu apakah kita menjadi sakit setiap waktu? Tentu saja tidak.

Lalu apakah penggunaan antibiotik berlebihan dan tidak pada tempatnya (digunakan utk infeksi virus) tidak berpotensi membunuh bakteri baik penghuni tubuh kita? Keseimbangan pun akan terganggu dan prinsip survival of the fittest akan membuat bakteri baik bertanya: mengapa kami dimusnahkan?
Lebih jauh lagi, SUPERBUG alias bakteri resisten antibiotik juga ikut tercipta. Masa depan umat manusia ikut terancam...


Sekarang..mari kita bicara tentang virus. Sebagian besar ilmuwan sepakat bahwa virus bukanlah makhluk hidup. Virus "hanyalah" rangkaian materi genetik DNA/RNA yg dibungkus dengan protein dan polisakarida, yang HANYA bisa hidup di dalam makhluk hidup lainnya.

Jumlah virus di muka bumi amat sangat tak terhingga banyaknya. Virus ada di mana-mana. Tanpa disadari, setiap saat manusia menghirup dan menelan milyaran virus. Tapi apakah manusia menjadi sakit setiap waktu? Lagi-lagi tidak.

Virus menginfeksi tidak hanya manusia, tapi seluruh makhluk hidup di bumi. Bakteri pun diinfeksi oleh virus (virus yg menginfeksi bakteri dinamakan bakteriofag). Jumlah bakteriofag yg ada di lautan (saja), diperkirakan sebanyak 10 pangkat 30 (hitung sendiri ya..). Bila direntangkan rangkaian kepala sampai ekor bakteriofag ini, panjangnya (kalau tidak salah) sekitar 200 tahun cahaya. Ya, tak terbayangkan, jika kita masih ingat seberapa cepatnya kecepatan cahaya. Silakan buka www.virology.ws bila ingin mempelajari betapa luar biasanya virus. Profesor Vincent Racaniello dkk dari Columbia University menjelaskannya dengan mudah.

Kita sudah mengetahui bahwa mayoritas bakteri yang tinggal bersama kita tidak membahayakan, bahkan menguntungkan. Bakteri penghuni usus besar misalnya, membantu pencernaan kita setiap waktu dan berperan dalam pembentukan vitamin K.

Virus diketahui sebagai penyebab tersering penyakit infeksi pada manusia, termasuk anak. Jauh lebih sering dibandingkan dengan infeksi bakteri. Anak-anak adalah kelompok yg sangat sering sakit akibat infeksi virus. Sebagai contoh, dalam setahun seorang anak dapat mengalami 10-12 kali episode selesma (common cold). Apa artinya? Sebulan sekali! Apakah tiap bulan anak kena batuk pilek harus diberikan obat? Apakah tiap bulan kena batuk pilek anak harus dibawa ke dokter? Tentunya tidak. Sebutlah nama-nama seperti respiratory syncytial virus, influenza virus, parainfluenza virus, rinovirus, dan adenovirus sebagai penyebab tersering infeksi saluran napas pada anak. Total ada sekitar 200 strain virus yg bisa membuat common cold.

Inilah kabar buruk dan kabar baik tentang virus. Kabar buruknya adalah: biasanya hampir tidak ada obat yg dapat menyembuhkan infeksi virus lebih cepat. Kabar baiknya: sebagian besar infeksi virus biasanya sembuh sendiri tanpa obat-obatan.

Antibiotik tidak dapat membunuh virus, sehingga pastinya tidak membantu sama sekali membuat anak dengan infeksi virus sembuh lebih cepat.


Saya ingin bercerita sedikit pengalaman bertemu seorang ibu kemarin. Ia membawa anaknya yg berusia 16 bulan dengan riwayat 2x kejang demam, dan mendatangi saya untuk meminta pemeriksaan lengkap anaknya dan beberapa pertanyaan mengenai kejang demam.
Pertanyaan pertama saya adalah: "apa saja yang sudah Ibu baca mengenai kejang demam?" Anaknya sudah 2x mengalami kejang demam, dan...unfortunately..dirawat.
"Belum baca, Dok". Jujur, jawabannya mengejutkan saya. Saya sangat berharap ia sudah belajar tentang kejang demam dan siap mendiskusikannya dengan saya.
Tapi tidak apa-apa. Ini kesempatan bagi saya untuk menyampaikan beberapa poin penting tentang kejang demam dan memberikannya beberapa "PR" bacaan yang harus diselesaikannya di rumah. Semua ini demi kebaikan anaknya, menurut saya.

Buat Ibu yang ternyata membaca tulisan saya ini, mohon maaf bila saya share di sini untuk dijadikan bahan pelajaran. Mohon diijinkan.

Apa pelajaran yg bisa diambil? Ya...lagi-lagi orangtua adalah sosok terpenting pemegang kesehatan anaknya. Dokter hanya sesekali bertemu di ruang praktik, dan maaf, belum tentu dapat diandalkan (kan hanya bertemu saat itu saja). So..belajar terus ya. Sekarang saya tambah satu PR lagi: kuasai demam dan kejang demam.

Kita berlanjut.. Saya sampaikan beberapa kondisi yang seringkali tertukar: infeksi virus atau bakteri ya? Ini saya ambil dr buku Breaking the Antibiotic Habit-nya Paul Offit. Ia dokter anak dan profesor di bidang penyakit infeksi di AS, jadu jenis penyakitnya sebagian mungkin lebih cocok untuk konteks AS.

1. Virus yang menyebabkan produksi CAIRAN di telinga, disalahartikan dengan bakteri yg menyebabkan INFEKSI TELINGA (otitis media).

2. Virus yang menyebabkan NYERI TENGGOROKAN, disalahartikan dengan bakteri yg menyebabkan STREP THROAT.

3. Virus yang menyebakan ingus hijau/kuning kental dari hidung (COMMON COLD), disalahartikan dengan bakteri yg menyebabkan SINUSITIS.

4. Virus yg menyebabkan batuk yg terdengar "berat" (BRONKITIS), disalahartikan dengan bakteri yg menyebabkan PNEUMONIA.

Sekarang saya bahas dalam konteks Indonesia. Saya mohon maaf sebelumnya bila ada yg tidak berkenan. Ini berdasarkan pengamatan subjektif saya di lapangan.

1. Dokter belum tentu rutin melakukan pemeriksaan telinga anak dengan otoskop. Padahal ini adalah pemeriksaan rutin. Jadi bagaimana diagnosis infeksi telinga dibuat tanpa pemeriksaan menggunakan otoskop? Lebih-lebih yg langsung meresepkan antibiotik hanya berdasarkan keluhan subjektif seorang balita.
Hey, tolong ingatkan saya juga ya, bila saya lupa melakukan pemeriksaan telinga anak Anda.

2. Diagnosis "radang tenggorok" adalah salah satu yg tersering dibuat oleh dokter di sini, kemudian diresepkanlah antibiotik. Padahal radang tenggorokan bukanlah diagnosis medis. Antibiotik hanya diberikan pada strep throat, bukan radang tenggorok akibat virus.
Nambah lagi: PR baca ttg strep throat ya.

3. Kalau ingus sudah berubah warna dan menjadi kental, berarti karena infeksi bakteri dong? Antibiotik dong.. Hehe ini lagi-lagi adlh salah kaprah tersering. Sudah saya jelaskan di video saya di youtube ya. Diagnosis sinusitis pun hanya dibuat pada anak besar, jarang sekali pd balita.

4. Jujur, saya jarang buat diagnosis bronkitis (karena kekurangmampuan saya secara klinis untuk membuat diagnosis ini). Tapi toh karena virus yg akan sembuh sendiri kan.. Yg penting, PR lagi: belajar ttg pneumonia. Kapan anak dicurigai pneumonia sehingga dipikirkan antibiotik? Tentunya ada gejala sesak napas.
 

5 comments:

Hasan A.K said...

sebuah pelajaran berharga bagi saya yang hanya mengerti tentang virus komputer

Unknown said...

Great dok, dokter praktek dimana?

Unknown said...

Great dok, dokter praktek dimana?

Unknown said...

Sepaham.....

Unknown said...

Coba dokter ada ditegal, dimana yavada yang seperti dokter di tegal ..

Apakah Vaksin tak Berlabel Halal Sama dengan Haram?

 (tulisan ini pernah dimuat di Republika Online 30 Juli 2018) "Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi...